FX David Wijaya: Sukses Tunarungu demi Kesejahteraan Bersama Kaum Disabilitas Rungu

0
513 views
FX David Wijaya, sukses penderita tunarungu untuk masyarakat umum. (Desiderius Alrin)

MELIHAT David pertama kali di sebuah program acara kebencanaan lintas komunitas yang diadakan Siap Siaga Jawa Timur tak terkesan ada hal istimewa padanya.

Ia nampak seperti pria pada umumnya. Kepercayaan diri tampak luar biasa.

Orang tidak akan menyadari bahwa David ini sebenarnya seorang penyandang disabilitas rungu. Ia tuna rungu sungguhan.

Aktif di FR-PRB GERKATIN

Dalam pertemuan tersebut, David diperkenalkan sebagai seorang relawan FR-PRB Inklusif (Forum Relawan Pengurangan Risiko Bencana Inklusif).

Kelompok ini merupakan bagian GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia).

Sebagai relawan FR-PRB Inklusif, David dan teman sesame kaum disabilitas rungu yang lain telah mendapat pelatihan dari BPBD Jawa Timur.

Tujuan didirikannya FR-PRB Inklusif, agar  teman-teman disabilitas rungu dapat berkarya menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan; terutama penyandang disabilitas pada wilayah bencana.

FR-PRB Inklusif didirikan pada akhir oktober 2020. Baru-baru ini, FR-PRB Inklusif mengadakan bakti sosial kepada masyarakat yang terdampak bencana letusan Gunung Semeru.

GERKATIN sendiri bertujuan untuk membantu teman-teman disabilitas rungu yang kurang beruntung.

Di samping itu, tujuan yang lain adalah terjun langsung ke masyarakat ‘dengar’ yang masih awam tentang disabilitas rungu, melalui kegiatan seperti mengajar bahasa isyarat dan bersosialisasi dengan mengajak masyarakat untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang berkhas tuli.

Melalui gerakan ini diharapkan masyarakat ‘dengar’ dapat memahami orang dengan disabilitas rungu dan tidak mendiskriminasikan.

Harapan terbesarnya tentunya mereka juga mendukung hak kaum disabilitas rungu untuk mendapatkan akses-akses kesejahteraan yang dibutuhkan.

Bersama rekan kolega anggota GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia), FX David Wijaya terlibat berkegiatan melakukan baksos ke masyarakat terdampak bencana letusan Gunung Semeru. (Ist)

Aktivis ADECO dan PETRUS

David juga aktif di ADECO (Alumni Dena Upakara dan Don Bosco). Kemudian, berkat bantuan Bu Tumir, seorang pendidik sekaligus pembina ADECO (Guru artikulasi Dena Upakara), ia mendirikan komunitas PETRUS (Persekutuan Ekaristi Tunarungu Surabaya) pada tanggal 19 Januari 2014.

Saat ini, Komunitas PETRUS Keuskupan Surabaya didampingi oleh Romo Agustinus Tri Budi Utomo atau lebih dikenal dengan Modik.

Sebelumnya didampingi oleh Romo Rafael Isharianto CM yang belakangan mendapat tugas penempatan karya di Negeri Belanda.

Pada Hari Disabilitas Internasional di bulan Desember lalu -sekaligus bertepatan pada Masa Adven- Komunitas PETRUS melakukan kegiatan rohani. Dirancang berbentuk rekoleksi. T

ema rekoleksi adalah “Ekaristi Sumber Sukacitaku”. Acara ini dipandu oleh Frater Leo dan Frater Jerry.

Romo Valentinus Rachmad Djatmiko melayani Sakramen Rekonsiliasi di acara rekoleksi tersebut.

Sedangkan kegiatan sosial dilakukan dengan kerjasama komunitas tuli yang lain seperti GERKATIN dan ADECO.

Tiga tahun terakhir ini, David juga menjalin jejaring dengan teman disabilitas rungu di Australia. Berkat jejaring tersebut FR-PRB Inklusif dibantu pendanaan nya dalam membuat jaket relawan yang dijahit sendiri oleh David.

