SEPULUH tahun memburu Osama bin Laden baru membuahkan hasil, ketika CIA berhasil menangkap kaki tangan kelompok Al Qaeda yang belakangan membuka mulutnya membeir tahu ada orang super penting bernama Abu Ahmed al-Kuwaiti. Orang ini bukan figur sembarangan, karena dia adalah kurir Osama bin Laden.
Memburu Ahmed al-Kuwaiti membawa dua agen lapangan CIA di Pakistan lantas merapat ke Abbotabat, tempat persembunyian Osama yang rupanya berada tak jauh dari kompleks Akademi Militer dan lokasi permukiman para jenderal Pakistan.
Operasi intelijen dimulai dengan mencari data dan informasi. Kategorinya harus A-1 alias mendekati kebenaran faktual di lapangan. Dalam hal ini, CIA memang ahlinya karena segala peralatan canggih –mulai dari teknik penyadapan, penyamaran—bisa dengan mudah dilakukan. Penunjangnya ada dua faktor: dana tak terbatas dan kecanggihan teknologi.
Dari dua agen lapangan CIA di Pakistan inilah, informasi A-1 tentang keberadaan Osama bin Laden akhirnya bisa dipastikan. Baru di sinilah, medan operasi intelijen arahan Langley, Virginia –markas besar CIA—kemudian berderap maju menjadi medan operasi militer.
Operasi militer sebenarnya hanyalah opsi ketiga, selain opsi lain untuk melenyapkan Osama. Misalnya saja, seperti kata Vivian Hogin –analis senior anti terror di CIA—bisa saja dilakukan serangan udara dengan roket atau bom. Namun, demi sebuah kepastian bernama barang bukti, operasi militer di darat adalah opsi terbaiknya.
Syukurlah, Pentagon dan Gedung Putih akhirnya memberi lampu hijau. Team tangguh Navy Seal pun disiapkan.
Setelah melalui serangkain latihan dengan medan operasi yang dibuat nyaris sama dengan lokasi permukiman persembunyian Osama, akhirnya operasi militer itu pun digelar.
Beban sejarah: Operasi Eagle’s Claw yang gagal
Namun, nafas panjang sempat terhempas keras dari para pejabat CIA yang turut memantau jalannya operasi itu. Gagalnya operasi militer Eagle’s Claw oleh US Army untuk membebaskan sandera politik di Teheran dari tangan para mahasiswa Iran menghantui mereka, terutama setelah pesawat angkut helikopter Stallker terpaksa mendarat darurat karena dihujani tembakan dari bawah.
Itu tak membuat masalah, karena semua kru dan anggota pasukan selamat. Maka, operasi jalan terus. Apalagi, tak satupun anggota Navy Seal cidera dalam maneuver pendaratan darurat itu.
Melalui night vision google, sederet anggota Navy Seal merangsek masuk dan mulailah dar-der-dor mencari target sasaran mereka: Osama bin Laden. Tak berapa lama, komandan mereka pun berteriak Geronimo ….killed in action.
Satu menit kemudian, di atas udara di perbatasan Pakistan-Afghanistan ketika helikpoter Stalker lain membawa pulang pasukan Navy Seal ke base ops-nya, maka dengan penuh keyakinan Presiden Barrack Obama pun berpidato riang: Osama bin Laden telah tewas oleh pasukan AS.
Sebagai film yang mendramatisir operasi penangkapan Osama bin Laden, Code Name: Geronimo tidak seheboh dengan berita tentang bagaimana berhasilnya CIA menjejak keberadaan Osama. Juga tidak seheboh foto lansiran Gedung Putih dimana Presiden Obama bersama para pejabat tinggi AS mengikuti langsung operasi penyerbuan di Abbotabat itu melalui layar monitor intai.
Film ini biasa saja. Dan lebih menggelikan lagi, di tengah latihan persiapan penyerbuan masih saja Hollywood masih nekad menyuguhkan adegan duel antara dua anggoa Navy Seal hanya karena masalah cewek. Aing-aing saja John Stockwell yang menjadi tulang punggung dalam mengemas film ini.