YANG ditawarkan sungguh-sungguh serius. Pesannya serius, sebuah pesan kemanusiaan. Kemanusiaan itu mau ditampilkan dalam kekayaan dimensi dan bagian-bagiannya. Ada urusan berpikir. Ada urusan merasa. Ada urusan bangga atau kecewa, suka atau duka, gembira atau sedih, marah atau simpati, lega atau bahkan ‘nggondhuk’.
Itulah potret manusia, siapa pun dia: yang menjajah atau yang dijajah, yang berkuasa atau yang ditindas, yang beruntung atau yang buntung.
Yang digambarkan pun dapat menjadi cermin situasi kondisi aktual. Potret kehidupan manusia dalam keberagaman ditawarkan tanpa menggurui, tanpa berprasangka. Saya merasa diberi kemerdekaan untuk menafsirkannya dan menjadikannya cermin bagi hidup pribadi: siapakah aku ini?
Saya juga merasa dapat menikmati film ini sebagai sebuah aliran arus kehidupan. Sederhana, tak usah dahi berkerinyit untuk memahami adegan yang ditawarkan. Mengalir, tak usah merasa bosan dan jengah untuk menanti dan mengikuti adegan-adegan selanjutnya; untuk beberapa adegan rasanya memang masih terlalu pendek atau terlalu cepat.
Pribadi-pribadi tampil utuh. Tak ada orang yang isinya baik melulu atau sebaiknya jahat melulu. Tak ada yang kasar dan berangasan saja tetapi selalu ada sisi kehalusan rasa dan batin.Bahkan orang yang konyol sekali pun dapat menjadi bagian dari kehidupan bersama.
Kekerasan
Ada banyak adegan kekerasan dalam film ini. Kekerasan hati, kekerasan kata-kata, malah juga ada perlakuan atau perbuatan yang keras. Pengolahan yang cerdik dan teliti, membuat kekerasan-kekerasan itu tetap terasa seolah mengajak hati untuk meng-iya-kan adanya kekerasan, termasuk menjadi dorongan untuk melakukan kekerasan yang serupa.
Namun, penataan adegan, sound effect dan musik yang serasi membuat adegan kekerasan itu menjadi penyadaran ada dan bertumbuhnya kekerasan dalam hati namun yang sekaligus dapat ditata agar tidak berlanjut pada kekerasan. Setiap orang yang melakukan kekerasan adalah orang-orang yang pantas dikasihani.
Perasaan-perasaan senang, susah, tetapi juga khususnya rasa haru yang dibangun juga terolah dengan apik, sehingga saya tidak merasa diajak untuk menjadi cengeng atau didorong untuk bertindak konyol. Malahan untuk dengan penuh syukur menggunakan setiap rasa itu sebagai tenaga dan dorongan untuk semakin meluhurkan martabat saya dan martabat sesama.
Saya suka menikmati aneka film James Bond, khususnya dengan peran utama Roger Moore dan film-film Jackie Chan, antara lain karena segi-segi kemanusiaan diolah dalam kemasan entertainment, meskipun dalam film-film James Bond ketegangan-ketegangan yang ditampilkan kadang berlebihan. Film Soegija pasti sangat berbeda dengan film-film itu. Namun, saya merasa cara dan tekniknya terolah secara cerdas dalam film ini.
Pesan-pesan luhur dan mulia yang berlaku bagi semua orang di dunia ini saya terima melalui adegan-adegannya, dan saya menikmatinya sampai … tiba-tiba…. selesai….
Terima kasih kepada semua yang telah menyelenggarakan dan mempersembahkan film ini.
Link: