YANG namanya dermaga pelabuhan, biasanya ada tatakan beton atau papan kayu. Tempat di mana para penumpang bisa turun-naik ke badan kapal.
Tapi di sebuah titik aliran deras Sungai Kao menuju Stasi Kuken –yang namanya dermaga itu sungguh tidak layak menyandang nama itu. Karena di situ sungguh tidak ada “apa-apa”, selain seonggok bebatuan besar.
Di atasnya ada jalur undak-undakan menuju sebuah kawasan dataran tinggi. Dan di situ pula perahu motor yang ditumpangi tim reksa pastoral Paroki Warokop-Muyu Utara pimpinan Romo Fabianus Pr harus berhenti.
Lepas “jangkar”. Guna menurunkan sejumlah penumpangnya dan barang-barang bawaan yang mereka bawa dari “pusat kota”.
Yang disebut “pusat kota” ini tidak lain adalah Warokop-Muyu Utara yang jarak tempuhnya kurang lebih empat jam perjalanan dari “dermaga apa adanya” di Yandun ini.
Sementara, jarak tempuh dari Merauke menuju Warokop-Muyu Utara ini sejauh 545 km. Biasa ditempuh dengan mobil selama kurang lebih 12 jam perjalanan.
Hiburan tiba
Di ujung turun dari undak-undakan itu sudah ada umat Katolik datang menjemput rombongan turne pastoral Romo Fabianus Tutupboy Pr dari Paroki Warokop-Wuyu Utara.
Jumlah mereka tidak banyak. Tapi kehadiran mereka sudah merupakan sebuah “hiburan” besar bagi segenap rombongan turne.
Kepada teman-teman dari pedalaman Stasi Kuken inilah, semua barang bawaan akan mereka bawa.
Barang-barang itu -sesuai tradisi masyarakat Papua- kadang kala akan mereka sunggi dengan cara “menggantungkan” beban barang itu pada kepala mereka. Bukan digendong atau dipanggul layaknya cara orang bawa barang di Jawa dan tempat lain.
Tapi harap tahu, perjalanan masih sangat panjang. Tidak kurang masih butuh empat jam lagi -dengan jalan kaki- turun-naik wilayah perbukitan untuk akhirnya bisa sampai di Stasi Kuken.
Jalan setapak di atas dahan pohon
Selepas meninggalkan Dermaga Yandun yang situasinya “apa adanya” di tepian Sungai Kao itu, maka perjalanan super menantang baru akan dimulai di sini. Jalan kaki naik-turun perbukitan.
Kadang di jalan setapak itu terhadang sebuah jurang. Sudah pastilah di hutan pedalaman belum tersedia jembatan.
Yang ada hanyalah sebatang pohon besar yang ditumbangkan untuk menjadi “penghubung” dari satu titik ke titik lainnya.
Nyali besar jangan sampai hilang di sini. Harus berani meniti di jalan setapak di atas sebatang pohon. Salah langkah atau terpeleset, maka risiko besar siap menanti. Bisa jatuh ke jurang atau risiko lainnya: tewas.
Sebenarnya, tantangan alam berupa risiko perahu motor bisa kandas atau terbalik juga ada di sepanjang aliran Sungai Kao.
“Karena aliran sungai sangat deras dan dalam. Lagi pula, Sungai Kao ini merupakan muara akhir dari mana sungai-sungai kecil dari atas pegunungan mengalir putus dan berakhir di sini.
Tak heran, kondisi airnya selalu berwarna kecokelatan. Sangat keruh,” tutur Romo Fabianus menjawab Sesawi.Net, hari Minggu malam tanggal 28 November 2021.
Nafas hampir putus
Ada tiga titik lokasi yang biasa disebut “Pemberhentian”. Orang-orang Papua di Stasi Kuken sudah mengakrabi titik-titik lokasi di mana rute jalan kaki bisa sejenak berhenti. Ambil nafas panjang dan kemudian beristirahat sejenak. Minum dan ambil bekal makan.
Pemberhentian pertama disebut Aumap. Tidak jauh lokasinya dari Sungai Anggut. Posisinya di atas sebuah daratan tinggi.
Untuk mencapai lokasi ini, butuh nafas panjang untuk mampu sampai di Aumap ini.
Bahkan orang Papua lokal pun sampai berujar, “Nafas kita hampir putus” saking menanjaknya rute perjalanan ini dari titik dermaga sungai menuju titik dataran tinggi Aumap.
Pemberhentian kedua punya nama Bukit Milimamot. Lagi-lagi, lokasinya juga ada di dataran tinggi.
Setelah menyusuri jalan-jalan setapak yang licin dan berkelok-kelok, orang bisa melepas Lelah di sini sembari minum air bersih – dari sebuah tuk atau sumber mata air produksi Gurung Koreom.
Gunung Koreom rupanya menjadi bahan perbincangan menarik bagi Romo Fabianus, pemimpin rombongan turne pastoral ke Stasi Kuken ini. Sayang, hal ini belum sempat dia ceritakan.
Namun yang pasti, gambar Gunung Koreom ini sampai bertengger manis di tembok Pastoran Warokop-Muyu Utara.
Setelah itu, barulah kemudian rombongan bisa sampai di titik pemberhentian ketiga di balik Gunung Koreom. Di balik punggung gunung inilah, Stasi Kuken berada.
Berikut ini kumpulan video perjalanan turne pastoral Romo Fabianus Pr, imam diosesan Keuskupan Agung Merauke di Papua. (Berlanjut)
(Berlanjut)