SUMBER hidup kita berasal dari Tuhan, tergantung, dan melekat erat dalam persatuan yang mesra hanya dengan Dia. Ibaratkan ranting tergantung pada pokok. Jika ranting lepas dari pokoknya, maka ia akan mati.
”Demikian halnya dengan panggilan kita sebagai biarawan, biarawati,” ungkap Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus dalam Perayaan Ekaristi merayakan pesta hidup membiara enam Suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC).
Prelatus asal Lintang Kapuas di Keuskupan Sanggau ini memberi pesan kepada seluruh biarawan, biarawati dan imam yang hadir secara khusus para jubilaris. Dalam menjalani panggilan khusus ini, kata beliau, kita harus konsekuen dengan sumber atau pokok dari mana kita berasal.
“Kita ini adalah ranting-ranting yang hanya bisa hidup dan berkembang jika tetap konsekuen melekat pada pokok utama kita yakni Yesus. Setiap religius dalam karya, tindak tanduk, dan tutur kata hendaknya bertindak konsekuen sesuai dengan darah yang mengalir dalam dirinya dari pokok utama, agar ia tetap hidup,” ungkap Mgr. Agus.
Hadir pula di altar turut dalam misa konselebrasi Uskup Agung Emeritus Mgr. Hieronymus Bumbun OFMCap, Pastor Gabriel Marsel OFMCap, Pastor Leo OFMCap, Pastor Julius Lingga OFMCap, Pastor Josep Jawa OFMCap, Pastor Robert OFMCap dan Pastor Isac MSA.
Enam suster jubilaris
Perayaan syukur atas kesetiaan yang telah dirajut dalam komitmen pribadi untuk membaktikan seluruh hidup demi Kerajaan Allah seumur hidup ini berlangsung meriah pada 27 Oktober 2018 di aula Persekolahan Suster Pontianak.
Berikut nama para jubilaris yang berbahagia;
- Sr. Accursia Widyarti SFIC: 60 tahun hidup membiara.
- Sr. Emiliana Kimlan SFIC: 50 tahun hidup membiara.
- Sr. Albina Indok SFIC: 25 tahun hidup membiara.
- Sr. Yasinta Rita SFIC: 25 tahun hidup membiara.
- Sr. Sesilia Yiyi SFIC: 25 tahun hidup membiara.
- Sr. Anusiata Sapina SFIC: 25 tahun hidup membiara
Kisah panggilan enam suster jubilaris SFIC ini menjadi kesaksian yang membuat bangga. Yakni, di zaman modern seperti ini masih ada sekelompok kaum berjubah yang dengan gigih berjuang memeluk dan menghayati hidup membiara sebagai panggilan yang membahagiakan.
Kendati harus diakui bahwa mereka pun mengahadapi kesukaran dan tantangan. Usia boleh beranjak tua, namun semangat jangan lapuk oleh perjalanan usia.
Kisah dan kesaksian
Sekelumit kisah menarik para suster dalam kiprahnya mengarungi medan pastoral dan karya misi selama 60-50 dan 25 tahun diungkapkan oleh Suster Pimpinan Umum SFIC Sr. Adriana Tony SFIC.
Suster yang kini tinggal di Generalat SFIC Tagaytay City Filipina ini hadir memberi semangat kepada para suster SFIC di Provinsi Indonesia, secara khusus bagi para jubilaris.
Dalam sambutannya, Suster Pemimpin Umum mengatakan dia mengenal Sr. Accursia Widyarti SFIC sepanjang perjalanan panggilannya di pembinaan Postulan-Novis dan di Dewan Pimpinan Umum dalam tiga periode selama 12 tahun.
“Saya mengenal Sr. Accursia karena saya adalah salah satu novis yang pernah dibinanya di Novisiat,” ungkap biarawati asal Paroki Balai Sebut, Keuskupan Sanggau ini.
Meskipun fisik suster sekarang sudah lemah di usia yang ke-82 ini, namun beliau masih menghasilkan buah-buah bagi Kongrgasi, berperan aktif sebagai formator.
“Sr. Accursia saat ini masih memberi pelajaran kepada para Postulan dan Novis,” ungkap Sr. Adriana.
Sr. Emilia Kimlan SFIC merayakan 50 tahun hidup membiaranya. Sepanjang perjalanan panggilannya, ia banyak bertugas di karya pendidikan sebagai guru dan kepala sekolah. Sekarang suster sudah pensiun, namun masih menjadi penanggungjawab kamar cuci.
Keempat suster yang merayakan 25 tahun ini masih sangat yang enerjik, penuh semangat.
- Sr. Albina SFIC sekarang bertugas menjadi Pemimpin Komunitas dan Pembina Asrama Paroki Pusat Damai, Keuskupan Sanggau.
- Sr. Yasinta SFIC saat ini bertugas di Toraja, Sulsel, menjadi guru.
- Sr. Sesilia SFIC bertugas di Paroki Fransiskus Assisi, Tebet, Jakarta Selatan.
- Sr. Anunsiata SFIC menjadi perawat di Rumah Sakit St. Vincentius Singkawang.
Pontianak: Hidup Membiara 60, 50, 25 Tahun sebagai Suster Biarawati SFIC (1)
Mewakili para suster jubilaris, Sr. Accursia SFIC mengisahkan bahwa ketika masih menjadi Pemimpin Umum di Veghel, Negeri Belanda, ia sempat mengungkapkan keprihatinannya bahwa panggilan di sana sudah tidak ada lagi. Bahkan generasi sekarang tidak mengenal lagi siapa itu suster/biarawati.
“Ketika di Belanda, saya pernah bertemu dengan dua anak kecil. Mereka heran melihat saya kemudian nyeletuk, “Kamu ini apa? Kami harus menyebut kamu apa?,”ungkapnya sembari berharap bahwa pengalaman seperti itu jangan sampai terjadi di sini.
“Saya mengundang remaja putri yang hadir di sini mari menjawab panggilan Tuhan. Tidak menutup kemungkinan juga bagi Anda yang sudah bekerja,” ungkapnya seraya berkisah bahwa ia juga sudah berkarier sebagai guru ketika memutuskan untuk masuk biara.
Sr. Irene selaku Provinsial juga dalam sambutannya mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan semua unit karya asuhan para suster SFIC yang turut terlibat mensukseskan kegiatan ini. Ia berharap bahwa dengan peristiwa penuh syukur hidup membiara para jubilaris menjadi teladan bagi para suster muda termasuk dirinya untuk tetap memelihara komitmen untuk setia kepada pilihan yang dilakoni.
Setelah berkat penutup acara dilanjutkan dengan ramah tamah dan hiburan yang dibawakan oleh para suster Postulan dan Novis, suster Yunior dan Medior.
Mgr. Agustinus Agus Pr turut mempersembahkan suara emasnya dengan tembang-tembang andalannya.
Kisah Hidup: Komitmen Jujur dan Ketepatan Matematis Sr. Accursia Widyarti SFIC