Kamis, 10 April 2025
Kej. 17:3-9.
Mzm. 105:4-5,6-7,8-9.
Yoh. 8:51-59
SEJAK awal sejarah manusia, maut adalah kenyataan yang tak terhindarkan, sebuah misteri yang menakutkan, membayangi setiap kehidupan.
Ketakutan akan kematian bukan hanya soal tubuh yang berhenti bernapas. Ada kematian yang lebih sunyi dan menakutkan: kematian secara emosional ketika hati kehilangan harapan, dan kematian rohani ketika jiwa terputus dari Sang Sumber Hidup.
Ketakutan ini mendorong manusia mencari arti hidup dengan berbagai cara: lewat kekayaan, kekuasaan, pencapaian, bahkan lewat agama dan ritual.
Semua itu seperti usaha untuk memperpanjang hidup, menemukan ketenangan, atau setidaknya menghindari rasa takut yang terus menghantui.
Namun, di tengah pencarian yang melelahkan itu, Yesus datang membawa sebuah pernyataan yang mengejutkan dan penuh kuasa, seperti yang kita dengar dalam bacaan tadi, “Ikuti Firman-Ku, dan engkau tidak akan mengalami maut.”
Sabda Tuhan Yesus bukan sekadar kata-kata. Firman-Nya adalah kehidupan itu sendiri. Maka ketika kita mengikuti Sabda-Nya, hidup dalam kasih, dalam kebenaran, dalam pengampunan, kita sedang melangkah dalam kehidupan yang kekal, bahkan sekarang, di tengah dunia yang penuh ketakutan dan kefanaan.
Bukan karena maut tidak akan datang, tetapi karena maut tidak lagi berkuasa.
Bukan karena tubuh tidak akan mati, tetapi karena jiwa akan hidup selamanya bersama-Nya.
Bukan karena hidup akan bebas dari penderitaan, tetapi karena kita punya pengharapan yang tidak bisa dikalahkan oleh maut.
Yesus tidak menjanjikan kita akan hidup selamanya di bumi ini. Tapi Ia menjanjikan bahwa maut tidak akan memisahkan kita dari kasih-Nya.
Inilah harapan yang sejati.
Bukan harapan semu yang bergantung pada umur panjang atau kesuksesan duniawi, tapi harapan kekal yang mengalahkan maut itu sendiri.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sudah menerima dan menghidupi firman Allah?