PEWARTAAN kebangkitan Kristus yang diwartakan oleh para Rasul tetap mendapat larangan dari ulama-ulama Yahudi. Semakin mereka dilarang mewartakan kebangkitan Kristus, semakin semangat juga mereka mewartakannya. Mereka tidak gentar dan takut berhadapan dengan ulama-ulama intelektual.
Padahal secara intelektual, para Rasul tidak sebanding dengan ulama-ulama Yahudi. Keyakinan pada karya Roh Kudus memang menjadi satu-satunya mengapa mereka tidak takut. Sebab dalam keyakinan mereka pada Roh Kudus, semua yang mereka takuti akan sirna.
Perasaan tidak takut pada larangan ulama-ulama ini, membuat ulama-ulama semakin sakit hati. Apalagi pemberitaan tentang kebangkitan Kristus menjadi berita utama di Yerusalem dan respon umat pada pemberitaan ini semakin meningkat diikuti pula dengan tanggapan umat untuk beriman pada Kristus.
Tak heran apabila mereka mencari upaya untuk menghabisi Rasul-rasul ini. Dengan eksodus dari keyakinan lama dan hijrah pada keyakinan yang baru, maka akhirnya umat baru yang bergabung ini menjadi satu perkumpulan yang sangat besar.
Apakah para Rasul Yesus ini ingin membuat agama tandingan versi Roh Kudus? Atau jangan-jangan kata-kata Yesus, “Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.” (Luk 5:37-38).
ini yang mendobrak mereka untuk keluar dari umat Perjanjian Lama dan mau membentuk umat Perjanjian baru? Iya.
Akan tetapi, dari nada kata-kata Yesus ini, bisa dipastikan bahwa bukan para Rasullah yang pertama-tama untuk membuat umat Perjanjian Baru, melainkan atas kehendak Allah sendiri melalui kata-kata bernas tadi. Allah yang melakukan revolusi iman terhadap Perjanjian Lama dan membentuk persekutuan baru yaitu, umat Perjanjian Baru.
Apa alasan Dia melakukan revolusi seperti ini? Mungkin karena Dia tahu, siapa itu manusia?
Manusia adalah yang mau sesukanya sendiri, susah diatur, mudah baper, tersinggung, irihati, sakit hati, sombong dan semacamnya. Dan barangkali segi negatif inilah yang menjadi alasan bagi Allah untuk menghadirkan Anak-Nya kepada publik.
Dengan tujuan biar publik tahu bahwa menjadi manusia mesti perilaku hati pikiran dan hidupnya sama seperti yang diperbuat oleh Anak-Nya.
Dengan kata lain, kehadiran Anak-Nya adalah bentuk kritik bagi umat Perjanjian Lama dengan maksud biar mereka bisa berubah menjadi umat Perjanjian Baru. Namun, maksud baik ini pun, direspon mereka dengan sikap perlawanan. Lagi-lagi tujuan baik bisa mental manakala hati manusia sudah membatu.
Renungan: “Oleh karena Aku tahu, bahwa engkau tegar tengkuk, keras kepala dan berkepala batu” (Yes 48:4), Maka Aku mengutus Putera-Ku, supaya kamu bisa belajar hidup daripada-Nya.”
Bagaimana responku terhadap pewartaan sabda Allah?
Tuhan memberkati.
Apau Kayan, 2.52019