YESUS menegur Petrus yang tidak sependapat dengan sabdaNya: ”Enyahlah Iblis… sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah.”
Bukankah kita juga sering mengalami diri tidak setuju dengan pendapat atau keputusan Tuhan? Misalnya, saat keinginan tidak terkabul atau mimpi-mimpi kita tidak terwujud.
Pada saat itu, bukankah kita bertanya: Tuhan maunya apa sih? Kenapa kita tidak lantas bertanya “kira-kira apa ya yang dipikirkan Allah?”
Dua ciri
Menurut saya, untuk tahu apa itu yang dipikirkan Allah ada dua cirinya:
- Satu, jauh dari ide demi kepentingan diri/kelompokku semata.
- Dua, jauh dari menuduh, menyalahkan, menjelekkan, apalagi menisbikan, meniadakan pihak lain. Artinya, apa pun itu, – pribadi, keluarga, SARA, negara, bangsa- kalau fokus atau tujuan utamanya demi kepuasan egoku, demi kepentingan pribadi, kelompokku, hampir pasti itu bukan yang dipikirkan Allah.
Apa pun kalau nada, warna, maksud, tujuan apalagi isinya cenderung mendiskreditkan, menendang pihak lain, pasti itu juga bukan yang dipikirkan Allah. Sebab yang dipikirkan Allah arahnya selalu ke luar dari diri kita, demi kebaikan, kebahagiaan, keselamatan manusia dan dunia.
Lihat saja misalnya, apa yang ada di bumi ini, (di perut bumi, di muka bumi, di dalam air, di udara) sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kebahagiaan, -kesejahteraan- manusia; andai saja tidak ada orang-orang egois, serakah mengedepankan kepentingan dirinya atau kelompoknya.
Penjajahan misalnya, kecuali memupuk, menumpuk kekayaan untuk dirinya, sekaligus adalah mendiskreditkan, bahkan terang-terangan meniadakan bangsa/orang lain.
Peperangan, yang mengumbar nafsu demi dirinya, kelompoknya, dan mencelakai orang lain, pastilah bukan yang dipikirkan Allah.
Dalam lingkup Indonesia, negara dan tanahair kita, pun demikian. Andai tidak ada orang-orang yang demi egonya serakah, memperkaya diri dengan membodohi, mengelabui, minterin orang lain, sesama bangsa sendiri, sebenarnya kekayaan alam Indonesia kita cukup untuk mensejahterakan bangsa Indonesia, dengan 700 lebih sukunya.
Yang dipikirkan Allah, dalam konteks dunia, adalah bagaimana manusia di muka bumi ini bisa hidup bahagia dan sejahtera. Misalnya bagaimana negara-negara di belahan bumi utara dapat berbagi kekayan dengan negara-negara di belahan bumi selatan.
Dalam konteks Indonesia, bagimana rakyat Indonesia di bagian timur dapat memperoleh akses dan pemenuhan kebutuhan yang sama dengan rakyat Indonesia yang bagian barat. Atau di pulau-pulau lain dapat memperoleh akses sama dengan yang di Pulau Jawa misalnya.
Pertanyaannya, mengapa Allah membiarkan adanya orang-orang yang memikirkan apa yang dipikirkan manusia.
Alasannya jelas. Tuhan telah memberikan anugerah terbesar bagi manusua. Yakni kebebasan. Manusia bebas melakukan apa yang dipikirkan manusia, maupun melakukan apa yang dipikirkan Allah.
Hebatnya cinta Tuhan terlihat dalam kepedulianNya menegur kita, manakala kita melakukan apa yang dipikirkan manusia, dan tidak melakukan apa yang dipikirkan Allah. Tuhan pasti akan menegur kita dengan cara-Nya sendiri.
Sama seperti Tuhan Yesus menegur Petrus. Kepada setiap orang pun sebenarnya Tuhan pasti juga sudah, sedang dan akan selalu menegur. Masalahnya, sering kali kita tidak sadar bahwa teguran itu, bentuk, wujud, waktunya berbeda-beda.
Petrus ditegur dengan kata-kata menyakitkan hati: Enyahlah Iblis. Teguran-teguran Tuhan itu yang membuat Petrus jadi rasul hebat di kalangan orang Yahudi.
Saulus yang mengejar-ngejar para pengikut Kristus, ditegur dengan cara di-buta-kan matanya. Setelah itu Saulus yang berganti nama menjadi Paulus, jadi rasul bangsa-bangsa di luar bangsa Yahudi.
Di zaman ini pun, sering kita baca di medsos. Seorang konglomerat kaya raya, disapa Tuhan, ketika dia menyaksikan, merasakan hati seorang anak yang menangis sangat bahagia menerima sumbangan kursi roda darinya. Dia sangat tersentuh oleh ungkapan hati nan asli anak tersebut.
Belum lama saya dengar juga seorang milyader lain yang juga kaya. Tumpukan uangnya berbukit-bukit, tetapi ketika ibunya sakit dan dia tidak bisa menyembuhkan sakit ibunya, dengan uangnya.
Itulah saat ketika Tuhan menegur orang yang beruang segudang itu.
Jadi sebaiknya kita membiasakan diri untuk senantiasa bertanya: kira-kira apa ya yang dipikirkan Tuhan?
Kebiasaan kedua yang perlu kita bangun adalah menyiapkan diri, terbuka hati budi kita terhadap teguran Tuhan.
Tujuannya adalah agar ketika Tuhan menegur, kita siap dan dapat menyadari, memahami lantas mengubah diri demi kebaikan sesama dan dunia.
Siapa tahu, sebenarnya Tuhan sudah, sedang dan akan menegur kita.
Kiat
Jika belajar dari contoh-contoh di atas, waspadai saat-saat kita sakit hati (Petrus), sakit lahir batin (Paulus), saat – orang dekat-lain – sakit (konglomerat).
Ada atau besar kamungkin di “saat sakit” itu adalah saat ketika Tuhan menegur kita, untuk berpikir sepeti Allah berpikir.
YR Widadaprayitna
Mat 16: 21-27
H 230907 AA
alovingchristianfamily