SEBAIT kalimat awal. Sudah banyak syering tentang Frans dari kawan lain.
Namun saya ingin membagikan sisi lain dari kehidupan Frans yang mungkin belum muncul dalam syering-syering tersebut.
Barangkali syering ini sudah kadaluwarsa, karena Frans sudah meninggal kurang lebih dua bulan yang lalu.
Namun saya kira tidak ada yang kadaluwarsa karena kisah hidup seseorang yang telah tiada akan selalu membawa refleksi positif tersendiri jika kisah tersebut kita baca, kita renungkan dan cecap sebagai sebuah kisah yang bermakna.
Bermakna untuk bersyukur bahwa kita mempunyai sahabat yang luar biasa dalam menjalani hidupnya.
Bermakna untuk melihat kehidupan kita sendiri sebagai anugerah yang layak kita jalani dengan syukur.
Bermakna, bahwa kita masing-masing mempunyai kisah hidup yang unik, yang kalau kita bagikan akan memperteguh dan memperkuat iman kita.
Terakhir bertemu
Sabtu, tanggal 25 Februari 2012 adalah hari terakhir saya bertemu Frans. Kami sama-sama mengikuti sebuah seminar di Serpong.
Frans mengajak saya ikut seminar ini. Seminar selesai pukul 18.00, tetapi saya dan Frans masih mengobrol hingga pukul sembilan malam. Ia menawarkan produk asuransi untuk saya dan keluarga.
Sampai sekarang, proposalnya masih saya simpan. Ia juga bercerita sedang mengumpulkan uang senilai Rp 6 juta untuk bisa ikut inisiasi dengan sebuah kelompok meditasi.
Kami berjanji ketemu lagi hari Jumat, tanggal 2 Maret 2012 pukul 19.00 di sebuah cafe di BSD. Tidak biasanya Frans datang tidak tepat waktu.
Pukul 19.30 saya telepon dia, namun yang mengangkat Mbak Wah, tetangga yang merawat Frans selama ini. Dia bilang: “Pak Heri, Pak Frans lagi ke apotik beli obat. Nampaknya ia sesak lagi”.
Sesak nafas
Sejak saya mengenal Frans tahun 2003 lalu, sesak nafas adalah hal biasa yang saya dengar darinya. Sesak nafas adalah alarm baginya untuk tidak boleh lelah dan harus beristirahat.
Semangatnya memang luar biasa, sampai kalau kami pas jalan bareng, ia mulai tersengal-sengal saya selalu bilang padanya.
Ayo pulang! Istirahat… Ia hanya tersenyum.
Nggak apa apa kok! Tapi ia mendengarkan dan segera saya antar pulang meski acara yang kita hadiri belum selesai.
Kabar dari Mbak Wah itu adalah kabar terakhir yang saya dengar tentang Frans sampai hari selasa pagi saat saya ditelepon istri yang dengan agak terisak memberitakan Frans meninggal dunia.
Frans sering main ke rumah saya untuk memprospek MLM atau sekedar berkunjung untuk syering, sehingga istri dan anak-anak pun merasa dekat dengannya. Berita ia meninggal membuat saya tertegun.
Saya langsung menuju kapel dan berdoa khusus untuknya. Serasa ada yang hilang dari sudut hati saya. Rasa kehilangannya sama seperti saat saya kehilangan ibu saya waktu meninggal tahun 1997.
Inilah kehendak Tuhan yang seringkali tak terduga, dan kita harus siap. (Bersambung)
[…] Frans: Pelari Hingga Garis Akhir (1) […]