Gereja Tertua Kedua di Kalbar Ada di Sejiram, Keuskupan Sintang (1)

0
921 views
Bangunan gereja tertua di seluruh wilayah Kalbar ada di Sejiram, Keuskupan Sintang. Gereja St. Fedelis (St. Fidelis) ini dibangun tahun 1892 oleh Pastor H. Looymans yang menjadi imam misionaris pertama dari Batavia ke Kalbar tahun 29 Juli 1890. (Victor Emanuel)

SEJIRAM adalah nama kota kecil di mana gereja paling tua di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) berada. Nama gereja tertua kedua di Sejiram ini adalah Gereja St. Fedelis.

Gereja St. Fedelis (atau Fidelis) ini didirikan di Desa Sejiram, Kecamatan Seberuang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Jarak antara Kota Sintang menuju Sejiram kurang lebih 118 km. Biasa ditempuh dengan moda transportasi darat selama 2,5 jam perjalanan.

Gubernur Jenderal Hindia-Belanda berkedudukan di Batavia: Frederik s’Jacob.

Dapat izin dari Batavia

Menurut catatan sejarah yang diunggah oleh Kementerian Pendidikan Nasional RI, masuknya agama Katolik di wilayah Kalbar ini terjadi sejak tahun 1884.

Terjadi jauh-jauh hari –beberapa tahun sebelum Gereja St. Fidelis akhirnya bisa berdiri di Sejiram tahun 1921.

Berdiri sejak 16 tahun rombongan para misionaris Fransiskan Kapusin (OFMCap) angkatan pertama mendarat di Singkawang tahun 1905. Atau, 14 tahun sejak para misionaris Kapusin memulai karya misinya di Sejiram.

Gereja tertua pertama di Kalbar berdiri tahun 1907 dan dibangun oleh Pastor Eugenius OFMCap dan sayangnya jejak gereja tertua ini tidak ada sama sekali. Karena bangunan gereja ini sudah habis karena insiden kebakaran di tahun 1913.

Para misionaris Kapusin

Sangat mungkin bahwa para imam misionaris Fransiskan Kapusin (OFMCap) yang mendirikan Gereja Santo Fidelis.

Ada beberapa petujuk yang sangat menyakinkan mengapa Gereja Santo Fidelis di Sejiram ini dibangun oleh para misionaris Kapusin.

Pertama, merujuk pada nama santo pelindung gereja di Sejiram ini adalah St. Fidelis dari Sigmaringen. Nama Orang Kudus adalah biarawan Kapusin dari Jerman.

Kedua, lalu model bentuk arsitektur bangunan itu satu bestek dengan model bangunan Gereja St. Fransiskus Assisi di Singkawang. Juga sama dengan bangunan gereja Katolik di Tiang Tanjung, gereja di Batang Tarang (gereja lama).

Semua gereja itu dibangun oleh para Kapusin.
Kalusin.

Restu dan izin Gubernur Jenderal Batavia

Misi kristiani di Kalbar -namun tepatnya di Sejiram- bisa kesampaian terjadi, setelah Gubernur Jenderal Frederik s’Jacob (1822– 1901) di Batavia atau Jakarta bersedia memberi “lampu hijau” kepada Vikaris Apostolik Batavia Mgr. Adam Carel Claessens (1818– 895) boleh melakukan misi pengajaran iman kristiani ke wilayah Borneo Barat.

Vikaris Apostolik Batavia (Jakarta): Mgr. Adam Carel_Claessens.

Mengutip laman Kementerian Pendidikan Nasional, Vikaris Apostolik Batavia Mgr. Claessens menulis surat berisi catatan penting.

Surat dinas itu tertanggal 25 Pebruari 1884 no.178.

Isinya mengabarkan dirinya baru saja bertemu Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Frederik s’Jacob di Buitenzorg – nama Bogor zaman dulu. Dalam pertemuan itu, mereka bicara tentang peluang melakukan misi pewartaan iman Katolik di wilayah Borneo Barat.

Dalam suratnya itu, Mgr. Claessens juga menyatakan pandangannya tentang sikap dan penerimaan masyarakat lokal Dayak di wilayah Kalbar terhadap upaya mengembangkan misi iman kristiani.

Tanggal 7 Agustus 1884, izin bisa memulai mengemban misi pewartaan iman kristiani di antara warga masyarakat Dayak di wilayah Kalbar akhirnya dirilis.

Fokusnya waktu itu adalah daerah-daerah di bawah kekuasaan Pemerintah Belanda: Sambas, Mempawah, dan Sintang.

Survei lokasi

Sebelum misi dilakukan, Vikariat Apostolik Batavia lebih dulu mengutus Pastor Staal pergi meninjau lokasi. Ia melakukan lawatan ke Kalbar beberapa kali.

Usai melakukan survei lapangan, Pastor Staal memberi rekomendasi kepada Vikariat Apostolik Batavia agar misi iman kristiani di Kalbar sebaiknya dilakukan di kawasan pedalaman di Bengkayang saja.

Di sana, kata Pastor Staal saat itu, ada kelompok masyarakat lokal Dayak di Kampung Sebalau -letaknya tidak terlalu “jauh” dari Singkawang- yang disebutnya sudah siap menerima misi pewartaaan iman.

Penguasa pemerintah Belanda di Pontianak -Residen Gijbers- menganjurkan agar Pastor Staal juga mengunjungi wilayah-wilayah lain seperti Semitau.

