GEREJA Paroki Keluarga Kudus Kota Baru, Pontianak di pagi itu, dibanjiri oleh ribuan umat yang datang dari berbagai tempat. Mereka datang bukan hanya ingin menghadiri Perayaan Ekaristi Kudus, tetapi mereka juga ingin melihat peristiwa langka, yaitu Aksi Panggilan dari berbagai ordo/kongregasi yang berkarya di Keuskupan Agung Pontianak.
“Peristiwa ini langka, jarang kami melihat pemandangan yang menarik seperti ini, dimana ratusan suster, bruder, frater maupun pastor dari berbagai ordo/kongregasi memenuhi separoh Gereja megah ini,” ungkap Bu Oliv, umat lokal.
Peristiwa ini terjadi dalam rangka merayakan hari Minggu Panggilan Sedunia yang ke-55 tanggal 22 April 2018.
Selain itu, kehadiran Anak-anak SEKAMI dengan mengenakan jubah imam, dan suster juga bak ‘magnet’ yang menyedot perhatian ribuan umat yang hadir. Para ‘pastor dan suster’ cilik ini menambah eloknya barisan kaum berjubah yang memenuhi gedung Gereja Paroki Keluarga Kudus di misa penutupan mengakhiri serangkaian kegiatan Aksi Panggilan yang telah dilaksanakan.
Hari Minggu Panggilan kali ini menjadi gawe-nya kaum berjubah, maka apa pun yang berkaitan dengan petugas liturgi dipercayakan sepenuhnya kepada mereka.
Hadir di altar Romo Yulianus Astanto Adi CM bersama enam imam konselebran: Romo Andreas OP, Romo Alek Mingkar Pr, Romo Barces CP, Romo Jauhari Atmoko CM, Romo Kebry CM dan Romo John Wahyudi OFMCap. Bertujuh mereka memimpin misa penutupan kegiatan Aksi Panggilan.
Keluar dari Zona Nyaman, 60 Religius Beramai-ramai Tinggalkan Biara
Mana suara Tuhan?
Romo Andreas Kurniawan OP dalam homilinya mengatakan bahwa tidak mudah untuk mendengarkan suara Tuhan di zaman yang serba canggih ini. Banyak orang cenderung asyik mendengarkan suara-suara lain. Sehingga tidak heran, untuk menjawab panggilan Tuhan pun menjadi sulit.
“Banyak suara-suara yang lebih menarik yang didengar melalui aneka platform media sosial seperti smartphone dll, sehingga suara Tuhan yang lembut menyapa tidak terdengar lagi,” ungkap imam asal Paroki Toasebio, Jakarta Barat.
Maka dari itu, katanya lagi, untuk mampu mendengarkan suara Tuhan, kita memerlukan relasi yang mendalam dengan Dia Sang Gembala yang baik.
“Saat ini, Gereja kita masih kekurangan imam yang melayani umat, maka umat juga diminta untuk berdoa agar semakin banyak kaum muda yang bersedia menjawab panggilan Tuhan sebagai imam, bruder maupun suster,” ungkap imam Dominikan asli Indonesia angkatan kedua ini.
Romo Ekonom Keuskupan Agung Pontianak ini kemudian turun dari altar dan berjalan mendekati anak-anak SEKAMI yang mengenakan jubah pastor dan suster cilik. Ia menyapa hangat mereka mengajak dialog beberapa anak dan kemudian melontarkan beberapa pertanyaan seputar cita-cita mereka.
Riuh, gaduh, penuh sorak dan tawa, begitulah suasana yang mewarnai sesi tanya-jawab interaktif tersebut. Terlihat Anak-anak begitu antusias mengangkat tangan, berlomba-lomba untuk menjawab pertanyaan dari Romo.
“Jadi pastor karena ingin jadi orang baik,”demikian komentar dua anak, saat ditanya alasan mereka mengapa ingin menjadi pastor.
Data statistik
Menurut data statistik Keuskupan Agung Pontianak, tercatat ada 97 pastor, 317 suster, dan 48 bruder dan ada 415.239 umat. Bisa dibayangkan begitu kontrasnya perbandingan antara jumlah pastor dan jumlah umat yang harus dilayani.
“Boleh dihitung secara kasar bahwa satu pastor harus melayani sekitar 4.281 umat. Kita butuh banyak pastor yang bisa menghadirkan Kristus dalam rupa Komuni Kudus sebagai jaminan untuk memperoleh keselamatan, memperoleh hidup yang kekal, sebab Yesus bersabda, ‘’Akulah Roti Hidup’,”ungkap imam Ordo Dominikan ini mengakhiri homilinya.
Romo Astanto selaku pastor Paroki Keluarga Kudus mengucapkan terima kasih atas kehadiran para imam, bruder, frater dan suster yang telah memberi warna tersendiri di hati umat melalui kegiatan live in dan Aksi Panggilan yang diadakan di parokinya dari tanggal 20-22 April 2018.
Ia mengimbau kepada seluruh umat agar lebih tekun lagi berdoa dan merelakan anak-anaknya untuk menjadi imam, bruder dan suster. Ajakan serupa juga ia lontarkan kepada OMK yang hadir.
“Coba lihat pada hari ini begitu banyak pastor, suster, bruder dan frater berkumpul, mereka berasal dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri.Mereka jauh-jauh datang dari Brazil dan Vietnam, masakan anda yang dekat tidak ingin menjadi seperti mereka,” ungkapnya.Sambil menunjuk ke arah Sr. Benedita OP asal Brazil dan Sr. Hanna PK asal Vietnam.
Setelah berkat penutup, seluruh umat diundang dan diarahkan menuju halaman samping gereja untuk mengunjungi stan-stan panggilan dari berbagai ordo/kongregasi. Umat juga diajak untuk menyaksikan pentas seni yang dimeriahkan oleh para imam, bruder, frater dan suster.
Penampilan aksi dan kreasi kaum berjubah ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari umat khususnya para OMK.
Tika dari OMK berkomentar, ia tidak menyangka bahwa ternyata menjadi suster itu rupanya masih bisa menari, bergoyang dan bernyanyi.
“Dulu saya pikir, hidup suster itu hanya berdoa saja, ternyata mereka juga boleh menampilkan kreasi, bakatnya melalui tarian dan lagu,” ungkapnya kagum.
Kemudian MC mengajak seluruh umat yang hadir untuk menikmati santap siang bersama di stan-stan makanan yang telah disediakan oleh tiap-tiap lingkungan di Paroki Keluarga Kudus.