DI Tahun Elektoral ini para “capres-caleg” berupaya mensalonkan dirinya sebagai “dewa” yang memiliki banyak simpanan kebutuhan pokok untuk kehidupan publik.
Sekarang bentuk organisasi yang mengatasnamakan suku mulai muncul satu-persatu ke publik. Organisasi kesukuan ini pun “disulap” menjadi “dewa” untuk melayani kebutuhan kesukuan setempat.
Arah kampanye para “capres-caleg” berlomba-lomba mencari suara pemilih kearah sana. Di sanalah permulaan politik itu dijanjikan dan dijadikan sebuah kontrakan bersama.
Orang kebanyakan menyebutnya kontrak politik. Dan sebagai pembuka kontrakan, “si capres~caleg” akan mengeluarkan uang recehan sebagai “DP” (down payment) . Sedangkan sisanya yang lebih besar dari itu, katanya menyusul setelah menjabat.
Saya cuma mencari-cari, apa sih isi dari kontrak politiknya?
- Isinya: Kebutuhan yang menyangkut jabatan publik, makan dan minum, kelancaran usaha, projek, pembangunan ini dan itu, mobil dan segala fasilitas kenyamanan lainnya untuk kebutuhan publik.
- Setelah Dia menjabat, uangnya dari mana? Uangnya dari publik yang sudah diatasnamakan negara. Di sanalah mereka berembuk membuat dan meminta anggaran dan tentu saja sebelum palu diketukkan dalam perembukkan tersebut ada deal untuk kepentingan politik partai di tingkat mereka, kepentingan pribadi, dan sisanya untuk kepentingan publik, itupun kalau dia masih ingat.
Lagi-lagi jatah untuk publikpun akan dibagi-bagi ke wilayah dapil dan di dapil pun jatah ini masih di bagi lagi di sana sini.
Uang jatah yang masuk ke tingkat organisasi kesukuan pasti tidak ada, sebab uang “DP” yang diberikan di muka itulah jatahnya.
Dengan berani saya berkata: “siap-siap saja organisasi kesukuan ini menelan pil pahit yang bernama “PHP” (Pemakan harapan paslu).
Bro, yang namanya anggaran itu sudah diatur dalam UU dan disesuaikan dengan pendapatan penghasilan daerah dan negara. Jadi, mereka tidak asal cari-cari dan minta-minta anggaran ke negara. Ada UU-nya.
Dengan demikian, maka publik apalagi oraganisasi kesukuan mesti jeli dan cerdas dalam membaca isi kontrak politik. Publik tidak bisa berharap lebih apalagi berharap banyak pada mereka.
Lebih baik, taruhlah harapanmu pada~Tuhan yang tidak pernah mengecewakanmu dan tingkat kepastian bisa dipercaya 100% terjamin.
Dengan kata lain, doa dan harapan publik tidak bisa diarahkan pada “capres caleg” yang gemar melakukan lobi-lobi melalui kontrak politik.
Tuhan Yesus berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”. Kemana?
Mintanya ke Tuhan. Carinya ke Tuhan. Ketuknya ke Tuhan.
Lebih baik membuat “kontrak politik” dengan Tuhan yang sudah pasti ada jaminan kehidupan daripada kontrak politik dengan mereka yang bukan tuhan dan kerjanya (PHS) pemberi harapan sekejap.
Renungan: Apakah aku bisa membedakan Tuhan dan yang bukan Tuhan?
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 14-3-2019