Good News is Healthy, Bad News is Harmful

0
318 views
Ilustrasi - Kabar buruk by Eating review


HAL baik, berita menyenangkan, kabar menarik, membuat hati gembira. Imunitas naik bila mendengarnya. Gilirannya, penyakit musna, badan sehat.

Kalau hal-hal baik diekspos terus-menerus dengan konsisten, hal buruk akan berkurang dan hilang dengan sendirinya.

Sebaliknya, berita-buruk membahayakan orang. Kalau pun perlu diteruskan, lakukan dengan ekstra hati-hati.

Ada contoh menarik.

Namanya Telmo, keponakan saya. Sekian puluh tahun lampau, kelas 1 atau 2 SMP, kesulitan menghadapi matematika dan IPA. Apa saja yang berbau ilmu pasti, tak pernah biru.

ang lain, lumayan. Ilmu bahasa berkisar 7 sampai 8. Bidang sosial antara 6 sampai 7. Sang ibu dibuatnya judheg.

Les sana-sini dengan kelompok bimbel tak juga mengangkat nilainya. Matematika tetap merah, IPA tak kunjung biru. Tak sedikit biaya untuk mendongkrak nilainya.

Saya mengusulkan satu jalan keluar.

Untuk sementara, “lupakan” ilmu pasti. Konsentrasi ke bahasa. Genjot agar semakin baik dan terus membaik. Di bidang itu, Telmo unggul.

Ada teori yang mengatakan bila fokus pada hal-hal yang unggul dan menjadi kekuatan seseorang, maka kelemahannya akan ikut terangkat. Sekali tepuk, dua sasaran tertembak.

Telmo mulai berangsur “meninggalkan” ilmu pasti. Waktu dan dana dialihkan ke Bahasa. Semakin memperkuat Bahasa Inggris.

Ikut les Bahasa Perancis. Sedikit belajar Bahasa Jerman. Meski yang terakhir ini tak diajarkan di sekolah.

Mengagetkan.

Tahun berikutnya, semua pelajaran bahasa dapat 9. Nilai ilmu pasti berangsur biru. Singkat kata, bahasa membumbung tinggi, kebakaran IPA berhasil dipadamkan.

Tak hanya itu. Telmo fasih Perancis. Jerman pasif, plus, saat ini, Bahasa Italia dikuasainya. Maklum, sudah sekian tahun tinggal di sana.

Predikat YouTuber mancanegara disandangnya. Mungkin Telmo tetap fobia dengan matematika. Tapi, jangan remehkan soal kemampuannya berbahasa asing.

Sekali lagi, teorinya sederhana.

Jangan fokus pada kelemahan, kekurangan, atau kejelekan seseorang. Cari kelebihannya, kekuatannya atau kehebatannya. Kembangkan, gaungkan dan pupuk semaksimal mungkin.

Itu solusi sederhana, namun efektif untuk mentransformasi seseorang atau komunitas.

Penyelesaian kasus ala Telmo mungkin bisa diterapkan untuk mengatasi pandemi yang sedang merajalela.

Covid-19 sedang merebak.

Sengaja atau tidak, masyarakat ikut memupuk-suburkan Covid-19 lewat penyebaran bad news.

Si pembuat dan si penyebar berita tak peduli. Yang penting dikenal sebagai orang pertama yang tahu akan berita seram. Harapannya, pujian datang bertubi-tubi.

Berita-jelek, apalagi hoaks, membuat keadaan lebih buruk. Pembaca tak menjadi sadar, meski ditakut-takuti dengan cerita mengerikan, meskipun faktual.

Daripada menyebar video dengan adegan pasien Covid-19 yang bergelimpangan di UGD, lebih baik membagi informasi tentang antroian tertib orang yang sedang menunggu vaksin.

Daripada menyiarkan seorang tokoh yang menganggap bahwa pandemi adalah akal-akalan pemerintah, lebih baik memberitakan Agnes Mo yang membangun klinik vaksinasi dari kantongnya sendiri.

Daripada menyebar cerita bohong tentang WHO yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan risiko tinggi, lebih baik memberitakan lembaga yang sama mengesahkan Sinovac, yang sudah banyak disuntikkan di Indonesia.

Daripada bercerita tentang seringnya suara sirene ambulan berdering-dering lewat depan rumahnya, lebih baik mengutip jumlah aseptor vaksinasi yang Sabtu lalu mencapai 1,3 juta.

Masih banyak (sekali) berita, informasi, video yang kontra-produktif bagi mental masyarakat yang sedang tercekam pandemi.

Itu disebar melalui media sosial dengan kecepatan yang luar biasa. Sebagian tak memikirkan akibatnya. Sisanya justru sengaja, dengan tujuan agar terjadi kekacauan.

Bila kabar-jelek terus dibagikan, “daya tangkal” masyarakat akan berangsur lemah dan Covid-19 semakin merajalela. Sama sekali sia-sia.

Sebagian orang tak juga akan takut gara-gara mendengar berita seram. Ingat saja kasus mudik bulan lalu dan demo pekan lalu.

Lebih baik kabarkan berita gembira, positif, hingga meningkatkan rasa pede hati. Imunitas kolektif akan naik, dan pandemi hancur.

Peringatan-peringatan yang efektif harus dilakukan.

Kampanye Prokes terus digaungkan. Pelaksanaan 3M+2M selalu diulang-ulang. Tapi pasien yang megap-megap tak usah ditonton, apalagi disebar kemana-mana.

Membangun kewaspadaan sangat penting. Tapi menyebar informasi yang menyeramkan, apalagi hoaks adalah merugikan.

Mulailah dari diri anda.

Langsung hapus kabar yang hingar-bingar tentang pandemi. Mending ingatkan teman untuk terus menaati 5M dan segera vaksinasi. Mumpung kesempatannya sedang terbuka lebar.

Ekspos hal-hal yang positif, maka yang negatif akan hilang, begitu sebaliknya.

“Curing the negatives does not produce the positives – Reinforcing the positives will diminish the negatives”. (Martin Elias Peter Seligman, psikolog, pendidik, dan penulis buku dari Amerika, promotor utama teori psikologi positif)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here