Puncta 27.10.22
Kamis Biasa XXX
Lukas 13: 31-35
DI Lereng Bukit Zaitun ada sebuah gereja yang dibangun oleh arsitek Antonio Barluzzi untuk menandai tempat dimana Yesus menangisi kota Yerusalem.
Maka nama gereja itu adalah Dominus Flevit (Tuhan Menangis). Gereja berbentuk kubah air mata itu menggambarkan kecintaan Tuhan kepada umat-Nya.
Yerusalem sudah dibangun sejak 1070 SM pada zaman Raja Daud. Yerusalem berarti kota “Damai.”
Alkitab banyak memberi gelar pada Yerusalem. Sebutan lainnya ialah: “Kota Yehuwa” (Yesaya 60:14), “Kota Raja Agung” (Mazmur 48:2 bdk. Matius 5:35), “Kota Keadilan dan Kebenaran” dan “Kota Setia”. (Yesaya 1:26), “Zion” (Yesaya 1:26), dan “Kota Kudus” (Nehemia 11:1; Yesaya 48:2; 52:1; Matius 4:5).
Nama “el Quds“, yang artinya [Kota] Kudus”, masih menjadi nama populer kota itu dalam bahasa Arab. Nama yang tercantum dalam peta-peta modern tentang Israel adalah Yerushalayim.
Namun sepanjang sejarahnya kota ini tidak pernah damai, tenang dan tentram. Sayang, yang terjadi di situ bukannya kedamaian, melainkan perang, pertentangan, kejahatan, ketidak-adilan, kemunafikan dan kebusukan.
Nabi-nabi dan rasul utusan Tuhan banyak yang dibunuh di Yerusalem. Mereka menolak para utusan Allah untuk membawa damai bagi Yerusalem.
Yesus menangisi kota Yerusalem karena mereka menolak kedatangann-Nya. Menolak Dia berarti juga menolak Yang Mengutus Dia. Penolakan mereka berarti penolakan terhadap keselamatan Allah sendiri.
Karena itu, Yesus menubuatkan bahwa tembok-tembok kokoh Yerusalem yang menjadi benteng perlindungan umat Allah akan hancur.
Yesus menubuatkan sebuah akhir yang tragis bagi Bait Allah yang berdiri kokoh di dalam Kota Yerusalem, “Akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.”
Empat puluh tahun setelah Yesus wafat, Yerusalem hancur oleh tentara Romawi. Yang tersisa hanyalah reruntuhan yang kini sering disebut Tembok Ratapan. Orang Yahudi meratapi hancurnya Bait Suci.
Di sini Yesus berkata, “Rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.”
Belas kasih Tuhan tidak ditanggapi dengan baik oleh umat-Nya. Tangisan Tuhan melihat kehancuran Yerusalem adalah tangisan belaskasih.
Kerinduan itu diungkapkan Yesus, “Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.”
Kita disadarkan agar mau membuka hati pada tawaran kasih Tuhan. Tuhanlah yang berinisiatif menyelamatkan kita.
Kita diundang untuk menerima-Nya. Menerima kasih Tuhan berarti hidup menurut kehendak dan rencana-Nya, menyesuaikan jalan hidup kita dengan jalan Tuhan.
Marilah kita berusaha hidup baik agar Tuhan tidak menangisi kita yang menolak tawaran keselamatan-Nya.
Menunggu air mendidih,
Agar bisa bikin kopi pahitnya.
Tuhan sangat bersedih,
Jika kita menolak cinta-Nya.
Cawas, jangan pernah bersedih hati…