Renungan Harian
Minggu, 19 September 2021
Hari Minggu Biasa XXV
- Bacaan I: Keb. 2: 12. 17-20
- Bacaan II: Yak. 3: 14-4: 3
- Injil: Mrk. 9: 30-37
DALAM sebuah pertemuan dengan para karyawan Gereja, sebagaimana biasa kami mengadakan evaluasi atas tugas masing-masing karyawan. Para karyawan akan melaporkan kesulitan, tantangan atau pun beberapa hal yang kurang berkaitan dengan sarana dan prasarana Gereja.
Saat membicarakan keamanan, saya mengucapkan terimakasih kepada para karyawan keamanan. Mereka telah menjalankan tugas dengan baik dan selalu menyampaikan laporan tentang situasi keamanan Gereja setiap kali kontrol keliling.
Saat laporan masing-masing petugas keamanan, salah satu karyawan keamanan melaporkan mempertanyakan kenapa salah satu gerbang (di depan gerbang itu ada beberapa penjual yang sering kali keluar masuk lewat gerbang untuk ambil air atau ke toilet) itu tidak dikunci.
Menurut dia, gerbang itu seharusnya dikunci.
Sebagai orang baru, saya bertanya tentang kebiasaan selama ini bagaimana dan seharusnya bagaimana.
Menurut para karyawan keamanan itu, gerbang itu dari pagi sampai sore saat para pedagang itu masih berjualan, maka gerbang tidak digembok.
Maka terjadilah perdebatan soal harus digembok atau tidak.
Akhirnya saya mengambil keputusan gerbang itu tidak digembok untuk memberi kesempatan kepada pedagang bisa melalui gerbang itu untuk mengambil air atau ke toilet sehingga tidak harus memutar jauh.
Karyawan keamanan yang mempersoalkan gerbang itu tetap tidak puas dan tetap berharap gerbang itu digembok.
Setelah pertemuan selesai, saya mencoba mencari tahu tentang persoalan itu. Ketika ditelusuri ternyata, awal mula gerbang itu tidak digembok karena permintaan dan keputusan karyawan keamanan yang mempersoalkan itu, karena salah satu penjual adalah saudaranya.
Sekarang ini dia ngotot untuk digembok ternyata karena dia sakit hati dengan saudaranya itu.
Mengetahui hal itu, spontan saya jengkel karena kami telah menghabiskan energi untuk berdebat (dengan menahan emosi). Juga mencoba mencari tahu tentang berbagai keuntungan dan kerugian soal gerbang digembok atau tidak demi keamanan.
Ternyata sumbernya adalah kepentingan pribadi dia untuk membalas sakit hati.
Dalam peristiwa sehari-hari hal seperti itu sering terjadi. Hal pokoknya tidak dipahami karena hanya berkutat dengan pikiran sendiri atau kepentingan sendiri.
Sebagaimana yang dialami para murid Yesus yang gagal paham dengan pewartaanNya sejauh diwartakan dalam Injil Markus.
Yesus menyampaikan pewartaan tentang penderitaan dan kebangkitan tetapi para murid justru berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka.
Bagaimana dengan aku?
Adakah kelekatan-kelekatan dalam diriku yang sering kali membuat saya gagal memilih mana yang utama dan mana yang kemudian?