“Siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi sehingga berkelimpahan, tetapi siapa yang tidak mempunyai apa pun… akan diambil.”
Kesan apa yang timbul dari perikope itu? Tidak adil ya? Apa Tuhan itu tidak adil?
Sesungguhnya dalam realita hidup nampaknya memang begitu. Yang sudah punya malah dapat tambahan lagi; yang tidak punya masih diambil lagi. Tidakkah kita juga selalu mencoba begitu.
Kepada mbok-mbok penjual di pasar kita masih menawar. Kalau di supermarkat, pernah menawar kah?
Malu bukan. Di pasar tanpa malu kita menawar, meskipun dandanan dan tas kita mahal. Bukankah di masyarakat, kita menyaksikan bahwa “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin”.
Yang punya banyak uang ketika kena kasus hukum. tidak dihukum berat. Yang miskin, diperas sana-sini hingga makin miskin. Apa kita masih mau ngaku punya kasih atau kebaikan?
Contoh orang yang mempunyai kasih dan kebaikan adalah Ibu Teresa dari Calcutta. Makin hari makin baik orang, hati dan budinya. Dalam hal ini Pak Jokowi juga masuk kategori ini. Contoh orang jahat adalah Hitler. Konon, ceritanya makin hari makin jahat. Ada juga psikopat-psikopat jahat. Makin hari makin jahat.
Di sekililing kita pun ada. Ada orang baik dan ada orang jahat. Kita juga sering ketemu orang baik, yang dalam banyak hal atau dalam segalanyanya kok ya baik. Misalnya dia gak pernah menghitung-hitung: harta miliknya, waktunya bahkan dirinya, pun hidupnya diberikan untuk melayani sesama.
Seakan dia hanya tahu memberi, dan memberi, tak peduli apa kan kembali. Orang macam ini tidak hanya murah hati dan murah rezeki. Ia amat murah dan mudah untuk berbagi. Sebaliknya juga banyak kita temui.
Pertanyaannya: kita mesti bagaimana?
Sebaiknya kita berupaya masuk dalam kategori “mempunyai kebaikan”.
Kebaikan itu bisa berarti punya kepedulian, punya kerelaan untuk berbagi. Biar Tuhan yang akan menambahkannya, hingga berkelimpahan kebaikan.
Dalam bahasa kristiani kita mesti punya kasih.
Semua sebaiknya, mulai dari diri sendiri. Seberapa besar kupunya kasih. Seberapa besar kerelaan kita tuk berbagi.
Kasih itu memberi, termasuk memberi ampun, terutama saat kita dituntut untuk mengampuni dan posisi kita tidak butuh memngampuni.
Masihkah mau mengampuni: orangtuaku, saudaraku, pasanganku, keluargaku, sahabat temanku?
YR Widadaprayitna
Mat 13:10-17
H 230727 AA