Alasannya, karena di sinilah tinggal masyarakat Dayak dari sub suku Rambai, Seberuang, dan Kantuk.

Pastor Staal sendiri mempunyai kesan sangat baik terhadap orang-orang Dayak di sekitaran wilayah Semitau.

Namun karena jumlah warga mereka ini dinilai “sangat sedikit” -hanya sekitaran 1.500 orang dan itu pun masih harus ditambah menempuh rute perjalanan yang sangat sulit- maka di kemudian hari Pastor Staal lebih memilih Sebalau.

Tidak jadi ke Sebalau

Ternyata di kemudian hari, Sebalau juga tidak jadi dipilih. Karena wilayah ini terletak di dalam daerah kekuasaan Sultan Sambas. Selain itu, juga ada pertimbangan strategis lainnya yakni tidak ada jaminan akan keberlangsungan misi pengajaran iman kristiani.

Karena di situ pejabat pemerintahan lokal belum kristiani dan masyarakat penduduk lokal masih kuat menganut animisme.

Memilih Semitau, Kapuas Hulu

Melihat kondisi lapangan dan tantangannya, maka akhirnya pilihan terakhir jatuh pada wilayah Semitau. Saat itu, di Semitau ada pejabat perkebunan dengan juridiksi wilayah kerja membawahi daerah -yang sekarang- bernama Kabupaten Kapuas Hulu.

Residen Sintang juga menyetujui opsi memilih wilayah Semitau sebagai “target” misi penginjilan.

Ia bahkan menjamin bahwa masyarakat lokal Dayak dari sub-sub suku  Seberuang, Rambai dan Kantuk dianggap loyal kepada Pemerintah Belanda.

Dan yang juga lebih menjanjikan lagi, mereka juga telah bersedia menerima misi pengajaran iman kristiani.

Tanggal 14 Juni 1890 keluar Surat Dinas nomor 252. Surat ini dirilis oleh Jawatan Dinas Kabinet tertanggal 29 Juli 1889 nomor 7.

Isinya menyetujui misi katolik boleh dilakukan di antara masyarakat lokal Dayak di wilayah Semitau, Kapuas Hulu, Kalbar.

Misionaris pertama ke Semitau

Juga direkomendasi oleh Vikaritat Apostolik Batavia bahwa Pastor Looymans ditunjuk menjadi imam misionaris pertama bagi orang Dayak.

Pada tanggal 29 Juli 1890, Pastor Looymans tiba di Semitau. Kapuas Hulu.

Rupanya, wilayah Semitau itu bukan merupakan tempat strategis untuk misi Katolik. Lantaran, masyarakat orang-orang Dayak di daerah sekitar Semitau hanya sesekali saja datang ke Semitau.

Saat itu, Desa Semitau sudah menjadi pusat perdagangan bagi daerah sekitarnya. Warga penduduk lokalnya terdiri dari orang-orang Tionghoa dan Melayu.

Pembangunan di areal misi Sejiram terjadi tahun 1921. (Ist)

Dibawa ke Sejiram

Tahun 1892 Pastor Looymans dijemput dan dibawa ke Sejiram oleh Babar, Bantan dan Unang, tiga bersaudara dari Sejiram.

Di atas tanah kosong yang agak berbukit di pinggir Sungai Seberuang tidak jauh dari Nanga Sejiram, Pastor Looymans membangun rumah.

Tempat itu terletak di antara empat lokasi kawasan permukiman kampung orang Dayak. Jarak setiap kampung sekitar lima menit berjalan kaki.

Di tempat itu kemudian dibangun kapel, sekolah dan pondok untuk anak-anak sekolah.

Dalam waktu tujuh bulan Pastor Looymans sudah mempermandikan 58 orang anak yang dibantu oleh Pastor Looymans dibantu oleh Pastor Mulder.

Stasi kedua di Kalbar

Setelah izin diberikan, maka dibangunlah sebuah “stasi” kecil di Sejiram. Stasi ini merupakan Stasi kedua yang dibangun di Kalimantan Barat.

Sebelumnya, telah dibangun sebuah Stasi di Singkawang.

Antara stasi pertama di Singkawang dan stasi kedua di Sejiram ada perbedaan mencolok. Utamanya adalah warga penduduknya.

Mayoritas penduduk Singkawang adalah warga keturunan Tionghoa dari Tiongkok. Sedangkan di Sejiram tinggal warga penduduk lokal yakni masyarakat Dayak.

Demikian catatan yang ditulis oleh sejarahwan Hubb JW Boelaars.

Misionaris pertama ke Sejiram

Pastor H. Looymans menjadi imam misionaris pertama yang diutus dari Batavia ke Sejiram. Ia tidak hanya berkutat dengan misi pengabaran Injil. Tapi juga bergiat memajukan perekonomian rakyat dan kemampuan baca tulis di kalangan masyarakat lokal orang-orang Dayak di Sejiram.

Demikian hasil penelitian dan tulisan Th. van den End dan ahli sejarah Gereja Romo Jan Weitjens SJ.

Baptisan pertama

Pada tahun 1892 terjadi peristiwa pembaptisan pertama di kalangan masyarakat lokal Dayak di Sejiram. Jumlah baptisan pertama ada sebanyak tujuh orang.

Beberapa tahun kemudian, barulah bangunan gereja pertama berhasil dibangun di Sejiram. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here