SUDAH lima gol berkat operan menyamping dari striker kiri luar kubuat malam itu.
Futsal yang biasanya kulakukan bersama kawan-kawan sekantor terasa menyenangkan dan tentu saja menyegarkan raga.
Kali ini aku puas dengan permainanku karena tiga kali lawan yang sempat menghadang bola yang kugocek berteriak kencang,”Wah….bolong!” bola menggelinding masuk melewati kedua kakinya, tersambar kawanku dan teriakan gol makin membuat hatiku ria.
Selain berhasil menjebol gawang, aku juga mengoper dengan bagus si kulit bundar itu. pikirku bangga. Ya, kebanggaan menempel dalam batin di sisa hari itu. Aku pun pulang dengan suka cita.
Namun dalam permenungan sebelum merambahi dunia mimpi, aku menanggalkan catatan penting dalam benak. Pertanyaan “kenapa aku mesti bangga dan kenapa aku mesti puas dengan pencapaian itu?” terlontar dan membentang dalam bayang imajinasiku di sunyi malam itu.
Bentuk pengakuan diri
Ck…ck…ck…ck…ck…suara cicak sedang memburu nyamuk di dinding kamarku terasa begitu lantang. Kesunyian menajamkan suara reptil itu sekaligus menukikkan refleksiku atas pengalaman bermain bola.
Sedikit menyelidik, kudapatkan jawaban tepat atas pertanyaanku. “Gol-gol yang kubuat adalah bentuk pertunjukan diriku pada kawan-kawanku bahwa aku tidak bisa diremehkan.”
Nah, di titik inilah jawaban atas pertanyaan itu kemudian menjadi makin kentara.
“Rupanya aku masih butuh pengakuan, aku masih butuh harga diri, aku masih ingin diakui, aku masih ingin dipandang, dan seterusnya….dan seterusnya….
Lalu tanpa kendala, refleksi singkat pun makin tersimpulkan karena aku sudah terbiasa dengan permenungan seperti ini. Inilah sisa rasa rendah diri yang masih menempel dalam diriku. Rasa rendah diri yang perlu dibungkus dengan sebentuk pengakuan yang bila tidak hati-hati akan membawa pada sisi ektrem lainnya, rasa tinggi hati.
Aku akhirnya kembali menyadari betapa perjuangan menjadi rendah hati yang kerapkali kulakukan masih perlu usaha yang lebih keras lagi bila aku ingin maju di jalan keutamaan (kerendahan hati) ini.
Tapi, yang paling penting dari cerita ini, segala hal bila kita terliti lebih jauh akan membawa kita pada pengenalan diri yang lebih dalam, lebih intens dan rasa syukur bahwa Tuhan masih memberi kesempatan pada diri kita masing-masing untuk terus berubah menjadi lebih baik.
Terima kasih Tuhan atas kesadaran ini, esok aku akan lebih lagi……dan mataku pun terpejam dalam kedamaian.
isi tulisan ini… saya banget