Gereja Katolik Berpolitik, Komisi Kerawam KWI Rangkul Politisi dan Masyarakat Madani (1)

0
1,426 views

SEBUAH pertemuan digelar di Aula Gedung KWI di Jl. Cut Meutia 9, Jakarta Pusat, hari Jumat petang hingga jelang tengah malam. Selain bersilahturami dan saling kenal antar para politisi katolik dan anggota masyarakat madani katolik di berbagai lintas ormas dan organisasi formal, acara yang dibesut oleh Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) KWI ini juga punya maksud mulia. Yakni, mensinergikan semangat bersama untuk membangun tatanan masyarakat yang semakin demokratis, transparan, dan menuju kesejahteraan umum bersama (bonum commune).

Itulah setidaknya gambaran harapan yang diungkapkan oleh Sekretaris Komisi Kerawam KWI RD Guido Suprapto dan pendampingya RD Rusbani “Iwan” Setiawan saat membuka pertemuan silahturami antar para pelaku politik, politisi, dan sekalian anggota masyarakat madani katolik dan ormas serta lembaga-lembaga sosial katolik. (Baca juga:  Gereja Katolik Berpolitik, J. Kristiadi Tantang KWI Sediakan Roadmap Cetak Kader (2)

Ketua Komisi Kerawam KWI Mgr. Vincentius Sensi Potokota bersama kedua imam tersebut membuka forum dialog dengan perayaan ekaristi. Misa menjadi meriah dengan alunan suara merdu dari para suster PBHK (Puteri Bunda Hati Kudus) dari Komunitas Jl. Jamrud, Jakarta Barat. Dalam homilinya yang singkat, Mgr. Sensi –Uskup Agung Keuskupan Ende di Flores, NTT—mensharingkan pengalamannya sebagai pemimpin Gereja Lokal di NTT yang penduduknya mayoritas katolik.

Sekali waktu, kata Mgr. Sensi Potokota, tidak banyak tokoh katolik berhasil terjaring masuk dalam pertarungan memperebutkan peluang menjadi anggota dewan lokal (DPRD) dalam sebuah perhelatan politik bernama pemilu. Itu terjadi, kata Mgr. Sensi, karena saat itu Gereja kurang menaruh peduli besar akan hal ini. Barulah belakangan, ketika berlangsung Pemilu 2014 lalu, Gereja Lokal turun tangan dan ikut bermain hingga ke masyarakat akar rumput.

“Hasilnya, semakin banyak tokoh katolik masuk dalam jajaran pemerintahan dan dewan,” kata Uskup Agung Keuskupan Ende di Flores, NTT.

Kepedulian Gereja Katolik dan KWI       

Gereja belajar dari sejarah. Itulah poin penting yang tersaji dari sharing Mgr. Sensi Potokota dalam homili singkatnya.  Di tataran praktis, Komisi Kerawam (Kerasulan Awam) KWI mengganggap penting, bahwa koordinasi dan dukungan Gereja Katolik dan KWI untuk para politisi dan anggota masyarakat madani katolik dan lembaga-lembaga ormas katolik itu perlu dilakukan.

Maka dari itu, terjadilah acara silahturahmi tersebut di Aula Gedung KWI –sebuah acara penting untuk saling kenal, bertegur sapa dan menjalin jejaring di antara semua para pelaku politik katolik, masyarakat awam madani, dan anggota ormas katolik lintas keuskupan. Acara dengan judul resminya “Konsolidasi Komitmen Keterlibatan Umat Katolik dalam Ranah Kemasyarakatan dan Politik” ini dibesut oleh  Komisi Kerawam KWI yang kini digawangi oleh Mgr. Sensi bersama dua imam yakni RD Guido Suprapto (imam diosesan Keuskupan Agung Palembang) dan RD Rusbani “Iwan” Setiawan (imam diosesan dari Keuskupan Bandung).

 Gereja peduli dengan politik

Pengamat politik senior CSIS Dr. J. Kristiadi memberikan pencerahaan tentang bagaimana seharusnya Gereja Katolik Indonesia dan KWI “bermain politik”. Berikutnya, Ketua Komisi Kerawam KWI Mgr. Sensi Potokota yang juga uskup Agung Keuskupan Ende (tengah) bersama Sekretaris Komisi Kerawam KWI RD Guido Suprapto dan Ketua ISKA Muliawan Margadana. (Mathias Hariyadi/Sesawi.Net)

Dalam paparannya mengantar diskusi di acara silahturahmi, RD Guido Suprapto mengutip ujaran Paus Fransiskus tentang adagium rohani yang penting dan itu mengandung sebuah kebenaran riil.  Kata dia mengutip Bapa Suci, “Terbangunnya situasi dan kondisi  masyarakat, bangsa dan negara yang baik, bukan pertama-tama tergantung pada  tatanan kemasyarakatan (politik), tetapi pada pribadi-pribadi yang beriman dan berintegritas”.

