NYAWA manusia benar-benar ada di tangan pilot dan Tuhan. Begitulah kira-kira saya ingin menafsir setiap kali terbang dengan pesawat. Kalau pilot berlaku ceroboh dalam mengemudikan pesawat, maka kejatuhan pesawat bisa menjadi niscaya.
Kalau teknisi berbuat ceroboh atau sistem dalam pesawat mengalami error, maka kecelakaan berupa pesawat jatuh atau menabrak gunung sudah pasti akan terjadi.
Andaikan bahwa semuanya itu beres. Juga, pilot dianggap andal, karena punya jam terbang tinggi. Maka, kondisi cuaca ikut juga menentukan apakah penerbangan itu akan bisa selamat atau tidak.
Cuaca atau gumpalan awan jenis tertentu kadang menjadi momok menakutkan bagi setiap pilot. Karenanya, informasi cuaca, arah dan kecepatan angin menjadi krusial dalam setiap penerbangan.
Kuasa Yang tak Terbatas
Film The Captain berkisah tentang hal-hal di atas. Namun, ada satu hal yang jarang terekspose di sini yakni “kuasa” Tuhan yang tidak menghendaki terjadinya kecelakaan pesawat terbang, meski badan pesawat itu sampai terguncang hebat dan isinya porak-poranda karena terkena badai turbulensi.
Film yang dirilis oleh Andrew Lau sebagai sutradaranya itu mengetengahkan kisah nyata yang menimpa pesawat milik maskapai Sichuang Airlines di Tiongkok.
Pesawat berbadan lebar dengan nomor penerbangan 8633 itu meninggalkan bandara lokal menuju ke Tibet. Namun dalam penerbangannya yang hampir mendekati titik pendaratan, badai turbulensi menghantam pesawat Airbus baru ini.
Drama “menyelamatkan” penerbangan inilah kisah pokok film bertitel The Captain ini. Sedikit didramatisir memang, sekalipun kisah dalam film ini berangkat dari peristiwa beneran.
Meski badai turbulensi mengguncang hebat dan menghantam pesawat hingga seluruh isi dalam perut pesawat itu jadi kocar-kacir, Sang Pilot –the Captain—berhasil mengatasi situasi sulit. Di ujung cerita, dia berhasil juga mendaratkan pesawatnya dengan baik di tengah segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi.
Di sini, kita bicara ada faktor di luar kemampuan manusia yang turut “campur tangan” telah menyelamatkan penerbangan Sichuan Airlines ini.
Menurut hitung-hitungan teknis dan ilmiah, kasus yang menimpa Sichuan Airlines itu tergolong sangat “istimewa” dalam artian bisa selamat, meski badai turbulensi menggoncang hebat.
Tentu, keahlian pilot yang andal dan berpengalaman ikut andil besar dalam “menyelamatkan” penerbangan ini.
Lainnya barangkali adalah “mukjizat” – “tangan-tangan tak kelihatan” yang membuat penerbangan ini tetap selamat, meski harus melakukan pendaratan darurat di bandara terdekat.
Hingga hari ini, pihak otoritas penerbangan Tiongkok tidak pernah merilis hasil investigasi insiden badai turbulensi yang menghantam Sichuan Airlines ini.
Akibatnya, tidak pernah diketahui pasti apa yang menjadi “sumber keberhasilan” Sang Pilot hingga pesawatnya tidak jatuh terkena badai turbulensi hebat dan berhasil mendaratkan pesawatnya dengan selamat melalui protokol pendaratan darurat.
Sebagai tontonan yang sengaja dibuat dengan sedikit dramatisasi, The Captain mampu menyuguhkan ketegangan bagi penonton. Setidaknya, berdoa sebelum terbang itu ada gunanya.