INDONESIA memiliki potensi yang besar untuk menjadi sejahtera. Republik ini terdiri dari belasan ribu pulau yang terbentang di sabuk khatulistiwa, banyak di antaranya memiliki gunung berapi. Kombinasi dari wilayah kepulauan, iklim tropis, dan tanah vulkanik yang relatif muda memberikan kesuburan alam yang luar biasa.
Kombinasi itu juga memberi Indonesia keragaman hayati yang sangat tinggi, hanya nomor dua setelah Brasil dengan hutan Amazonnya. Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, sungguh masuk akal bila Indonesia membangun ekonomi berbasis sumber daya hayati.
Mengintip Dunia
Tapi bukankah ada negara sukses yang ekonominya tidak dibangun dengan sumber daya hayati, Singapura misalnya? Benar, globalisasi memang telah mengaburkan betapa pentingnya pengembangan sumber daya hayati lokal. Hampir semua jenis bahan pangan dan bahan baku industri dapat diimpor dari negara lain, bahkan yang letaknya sangat jauh sekalipun.
Bagaimanapun, fenomena ini tak akan berlangsung selamanya. Dunia kita sedang berada dalam masa perubahan yang begitu cepat. Kita tidak bisa bergantung pada negara lain untuk memasok kebutuhan kita, terutama kebutuhan pokok seperti pangan dan energi.
Mari kita melihat sekilas keadaan pangan dunia. Di sisi konsumsi, saat ini ada lebih dari 7 milyar manusia yang harus makan setiap hari. Jumlah itu diperkirakan akan bertambah menjadi 10 milyar pada akhir abad ini1. Meningkatnya pendapatan ikut mengubah pola konsumsi masyarakat, contohnya konsumsi daging China yang saat ini dua kali lipat konsumsi daging Amerika Serikat2,3. Padahal, produksi daging butuh sumber daya yang jauh lebih besar dibandingkan produksi pangan asal tumbuhan. Keadaan di sisi produksi jauh dari menggembirakan.
Modal utama dalam pengembangan sumber daya hayati adalah tanah yang subur, tapi praktik pertanian modern telah menyebabkan erosi tanah besar-besaran4. Hal ini diperburuk lagi dengan menurunnya ketersediaan air bersih dan cuaca ekstrim karena perubahan iklim5. Keseimbangan neraca pangan dunia sedang berubah di depan mata kita.
Bagaimana dengan energi? Ekonomi dunia modern terus dibangun dengan energi fosil walau ada dua masalah besar menghadang. Pertama adalah makin menipisnya cadangan energi fosil, terutama minyak bumi sebagai bahan bakar cair untuk transportasi. Produksi minyak bumi dunia sudah melewati puncaknya6. Kedua adalah emisi gas rumah kaca hasil pembakaran bahan bakar fosil yang sudah memicu perubahan iklim bumi. Artinya, ekonomi energi terbarukan harus segera menggantikan ekonomi energi fosil yang ada sekarang. (Bersambung)
Photo credit: Wisata alam Tawangmangu, Karangangyar, Jateng (Mathias Hariyadi)
Artikel terkait: Ekonomi Sumber Daya Hayati untuk Indonesia: Melihat Negeri Kita (2)