Jadi, poin pentingnya membangun tatanan masyarakat yang adil, demokratis, dan sejahtera hingga tujuan bersama demi tercapainya bonum commune itu bukan pertama-tama sistem politiknya tapi bertumpu pada kwalitas pribadi-pribadi yang duduk di ‘bangku politik’ seperti anggota dewan, pejabat pemerintahan, petugas partai, dan yang tak kalah penting anggota masyarakat madani sebagai penyeimbang pemerintah.

Romo Guido menyebutkan, acara ini penting agar Gereja Katolik Indonesia bekerjasama dengan kaum awam yang terlibat dalam politik praktis dan gerak masyarakat bisa berkontribusi membanun tatanan masyarakat yang transparan, demokratis, adil, demi terciptanya bonum commune itu.

Karenanya, memiliki kader-kader awam katolik yang trengginas dengan mutu pribadi yang diandalkan, berintegritas, bermoral, dan unggul dalam intelektualitas merupakan sesuatu hal yang menjadi harapan bersama. Gereja Katolik Indonesia, KWI, dan kaum awam sama-sama menghendaki hal itu.

Lalu dengan apa harapan bersama itu akan diupayakan agar bisa menjadi sebuah kenyataan nantinya?

Romo Guido menyebut beberapa hal sebagai berikut:

A. Melakukan pendidikan politik bagi umat katolik dan menganggap itu penting dan mendesak dilakukan dengan beberapa pertimbangan:

  1. Agar umat Katolik mempunyai pengertian, pemahaman dan persepsi yang sama tentang politik.
  2. Agar umat Katolik semakin berkomitmen untuk terlibat di ranah kemasyarakatan dan politik.
  3. Agar umat Katolik semakin berani mengambil peran atau berprakarsa melibatkan diri di tengah masyarakat.

B. Melakukan penguatan spiritualitas panggilan hidup menggereja dan bermasyarakat serta menjalankan pengutusan dengan tujuan:

  1. Agar umat Katolik, khususnya kader-kader katolik menemukan dasar kesadaran keterlibatan sebagai perwujudan iman bukan hanya kemauan pribadi.
  2. Agar Umat Katolik mempunyai ketahanan dan kesetiaan dlm menjalankan tugasnya walaupun tidak ringan bahkan menuntut pengorbanan sekalipun.

C. Meretas program pemantapan dan pemurnian motivasi untuk sebuah ide besar mulai yakni tercapainya tatanan bonum commune di masyarakat:

  1. Agar kader Katolik mempunyai motivasi yang benar.
  2. Agar Kader Katolik mampu memberi kotribusi yang signifikan.

D. Mempersembahkan kader-kader terbaik Gereja Katolik untuk bangsa dan negara dengan meduduki jabatan-jabatan publik dan politik. Ini juga dianggap perlu dan penting dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut:

  1. Perlunya memberikan perhatian dan dukungan kepada kader katolik yang mempunyai kualifikasi dan integritas untuk terlibat di ranah kemasyarakatan dan politik.
  2. Gereja meghadirkan putra-putri terbaiknya agar bisa berkontribusi secara signufikan di tengah masyarakat, membawa perubahan dan memberi solusi bagi permasalahan bangsa, terutama  yang menyangkut kepemimpinan.
  3. Memudahkan koordinasi dan fasilitasi yang diperlukan dalam rangka mendukung kontestasi kader Katolik dalam masyarakat.

E. Membangun “gerakan bersama”, membangun soliditas dengan semangat pengorbanan dengan keterangan sebagai berikut:

  1. Hal ini merupakan gerakan kaum awam yang bersinergi dengan sekuruh elemen dalam Gereja.
  2. Membangun kesadaran bertanggungjawab bersama untuk kepentingan yang lebih besar yakni demi bangsa dan negara.
  3. Menyadarkan untuk masing-masing menyadari kontribusinya untuk kebaikan bersama.

Pada bagian akhir paparannya, Romo Guido Suprapto memberi semangat dengan ungkapan ini: “Jangan takut! Mari kita satukan hati, tekad dan komitmen untuk melibatkan diri dalam ranah demi kebaikan bersama.” (Baca juga:  Gereja Katolik Berpolitik, Rebutlah Kekuasaan dengan Elegan dan Benar (3)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here