PADA bagian lain, Tommy Kastanya juga membeberkan paparan gagasan yang diinspirasi oleh Robert K. Greenleaf mengenai tipe pemimpin yang bersikap ‘seimbang’ menyikapi kesuksesan dan kegagalan.
Berikut ini isi ringkas gagasan Greenleaf mengenai Examples of Balance sebagaimana dikutip oleh Tommy Kastanya:
- Great Enough to be Without Pride: Team gets the credit, but YOU get the blame;
- Compassionate Enough to Discipline: Must not be soft – set high expectations and follow through;
- Right Enough to Say, “I’m Wrong”: Leaders make mistakes too, admit you are human;
- Wise Enough to Admit You Don’t Know: Find out quickly, but do not mislead;
- Busy Enough to Listen: Beware the busy manager – they do not lead.
Yang menarik adalah poin terakhir dimana jelas dikatakan, pemimpin yang tampaknya sibuk ‘bekerja’, belum tentu bisa dikategorikan seorang pemimpin yang baik dan apalagi punya etos sikap pelayanan yang prima. Bisa jadi, dia sibuk karena mengejar kepentingan pribadi seperti peningkatan karir, demi prestasi, dan ujung-ujungnya ‘duit’ juga alias kepentingan diri sendiri.
Melawan arus
Paparan GSC yang mengangkat issue penting mengenai servant leadership akhirnya memancing para peserta diskusi untuk berbicara.
Sesawi.Net tegas mengatakan, gagasan itu bagus dan cita-cita mengembang-biakkan para pemimpin nasional beretos kerja dan bersikap melayani orang lain ini sejalan dengan nafas Injil dimana “siapa yang ingin menjadi terbesar, dia harus rela menjadi kecil”. Model pendidikan calon imam yang menetaskan bibit-bibit semangat pelayanan pada diri calon pastur (seminaris dan frater) rasanya sudah ‘on the right track’.
Hanya persoalannya adalah ketika para pemimpin umat itu terjun ke masyarakat, sangat jamak kalau para pemimpin umat itu juga mudah jatuh ke godaan menjadi seorang pemimpin namun egosentris. Bukan lagi bersemangatkan mau berkorban melayani orang lain, namun hanyut dalam sebuah ‘kenikmatan pribadi’ bisa menikmati suguhan pelayanan prima dari umat.
Di panggung pentas politik nasional, gejala pemimpin mencari ‘selamat sendiri’ dan ‘menguntungkan sendiri’ makin jelas dan sangat banyak dipraktikkan oleh pejabat negara maupun politikus. “Kalau gagasan tentang servant leadership ini dikemukakan sebagai gerakan bersama, itu artinya kita melawan ‘arus zaman’ yang begitu massif dan tidak mudah ditembus. Tapi ya itu tadi, better late than never!,” kata Sesawi.Net.
Mantan Gubernur BI Dr. Soedrajat Djiwandono sangat mengamini fenomena sosial yang dia katakan sebagai ‘krisis kepemimpinan’ saat ini. Memang gagasan besar yang digulirkan GSC dalam forum diskusi ini merupakan sebuah gerakan ‘melawan arus’. Namun, sebagai sebuah kelompok kecil di luar struktur hirarki gerejani, langkah kecil GSC untuk meletupkan gerakan grooming mencari calon-calon pemimpin dan ‘mendampingi’ mereka agar punya semangat pelayanan yang prima layak didukung oleh semua pihak.
Persoalannya, how to groom these potential leaders?
Ini krusial poinnya yang masih kita perlu diskusikan bersama, kata Direktur Program GSC Andreas Toto Subagyo, saat memberikan semacam catatan kecil di akhir pertemuan dan diskusi di Kantor GSC di Jakarta Pusat, akhir pekan lalu. (Selesai)
Photo credit: Mathias Hariyadi
Artikel terkait: