Embun Hati – Talentamu, Panggilanmu

0
174 views
Ilustrasi: Romo Kandjeng Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dalam sebuah kesempatan berpidato di depan umum. (Ist)

Talentamu, Panggilanmu

Bagamana Anda memaknai “talenta” dalam hidup ini ?
Umumnya, orang memaknai talenta sebagai “bakat/kemampuan” yang diberikan Tuhan pada kita masing-masing. Bakat ini unik dan spesifik. Tak dapat dijadikan alasan untuk iri hati. Sebetulnya juga gak boleh jadi alasan untuk sombong diri. Sebab, bakat itu tak pernah dianugerahkan Tuhan demi dirinya sendiri, tetapi selalu demi kebaikan sesama dan dunia.

Sebenarnya maksud dan tujuan panggilan dan talenta itu sama. Maka, memaknai panggilan mestinya juga sama dengan memaknai “talenta”. Setiap panggilan itu juga unik dan spesifik. Kecuali itu, setiap panggilan tak mungkin tanpa pengutusan. Panggilan juga terkait erat pada sejarah.

Panggilan melekat pada zaman, karena pengutusan juga mau menjawab kebutuhan jiwa dan dunia kala itu. Panggilan Abraham, panggilan Musa, panggilan Nabi Yesaya, Nabi Yeremia berbeda-beda, maka pengutusannya juga berbeda.

Santo Antonius, Santo Dominikus, Santo Fransiskus, Santo Ignatius dipanggil dan diutus demi jiwa dan dunia pada masa itu. Para pengikutnya mesti menerjemahkan, memperbarui panggilan tersebut pada setiap masa; di zaman yang berbeda pula.

Dalam konteks ini berarti panggilan dan pengutusan awam ibu berbeda dengan panggilan dan pengutusan imam, biarawan-biarawati, rohaniwan-rohaniwati. Dengan demikian, kita juga mesti meyakini bahwa pengutusan imam, biarawan, dan awam itu berbeda.

Lebih daripada meyakini, kita mesti menghayatinya. Masing-masing punya keunikan, punya kekhasannya sendiri. Sebetulnya juga tak ada alasan untuk meninggikan yang satu atau merendahkan yang lainnya.

Seperti talenta, setiap panggilan itu unik dan spesifik. Maka juga tak ada alasan untuk minder atau rendah diri bagi awam yang aktif menjalani pengutusannya di medan dunia, jika ia tak dapat terlibat di medan Gereja. Panggilan dan pengutusannya berdeda.

Pada hemat saya, rupanya terjadi penafsiran yang keliru, hingga persepsinya keliru juga. Persepsi yang menyimpulkan bahwa, medan karyanya ada di seputar altar atau mimbar. Bahkan kalau sudah pensiun sekalipun, talenta yang diberikan sebagai awam masih dapat menjawab panggilan dan pengutusannya sebagai awam.

Untuk itu, persepsi awam semacam ini perlu dikoreksi. Agar talenta, panggilan dan pengutusannya dikembangkan maksimal. Kalau Anda guru, jadilah pendidik sejati sampai akhir hayat. Jadilah dokter sampai tak berdaya. Jadilah seniman sampai tua renta. Jadilah politikus sampai jiwa ragamu aus. Jadilah pebisnis, entrepreneur hingga akhir hayat.

Talenta awam
Meskipun Konsili Vatikan II sudah 60 tahun lalu telah merumuskan dengan jelas dan tegas (Lumen Gentium, art, 30-33), apa itu awam, panggilan dan pengutusan awam, namun keunikan dan ke-khusus-an itu sampai hari ini belum mewujud nyata.

Umat, di bawah kepemimpinan hirarki belum membuat -apalagi melakukan distingsi- yang jelas dan tegas. Karena distingsi, diksi, motivasi panggilan awam dan biarawan tidak atau belum jelas, maka tidak heran kalau motivasi dan aksi awam juga belum jelas.

Pengutusan awam dan biarawan itu sampai saat ini masih saling bertautan belum terbedakan. Banyak awam yang masih meyakini bahwa panggilan dan pengutusannya ya di sekitar altar. Padahal altar dan mimbar itu talentanya para imam, biarawan-rohaniwan. Talenta dan medan pengembangan awam, umat pada umumnya berbeda: di tengah dunia.

Panggilan khas awam ada di tengah dunia. Kekhasan panggilan awam adalah ke-duniawi-annya. Tetapi seberapa besar Anda, saya, dan umat pada umumnya, menyadari paggilan khas ini?

Kalau sudah sadar, pertanyaannya, seberapa dalam Anda, umat menghayatinya? Kalau di tingkat kesadaran akan panggilan ini belum terjadi, maka tidak usah heran kalau di tingkat pengutusan juga belum nampak, apalagi dampaknya.

Ini yang sering terjadi, umat bingung, atas pengutusannya di medan dunia.

Banyak umat yang merasa lebih nyaman aktif di lingkungan Gereja, bahkan di seputar gedung gereja, daripada di lingkungan masyarakat. Lebih bangga aktif di sekitar “altar”, daripada kiprah di “pasar”.

Mimbar dan altar bukan medan karya awam. Awam mesti mengembangkan talentanya di medan dunia: RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, dst adalah medan karya awam. Kepanitiaan di lingkup masyarakat: Pilpres, pilkada, pileg dan bahkan nyaleg adalah undangan kepada awam untuk mengembangkan talenta hingga berlipat lipat.

Mgr, Albertus Soegijapranata SJ melahirkan ide membentuk “kring” (sekarang disebut lingkungan). Dengan tujuannya agar Gereja -lewat kaum awam- memasyarakat. Tetapi, kini, justru di kring pun kegiatannya didominasi dengan ibadat: Adven, Prapaska, Bulan KS, dikemas dalam bentuk ibadat.

Apa ini mengembangkan talenta umat yang super kaya itu?

Dunia itu medannya terlalu luas. Ambil saja misalnya sospolekbud, bisnis, profesi, seni kreasi, suku RAS. Di sanalah letak medan karya para awam. Panggilan khas awam ada di sana. Pengutusan awam pun di sana medannya. Di dan ke sana pula talenta awam mesti dikembangkan.

Talenta tak pernah demi dirinya sendiri. Talenta, panggilan dan pengutusan, itu unik dan spesifik itu dimaksudkan demi lebih baiknya sesama dan dunia (pro bono mundo hominibus). Jika tidak untuk itu sebenarnya kita, Anda dan saya, yang awam ini, termasuk masih “menyimpan atau memendam talenta”.

Dalam sejarah negeri kita, dunia awam talenta yang dikembangkan oleh J Kasimo, Harry Tjan Silalahi, Frans Seda, dr. Ben Mboy, Benny Moerdani, Ignatius Jonan. Dan tentu saja juga Yos Sudarso, Ignatius Slamet Riyadi, Adisucipto, dan tentu masih banyak lagi. Semuanya dengan satu kriteria: yang talentanya sungguh dikembangkan.

Mereka hidup dan ada di sekitar kita yang aktif dunia, medan karyanya sungguh nyata. Bahkan saat ini, ada begitu banyak ibu dan bapak, orang biasa dan sederhana yang tak dikenal -apalagi diakui sesama- namun mereka benar-benar mengembangkan talentanya sebagai awam. Mengembangkan talenta memang tak perlu apresiasi manusia, sebab itu haknya Tuhan.

Bagaimana dengan kita, Anda dan saya? Seberapa besar talenta kita sebsgai awam telah dikembangkan ?

YR Widadaprayitna
H 231119 AA
Mat 25: 14-30

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here