BUTA berarti gagal melihat sesuatu. Dan menurut Tuhan Yesus, orang buta tidak bisa menutun sesama orang buta. Sebab bila keduanya dipaksa keluar berjalan bersama-sama, pasti keduanya masuk lubang.
Gambaran Yesus tentang perumpamaan orang buta dalam bacaan Injil hari ini, bertujuan untuk menguliti siapa ya?
Adakah sindiran itu ditujukan keulama-ulama Yahudi yang gagal “melihat” Tuhan Yesus? Atau jangan-jangan sindiran itu juga ditujukan ke kita sebagai pengikut-Nya? Sangat mungkin sekali.
Tatkala kita mengakui diri sebagai pengikut Tuhan Yesus, kita seperti orang gagal yang tidak hanya tidak bisa “melihat” Dia, tetapi juga tidak bisa “melihat” kemampuan dan kelebihan orang lain. Kita lebih condong dan lebih tajam melihat kekurangan orang lain.
Sering kali begitu melihat kelebihan orang lain, kita langsung meriang dan meradang. Apa sebabnya?
Sebabnya, kelebihan orang lain itu, bisa “membunuh” sikap ambisiusku untuk menguasai ini dan itu. Kelebihan orang lain itu mematikan obsesiku untuk tampil mau menunjukkan siapa aku di depan publik?
Kelebihan orang lain adalah malaria yang mengrogoti langkahku menuju panggung utama.
Tuhan Yesus menyimpulkan bahwa buta itu tidak semata-mata berkaitan dengan keadaan fisik seseorang. Buta juga bisa melukiskan sikap kita yang tidak bisa menerima kelebihan orang lain. Bahkan lebih buta lagi, bila tidak bisa menerima kekurangan orang lain.
Menurut Tuhan Yesus, orang melek itu, bisa “melihat” Tuhan dalam segala hal. Bisa menerima kelebihan sekaligus kekurangan orang lain. Dan lebih dari itu, bisa menerima dan menilai diri apa adanya.
Apabila di tingkat ini, kita mempunyai semua kemampuan itu, maka kita bisa menyebut diri sebagai orang melek.
Sedang bila belum ada tanda-tanda melihat dengan kaca mata Tuhan Yesus, maka kita masih bisa disebut orang elek (jelek).
Renungan: Kita ini, mau menjadi orang melek atau elek?