Luk 2:1-14
“Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, — karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud —supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung.
Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.” (Luk 2:3-7).
Bacaan Injil hari ini, mengingatkan kita pada saat mengalami kegelapan dalam sebuah pergumulan. Yusuf dan Maria tak berdaya kepada perintah wali negeri Siria.
Bagaimana tidak, dalam keadaan hamil tua, mereka malah diminta pergi dari Nasaret ke Betlehem untuk mendaftarkan diri sebagai peserta wajib pajak.
Aturan aneh, bayi masih dalam kandungan, tetapi sudah dipalak pajak.
Saya bisa merasakan bagaimana perasaan Maria dan Yusuf saat itu. Orang hamil tua kok diajak pergi. Apa tidak sebaiknya tunggu melahirkan dulu, baru pergi?
Di manakah Allah, saat-saat gelap dan konflik batin seperti itu?
Perjalanan Nasareth ke Betlehem membutuhkan jarak tempuh 4 hari 4 malam. Kedua orang ini, benar² berjalan dalam gelap. Tidak ada waktu untuk istirahat. Semua kelelahan fisik dan batin dibawa dalam hati.
Dan setiba di penginapan waktu sudah tengah malam. Semua pada tidur nyenyak.
Orang tidak mau lagi direpotkan untuk bangun tengah malam dan membuka penginapan. Sekalipun yang datang mengunjungi itu, orang kaya. Tidur wis enak.
Kedua pasangan ini ditolak. Perasaan Maria dan Yusuf benar-benar hancur. Namun, siapa yang mau peduli dengan kondisi mereka?
Bisa dibayangkan bagaimana paniknya Yusuf, ketika air ketuban Maria pecah di atas keledai? Benar benar panik! Maria lebih sengsara lagi ketika menahan kesakitan persalinan.
Semua situasi benar² gelap dan kacau balau. Dengan panik dan tergesa-gesa Yusuf menuntun keledai itu, menuju kandang hewan. Dan dalam keadaan gelap tidak ada lampu itu, Maria melahirkan bayi Yesus di atas tempat makanan domba.
Kog manusia Yesus disejajarkan dgn hewan ya? Namun, semua kelelahan fisik dan batin mereka berdua terbayar…ketika “bocah ajaib” ini, lahir bercahaya mengalahkan kegelapan dunia. Wow….kog bocah cilik iki, ada cahayanya? Gak salah ta ini? Cahaya-Nya mengalahkan lampu listrik di penginapan… keren…bayiku…langka dan antik.
Ya… kadang hidup kita itu, tidak selalu gelap… Ada juga momentum untuk mengalami terang. Dan hidup yang terang itu, mungkin bila kita setia kendati lemah berjalan dengan Iman atau berjalan dengan Tuhan Yesus.
Ada kalanya kita pesimis dengan hidup ini dan mentertawakan Tuhan. Akan tetapi, ada kalanya kalau kita bersandar penuh pada Tuhan, malah Tuhan membuat kita tertawa.
Ungkapan bernas dari Sara, saat melahirkan Ishak diusia 99 tahun.
“Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku” (Kej 21:6). Jadi, saat Natal ini, bukanlah momentum untuk bersedih.
Ini adalah momentum untuk kita “tertawa” dalam sukacita.
Selamat Natal 2019.
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 24.12.2019