Renungan Harian
Kamis, 20 Januari 2022
Bacaan I: 1Sam. 18: 6-9; 19: 1-7
Injil: Mrk. 3: 7-12
BEBERAPA tahun yang lalu dan dalam sebuah kunjungan ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), seorang anak muda datang menghampiri saya.
Ia memperkenalkan diri dan bicara bahwa dirinya selalu dihantui rasa bersalah. Ia mengatakan bahwa dirinya tahu bahwa apa yang dilakukan itu salah. Ia menyesal, tetapi tetap selalu dihantui rasa bersalah.
“Pastor, saya tahu bahwa saya itu salah. Saya itu berdosa. Saya sungguh-sungguh menyesal dengan apa yang telah saya perbuat.
Saya tahu bahwa apa yang saya perbuat itu membuat keluarga saya menderita. Kalau malam menjelang tidur, saya selalu terbayang-bayang dengan apa yang telah saya lakukan.
Saya sedih ingat peristiwa itu dan saya juga tidak mengerti kenapa saya berani melakukan itu.
Tetapi kadang muncul perasaan lega bahwa saya pernah melakukan itu.
Pastor, semua itu terjadi, karena saya jengkel dan marah sama orang tua. Saya sering diperlakukan tidak adil oleh mereka.
Apa pun yang saya lakukan selalu salah, bahkan saya tidak melakukan apa pun tetap disalahkan.
Sejujurnya saya iri dengan adik saya, dan itu membuat saya benci dengan dia. Sesungguhnya dia bukan adik kandung saya, tetapi dia adalah anak angkat orangtua saya.
Saya tidak tahu kenapa orangtua saya selalu memanjakan dia. Apa pun yang dia lakukan selalu benar dan saya yang selalu salah. Saat jelas-jelas dia yang bersalah, tetap saja saya disalahkan.
Misalkan adik saya pergi pakai sepeda motor lalu jatuh, saya dimarahi karena saya membiarkan adik saya pergi dengan sepeda motor. Padahal saat kejadian, saya tidak ada di rumah.
Saya beralasan bahwa saya tidak di rumah, tetap disalahkan karena menaruh kunci motor sembarangan. Padahal setiap kali kunci motor diletakkan di situ.
Belum lagi kalau minta barang. Adik selalu diberi dan saya tidak pernah diberi.
Pastor, semua itu membuat saya semakin benci, kenapa saya yang adalah anak kandung justru diperlakukan seperti anak tiri?
Sementara adik yang adalah anak angkat justru diperlakukan seperti anak kandung.
Semakin hari semakin membuat saya marah dan jengkel sampai kejadian hari itu. Hari itu orangtua pergi dengan adik saya, dan saya disuruh jaga rumah.
Saya marah, karena hari itu jadwal saya main bola; tetapi saya malah dimarahin disuruh jaga rumah. Pastor, entah pikiran dari mana, sore itu saya sengaja membakar kamar orangtua dan kamar adik.
Saya tidak berpikir bahwa dengan itu membuat seluruh rumah dan beberapa rumah tetangga terbakar habis.
Itulah pastor kejadiannya dan sampai sekarang masih terus terbayang-bayang setiap malam,” anak muda itu mengakhiri kisahnya.
Satu sisi saya kasihan dengan anak muda ini, tetapi juga ngeri membayangkan apa yang terjadi.
Iri hati yang luar biasa membuat dirinya menjadi gelap mata, membuat keputusan yang menjadikan dirinya harus mendekam di Lapas.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Samuel, iri hati Saul membuat dirinya membenci Daud dan berusaha untuk membunuhnya.
“Maka Saul mengatakan kepada Yonatan, anaknya dan kepada semua pegawainya, bahwa Daud harus dibunuh.”