SAYA kenal Frans karena MLM. Saya mengenal dia sekitar bulan Maret 2003. Pada waktu itu saya diajak seorang teman, downline saya di sebuah MLM untuk memprospek seseorang. Downline saya ini pada takut memprospek dia karena ia pencipta salah satu jaringan sistem training MLM.
Orang yang mau mengajak dia ikut MLM lain, pasti diusirnya. Sekitar pukul 17.00 kami datang, dan di pintu gerbang teman kami ini bertanya: “Ada perlu apa ya Bapak-bapak ini kemari? Kalau mau mengajak saya ikut MLM, maaf saya tidak bisa. Lebih baik Bapak-bapak pulang saja!”
Saya pun menjawab: “Tidak, kami mau hanya silaturahmi. Mau belajar dari Bapak. Yang saya dengar Bapak mempunyai sistem training yang bagus. Saya mau belajar bagaimana sistem training Bapak bisa membuat banyak orang sukses.”
Akhirnya kami boleh masuk. Kami ngobrol sampai sekitar pukul 20.00. Sebelum kami pulang, teman kami kedatangan tamu yakni Frans.
Dengan sumringah dia memperkenalkan Frans. “Inilah sahabat saya, orang hebat yang menjadi upline saya!”
Dari Franslah, saya sering mendapat informasi berbagai macam MLM baru: apa yang muncul dan keuntungan-keuntungannya kalau bergabung. Frans ikut macam-macam MLM yang sudah tak terhitung lagi.
Terlepas dari kekurangan finansialnya, Frans tidak malu menjual produk-produk MLM untuk membiayai hidupnya, sambil sesekali menawarkan asuransi.
Namun yang saya heran, jaringan Frans di MLM selalu besar, namun selalu satu kaki saja yang berkembang. Mengapa ya? Tentang hal ini, Frans selalu positif berpikir:
“Tunggu waktunya! Nanti kaki yang lain juga akan besar!” demikian ia selalu berujar.
“Kalau tidak besar bagaimana Frans?,” tanya saya.
“Ya disyukuri saja to, toh saya sudah berusaha!,” jawabnya sambil menebar senyum khasnya.
Jawaban itu yang saya sukai darinya.
Setelah Frans wafat, saya hanya merenung: “Kaki MLM-nya Frans tetap kaki gajah”.
Mengapa kok Tuhan tidak membuat kakinya yang lain menjadi besar? Padahal kalau kaki lainnya besar, ia kan dapat bonus lumayan mengingat ia sudah lama malang melintang di dunia MLM.
Rasa hati saya semakin miris, jika membayangkan seorang downline Frans sekarang malahan sudah menjadi direktur marketing sebuah MLM. Istri direktur itu bahkan mempunyai jaringan terbesar di MLM tersebut dengan bonus yang mencapai miliaran.
Dulu saya memprospek bapak ini bersama Frans. Ia hanya mempunyai toko kecil yang sering tutup. Istrinya yang membanting tulang dengan berjualan asuransi. Kami dicuekin dan dilarang datang lagi. Tapi karena kami orang MLM, kami nekad datang lagi.
Kami memberinya produk gratis untuk sakit perutnya. Ternyata setelah mengkonsumsi produk itu, si bapak ini sembuh. Akhirnya, ia bergabung dan menjadi justru menjadi downline Frans yang militan.
Frans sangat bahagia jika downlinenya bisa sukses di MLM. Ada puluhan downline-nya yang sukses di MLM lain. Dan mereka tidak melupakan Frans. Kami sering diajak jalan, makan dan ngobrol.
Mereka juga membantu Frans secara finansial. Itulah takdir.
Frans hanya bahagia melihat kesuksesan mantan downline-nya meski ia sampai akhir hayatnya belum merasakan kesuksesan finansial di MLM, bisnis yang ia cintai melebihi dari bisnis konvensional. (Bersambung)
Syering Sebelumnya:
Frans: Pelari Hingga Garis Akhir (1)
Frans: Pelari Hingga Batas Akhir yang Selalu Jaga Kesehatan (3)
Belajar Tegar seperti Frans (1)
Belajar Tegar seperti Frans (2)
Belajar Tegar seperti Frans: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula (3)
Belajar Tegar Seperti Frans: Menanti Datangnya Rekonsiliasi Keluarga (4)
[…] Frans: Pelari Hingga Batas Akhir Bertahan dalam Kesusahan (2) […]