BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 20 Desember 2021.
Tema: Dalam kesendirian.
Bacaan
- Yes. 7: 10-14.
- Luk. 1: 26-38.
NAMA. Ya, nama dapat mewakili seluruh kepribadian. Nama yang diberikan juga dapat mewarnai kehidupan di kemudian hari.
Dengan nama itu, ia menjalani kehidupan sesuai dengan kepribadiannya yang ada dan peran apa yang ia hayati.
Nama juga bukan sembarangan diberi. Sejak awal kehamilan, orangtua sudah disibukkan dengan mencari nama yang terbaik. Yang mengena di hati; yang manis didengar.
Ada begitu banyak harapan.
Mereka sungguh berhati-hati agar tidak menjadi beban di kemudian hari. Dengan sukacita orangtua memberi nama anak.
Pemberian itu sebuah doa, syukur dan harapan.
Dalam dunia beriman, tokoh-tokoh di dalam Kitab Suci juga menjadi acuan, harapan. Untuk apa anak ini nantinya akan “menjadi” di kemudian hari.
Ada yang mengambil khazanah nama dari Perjanjian Lama. Umat Katolik cenderung mengambil koleksi nama dari Injil dan tulisan-tulisan Perjanjian Baru.
Dengan nama-nama itu yang sudah tercatat sebagai warga surgawi anak mereka diharap bertumbuh dalam firman dan kebenaran-Nya.
“Mo, bolehkah kami ganti nama?”
“Kenapa?”
“Rasanya agak berat menjalani hidup sesuai nama yang diberikan orangtua.”
“Beratnya di mana?”
“Namaku bagus. Tapi saya merasa tidak bisa menjadi seperti yang diharapkan dengan nama itu.”
“Bukankah dalam nama itu ada pengharapan, cita-cita sekaligus perjuangan.”
“Iya sih. Ya keder aja. Orangtua dan sanak saudara tidak keberatan. Mereka malah memuji.
Emang sih. Tapi saya yang menjalani itu sedikit beban. Takut kalau hidup saya tidak persis seperti yang diharapkan. Bukankah itu mengecewakan orangtua dan leluhur?”
“Dari kesaksian banyak yang belajar dari kebaikan, keramahan dan kesabaranmu. Keluarga juga okey.”
“Ya merasa tidak bisa semaunya, justru karena nama itu Romo. Kalau ganti nama, apakah saya tidak hormati akan niat baik, orangtua saya?”
“Umurmu sekarang berapa?”
“Mendekati 50 tahun.”
“Wah sudah cukup lama disandang. Dan berhasil selama ini. Berapa lama sih kita hidup? Diberi nama siapa sih oleh papa mama?”
“Monika Setiawati, Romo.”
“Wah bagus sekali. Pas. Engkau tahu arti nama itu?
“Ya tahulah. Kan kami keluarga Katolik. Mamah pernah cerita.
“Monica itu kan seorang Santa ya. Ia seorang ibu yang banyak berdoa. Dengan kesetiaan iman dan doanya, akhirnya, suami menjadi katolik. Anaknya juga menjadi tokoh penting di dalam sejarah Gereja Katolik.
Ia ibu yang sederhana. Setia menjalankan fungsi sebagai ibu. Sabar berdoa ulung. Tuhan mengubah orang-orang yang di sekitarnya.”
“Betul. Doa seorang ibu telah menggetarkan surga.”
“Nah yang Setiawati, Mo.
Saya menjadi Katolik saat umur sudah mulai dewasa. Papa mama bukan. Tapi papa mama mengizinkan semua anaknya menjadi Katolik. Pun berharap menantu juga Katolik. Puji Tuhan, Mo. Doa mama papa dikabulkan.
Kata Mama, ketika hamil, mama pergi berdoa ke klenteng. Mama ingin memberi dan mengetahui nasib saya.
Mama mengambil nomor. Lalu Mama mengocok-ngocok seperti kayu sampai salah satu kayu itu jatuh. Proses ini, ciamsi namanya. Lalu ditukarkan dengan kertas yang bertuliskan ramalan tentang jodoh, nasib dan masa depan.
Mama minta persetujuan dengan ‘Yang di Atas’. Kalau tidak salah disebut so kue. Mama mengambil seperti kayu yang terbelah dua dan dijatuhkan.
Kalau posisi kayu itu yang satu terbuka dan satu tengkur, berarti ‘Yang di Atas’ setuju.
Tapi kalau dua-duanya tengkurep atau terbuka harus diulangi lagi.
Yaitu kepercayaan ya Romo.
Ceritera mama, kala itu langsung terbuka dan tertutup dan mama memberi nama. Setiawati artinya apa pun nanti, saya dikuatkan menjalani hidup dengan sabar dan setia.
Tidak macam-macam. Terberkati, Mo.”
“Baguslah kalau begitu dan itu terbukti. Engkau dikenal sebagai pribadi yang baik. Menjadi umat yang rajin. Riang berbagi. Keluarga akrab. Bersyukurlah.”
“Iya Romo.”
“Jalani saja hidupmu dengan syukur ya. Terima dengan ikhlas anugerah hidup. Jalan hidup dan keluargamu telah diberkati.”
Tercatat kata Maria:
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.” ay 38.
Tuhan, Engkaulah yang menyelenggarakan dan merayakan hidup kami.
Amin.