Film “The Death of Stalin”, Permainan Watak dalam Bingkai Satire yang Menawan

0
755 views
Resensi film "The Death of Stalin" (Ist)

NAMANYA Joseph Stalin. Di bekas negara USSR alias Uni Soviet, nama ini ibarat ‘dewa’ yang sangat dipuja dan dihormati semua lapisan masyarakat. Stalin adalah nama sakral yang dikeramatkan. Ia menjadi penguasa USSR era tahun 1920-1953. Karena itu, kematiannya juga menyentak banyak orang.  Tak terkecuali, juga para elite di Kremlin dan masyarakat dari level atas sampai bawah.

The Death of Stalin yang dirilis tahun 2017 menggambarkan hal itu. Utamanya, wajah politik USSR pasca kematiannya, ketika elite di Kremlin diam-diam saling bersaing untuk menjadi ‘orang yang pertama’ di Negeri Beruang Merah ini.

Pertarungan politik

Adalah Mendagri Lavrentiy Beria (Simon Russell Beale) yang sangat berambisi merebut peluang jadi pemimpin nomor satu di USSR setelah kematian Stalin. Ia menggandeng Georgy Malenkov (Jason Isaacs) dan mencoba mempengaruhinya sebagai pecundang meski ia setuju mendudukannya sebagai pengganti Stalin.

Di sisi lain ada Nikita Khrushchev (Steve Buscemi) yang juga berambisi duduk di kursi nomor satu, sembari diam-diam menjalin aliansi baru dengan Menlu Vyacheslav Molotov (Michael Palin) yang hendak disingkirkan Stalin atas usulan Beria.

Konflik kepentingan politik dan kekuasaan di Kremlin inilah yang dikemas sangat apik oleh Armando Iannucci, pembesut film The Death of Stalin yang dibingkai dalam format satir politik. Maka yang tersaji bukan saja  intrik politik tingkat tinggi, juga kekonyolan-kekonyolan yang membingkai karakter masing-masing elite di Kremlin.

Satir politik ini muncul dalam bentuk dialog-dialog bermuatan politik namun terumuskan dalam kata-kata kasar dan banyolan politik yang kadang takkan pernah muncul di panggung politik publik. Dalam hal ini, penulis skenario bolehlah dibilang jenius ketika berhasil mengadopsi kalimat-kalimat sarkastis itu muncul dari mulut Beria dan Khrushchev, dua tokoh utama yang memikat perhatian.

Dilarang diputar

Stalin telanjur diformatkan sebagai yang sakral. Pasca kematiannya telah membawa Kremlin ‘dihantui’ pertarungan politik tingkat tinggi di kalangan elite politik di Mokswa. Itulah sebabnya, meski hanya sebuah film satir politik, The Death of Stalin tidak berhasil mendapatkan tiket masuk untuk diputar di Rusia, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan.

Namun, di jaringan komunikasi nirkabel, The Death of Stalin tetaplah memukau untuk ditonton.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here