GEREJA Katolik se-Keuskupan Regio Nusa Tenggara bersama Pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT) terus berjuang agar masyarakat menghargai dan mengembangkan pangan lokal mulai dari produksi, konsumsi hingga pemasaran.
“Tujuannya agar masyarakat bisa secara bertahap keluar dari garis kemiskinan yang sedang melilitnya,” kata Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung di sela-sela pertemuan Pastoral IX Regio Nusa Tenggara di Kupang, Kamis.
Menurut Uskup Kopong Kung, pada pertemuan Pastroral VIII di Maumere pada 2009 dibicarakan tentang kedaulatan pangan. Tema itu menunjukkan kepedulian Gereja terhadap kondisi masyarakat yang adalah umatnya saat ini.
Hasil pembahasan dalam pertemuan itu lalu ditindaklanjuti dalam kegiatan katekese umat sebagai wahana sosialisasi tentang kedaulatan pangan.
Berkaitan dengan perjuangan untuk menghargai pangan lokal, lanjut Uskup Kopong Kung, harus diberi perhatian secara maksimal mulai dari proses produksi, konsumsi hingga pemasaran. Ketiga aspek ini merupakan satu lingkaran dalam memperjuangkan keberadaan pangan lokal, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan.
Dalam konteks ini, harus dilakukan mulai dari persiapan bibit yang baik, penyediaan pupuk organik, bantuan kepada petani. Ini semua dilaksanakan dalam rangka pencapaian tingkat produksi yang baik dan bagaimana menu yang disiapkan untuk konsumsi.
Ia menyampaikan, pengembangan pangan lokal dalam konteks konsumsi dituntut untuk variasi. Artinya, pangan lokal yang disajikan harus diolah dalam berbagai jenis.
Tentunya, pangan lokal yang disajikan itu memenuhi aspek beragam, bernutrisi dan bergizi. Banyak pelatihan telah dilakukan untuk mengolah pangan lokal.
Uskup Kopong Kung mengakui, masalah yang sering dihadapi para petani yakni menyangkut pemasaran hasil komoditi. Banyak keuskupan telah mengambil langkah konkrit dalam membantu para petani sehingga para petani tidak terkungkung dalam permainan para tengkulak.
Keuskupan Larantuka misalnya, melalui Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) dan Delsos membantu pemasaran komoditas petani. Caranya, para petani dikumpulkan dalam satu wadah bersama.
“Mereka menjual komoditas pada hari yang sama dan di tempat yang sama, dengan alat timbang yang dipakai pun disiapkan oleh petani dan harga pun ditentukan petani. Pembeli juga hanya satu setelah menyepakati semua ketentuan yang berlaku,” kata Uskup.
Hal ini, menurut Uskup sangat membantu para petani, karena sering dalam posisi lemah dan terjerat dalam permainan pihak tengkulak.
Gubernur NTT Frans Lebu Raya terpisah mengaku, pemerintah NTT terus mendorong untuk mengembangkan dan mengkonsumsi pangan lokal. Apalagi jenis pangan lokal yang ada di NTT cukup banyak, seperti jagung dan umbi-umbian.
“Sesuai penelitian, kandungan gizi dan karohidrat yang terdapat dalam pangan lokal tidak kalah dengan jenis pangan lain terutama beras,” kata Lebu Raya.
Photo credit: NTT kekeringan (Jack Berelaka)