Dilatih bisa mandiri

Terlahir dengan nama FX David Wijaya dari pasangan orangtua Petrus Ongkowijoyo dan Ny. Deetje Palit. Sekarang ini, ia sudah berumur 48 tahun.

Sebagai anak kedua dari lima bersaudara dan anak laki-laki pertama, ia bersikap harus bisa mandiri. Apalagi dari lima bersaudara ini, tiga di antaranya penyandang disabilitas rungu. Termasuk David sendiri.

Kemandirian ini terbentuk sejak usia enam tahun, ketika bersekolah asrama khusus laki-laki di SLB/B Don Bosco Wonosobo yang dikelola Bruder-bruder Karitas (FC).

Setelah lulus pada kejuruan menjahit tahun 1992, David bekerja pada seorang penjahit ternama di Surabaya. Kemudian kemampuan menjahitnya diasah kembali di sekolah Fashion Designer Arva.

Sejak 25 tahun terakhir telah membuka usaha fashion designer sendiri yang berlokasi di rumah orangtuanya.

Karya David Wijaya, penderita tunarungu mendesain busana. (Ist)

“Meski mengalami banyak rintangan, saya sangat bersyukur dalam hidupku dan bisa mandiri pada segala hal, dan juga bisa menjaga serta dapat merawat orangtua sebaik-baiknya,” tutur David kepada penulis.

Kecintaannya dalam aktivitas sosial didasarkan atas keinginan membantu sesama disabilitas rungu. Juga demi kepentingan bersama. Dalam arti luas yaitu masyarakat umum.

Dengan kegiatan-kegiatan tersebut dan membagi pengalaman hidupnya, maka diharapkan para teman disabilitas rungu tidak boleh menyerah dalam menghadapi kesulitan apa pun dan selalu percaya pada-Nya.

Niscaya, kata David, “Kita akan selalu mendapat berkat dan pertolongan.”

Harapannya agar para disabilitas rungu bisa lebih dekat dengan para penyandang disabilitas lain.

Itu bisa diretas misalnya melalui organisasi GERKATIN, ADECO, PETRUS dan lainnya.

Terutama ketika mereka mau bergabung dan aktif berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh GERKATIN, ADECO, dan PETRUS.

Dari sini, demikian harapan David, maka akan tercipta hubungan yang semakin akrab seperti keluarga penyandang disabilitas sendiri.

Selain itu, lewat berbagai kegiatan yang diikutinya, diharapkan menjadi contoh bagi penyandang disabilitas lain. Itu agar mereka itu bisa mandiri dan mampu menunjukkan karya prestasinya ke masyarakat umum.

David Wijaya bersama Komunitas Petrus (Persekutuan Ekaristi Tunarungu Surabaya) di Ibukota Provinsi Jatim (Ist)

Peran pemerintah

Menurut David, perhatian pemerintah terhadap penyandang disabilitas sampai saat ini masih belum sepenuhnya. Akses belum menyeluruh.

Misalnya banyak penyandang disabilitas rungu yang kemampuan di bawah rata-rata tidak berani bertanya, jika mereka berada atau menggunakan fasilitas umum.

Mereka lebih merasa nyaman bepergian atau menggunakan fasilitas umum dengan di dampingi keluarga.

Tetapi di beberapa hal, kebijakan pemerintah cukup baik, dengan adanya kuota bagi penyandang disabilitas untuk menjadi pegawai pemerintahan, meski jumlahnya masih sedikit.

Ada harapan besar, agar setiap paroki di seluruh Gereja Katolik Indonesia juga membuat program yang menyentuh kaum disabilitas. Dipraktikkan melalui komisi-komisi yang ada di dalamnya.

Karena di keuskupan Surabaya sekarang ini, hal itu baru ada hanya di Paroki Hati Kudus Yesus dan Paroki Kristus Raja.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here