Germain Gabriel Grisez: Inspirasi bagi Pemikir Muda Katolik di Tengah Pandemi Covid-19

3
167 views
Germain Gabriel Grisez. (Ist)

SEVERE Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (Sars-CoV-2) adalah virus Covid-19 yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China.

Pada akhir bulan Desember 2019 lalu, hampir seluruh dunia digemparkan dengan keberadaan virus ini. Akhirnya pada tanggal 11 Maret 2020, WHO (World Health Organization) mengumumkan bahwa Covid-19 ditetapkan menjadi pandemi global.

Pandemi Covid-19 yang saat ini masih berlangsung hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia, merupakan pandemi yang memberikan dampak global yang cukup besar.

Tidak hanya satu maupun dua aspek, melainkan hampir seluruh aspek dalam kehidupan juga terdampak, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan kesehatan.

Selain itu, Covid-19 membuat banyak pihak perlu belajar jauh lebih banyak untuk melakukan kesiapsiagaan respon dalam rangka pencegahan dan pengendalian Covid-19.

Di Indonesia, kasus Covid-19 yang telah terkonfirmasi sebanyak 543,975 kasus pertanggal 1 Desember 2020.

Jumlah kasus akan semakin bertambah apabila masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan yang ada.

Covid-19 cepat menyebar karena penularannya melalui droplet atau percikan air liur saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau menghembuskan nafas.

Droplet ini kemudian jatuh dan menempel pada permukaan dan bertahan beberapa hari. Namun, hal ini dapat dicegah dengan penyemprotan desinfektan secara berkala.

Covid-19 yang mudah menyebar ini membuat beberapa negara melakukan kebijakan lockdown mulai dari tingkat daerah hingga nasional, termasuk tidak melakukan pemberangkatan luar maupun dalam negeri.

Di Indonesia sendiri pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan bertahap. Karena telah diberlakukannya PSBB ini, beberapa kegiatan di luar rumah dihentikan termasuk belajar mengajar dan bekerja.     

Banyak hoaks

Tidak jarang situasi saat ini menimbulkan keresahan dan keputusasaan bagi banyak orang. Di tengah keadaan tersebut, masyarakat Indoensia juga mengalami meningkatnya krisis kepercayaan yang disebabkan oleh ketidakjelasan informasi yang sempat beredar.

Bahkan, banyak di antara masyarakat Indonesia mengalami ketakutan berlebihan lantaran telah banyaknya informasi yang tidak benar atau hoax yang beredar maupun terdengar di telinga masyarakat Indonesia.

Krisis kepercayaan inilah yang semakin membuat negara ini seolah-olah mendapat masalah secara bertubi-tubi dan tidak ada hentinya.

Salah satu hoax yang beredar adalah campuran kelapa muda, jeruk nipis, dan garam bisa lenyapkan virus corona.

Akhir Agustus lalu, sejumlah akun edia sosial mengunggah informasi obat herbal yang dapat dibuat sendiri. Resepnya, 1 biji air kelapa muda, 1 biji jeruk nipis diperas, dan satu sendok makan garam dicampur, diaduk, kemudian diminum.

Dalam 1 jam virus corona akan hilang. Resep tersebut diklaim sebagai obat pemberian Tuhan yang mudah didapat dan sangat manjur.

Epidemiolog sekaligus Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan bahwa campuran air kelapa muda, jeruk nipis, dan garam dapat membuat tubuh kita kuat melawan virus.

“Namun, bukan sebagai obat yang secara spesifik berguna untuk melawan suatu penyakit,” kata Tonang, Senin (1/9/2020).

Selain itu, terdapat informasi yang mengeklaim penelitian Dokter Li Wenliang bahwa minum kopi 3 kali sehari dapat sembuhkan Covid-19. Disebut di situ bahwa kopi  manjur menangkal Covid-19 karena kopi mengandung Methylxanthine, Theobromine, dan Theophylline.

Situs web informasi obat Drugs.com menyebut methylxanthines, theophylline, dan dyphylline digunakan dalam pengobatan obstruksi saluran udara yang disebabkan kondisi seperti asma, bronkitis kronis, atau emfisema.

Kafein yang ada pada kopi dan thebromine pada coklat juga methylxanthines.

Faktanya, tidak ada informasi bahwa methylxanthines dapat memerangi virus corona.

Lagi pula, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, sampai saat ini tidak ada obat khusus yang direkomendasikan untuk mencegah atau mengobati virus corona baru.

Oleh karena itu, sebagai pemikir muda Katolik yang dikaruniai akal dan budi kita tidak boleh langsung menerima setiap informasi yang beredar.

Berguru pada Germain Gabriel Grisez.

Kita harus menyaring semua informasi yang ada agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi yang benar dan salah.

Hal tersebut dapat kita teladani dari Germain Gabriel Grisez.

Ia adalahsalah satu orang yang dapat kita teladani keberaniannya dalam menyatakan kebenaran yang masih dianggap tabu atau salah di mata masyarakat.

Grisez banyak membela ajaran Katolik mengenai etika seksual, ketika tidak banyak dilakukan oleh akademi Katolik.

Bahkan Grisez tidak ragu untuk mengambil topik mengenai aborsi, kontrasepsi, pencegahan nuklir, euthanasia, dan filsafat agama untuk dijadikan karya tulis.

Grisez tidak sertamerta diam diri akan segala masalah yang terjadi kala itu. Ia mengumpulkan beberapa dokumentasi dan mempertimbangkan segala aspek.

Salah satu karya tulis terkenal miliknya adalah The Way of The Lord Jesus. Di samping itu, ia adalah seorang filsuf dan teolog moral Katolik Amerika-Perancis yang lahir pada tanggal 30 September 1929.

Dari Grisez ini, kita dapat mempelajari bahwa sebagai pemikir muda Katolik yang juga berperan sebagai Agent of Change.

Maka sudah sepatutnya kita tidak boleh menerima segala informasi secara mentah-mentah; tanpa meneliti terlebih dahulu kebenarannya.

Secara sederhana, definisi Agent of Change adalah orang-orang tertentu atau kelompok tertentu yang memiliki kemampuan untuk memberdayakan perorangan atau bahkan kelompok masyarakat untuk menuju perubahan tatanan sosial yang baru dan berkelanjutan.

Berpikir kritis

Berkaca dari Grisez, kita diajak untuk menjadi pemikir muda Katolik yang kritis terhadap suatu masalah yang terjadi.

Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang kompleks dengan menggunakan proses analisis dan evaluasi terhadap suatu informasi yang diterima maupun dalam menyelesaikan permasalahan.

Dengan kata lain, berpikir kritis ialah berpikir untuk mencari kebenaran terhadap informasi yang diterima atau dalam menyelesaikan masalah.

Cara berpikir kritis, yaitu secara tenang, jangan emosi, dahulukan logika, pahami permasalahan, lakukan analisis, dan evaluasi hasilnya.

Setelah semua tahap dilakukan, keputusan yang baik baru dapat diambil. Dengan teknologi yang semakin maju, tentu tidak sulit untuk mencari suatu kebenaran yang valid.

Kebenaran yang berasal dari ahli dapat dengan mudah didapatkan dengan modal kuota dan perangkat teknologi.

Kita sebagai pemikir muda Katolik sekaligus anggota gereja Katolik di Indonesia kita dapat bertanggung jawab untuk tidak menyebarluaskan berita hoax dengan melandaskan semuanya berdasarkan Firman Tuhan, mengikuti seminar daring, dan melakukan diskusi, khususnya yang mengangkat tema hoax.

3 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here