Goresan Katekis: Mengganti Mata Lalat dengan Mata Lebah

0
9 views
Ilustrasi: Lebah dan bunga. (Ist)

SEMUA orang cenderung bisa melakukan kejahatan dan kemudian berdosa. Dalam teologi Katolik, kecenderungan ini disebut konkupisensi (concupiscentia). Maka mustahil menemukan ada manusia yang tidak pernah berdosa.

Jika ada seseorang yang mengatakan dirinya tidak mempunyai dosa, sebetulnya dia sedang membual. Semua manusia sama: pernah berdosa. Namun, jenis dosa yang dilakukan setiap orang tidak selalu sama; jumlahnya juga berbeda.

Sadar diri

Kesadaran bahwa kita pernah berdosa sangat bermanfaat untuk mengendalikan hasrat kita, ketika hendak menghakimi orang lain. Kerap kali dorongan untuk menghakimi orang yang melakukan suatu kejahatan sangat kuat muncul dalam perasaan kita. Apabila kita selalu sadar akan keberdosaan kita sendiri, dorongan penghakiman itu bisa terkendali.

Kita pun lebih bersikap rendah hati dan empati.

Ilustrasi by Pendiklitv.

Tunjukkan empati

Orang yang sudah bersalah atau berdosa adalah orang yang sedang mengalami kegagalan dalam perjalanan hidupnya. Sebagaimana umumnya orang gagal, keadaaan yang dialami oleh orang berdosa adalah sengsara. Keadaan itu merupakan buah dosa yang telah merusak hubungan baik dengan sesama dan Tuhan.

Penghakiman terhadap orang berdosa hampir tidak member kebahagiaan dan suntikan semangat untuknya. Itu sebabnya, lebih baik kita berempati dan memahaminya. Dia akan mudah tersentuh hatinya dan terbantu untuk bangkit lagi.

Setiap orang pernah berbuat baik juga. Sering kali kita lebih repot pada kesalahan orang daripada mengingat kebaikan-kebaikannya. Kita bersemangat mencari-cari kesalahannya.

Itulah yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi ketika mereka hendak melempari Yesus dengan batu. “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, seorang manusia menjadikan diri-Mu Allah.” (Yoh.10,33).

Sebenarnya Yesus telah melakukan banyak hal baik. Kata Yesus: “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu” (Yoh.10,32).

Namun, mereka sama sekali tidak menghiraukan pekerjaan-pekerjaan baik itu. Orang-orang Yahudi bertindak seperti seekor lalat yang hanya mengendus bau busuk di tengah keharuman. Mereka tidak peduli dengan keharuman tindakan Yesus.

Ganti mata

Mata lalat harus segera kita tanggalkan. Saatnya kita memakai mata lebah.

  • Berbeda dengan mata lalat, mata lebah justru berjuang menemukan sumber keharuman kembang di antara kebusukan-kebusukan.
  • Mata lebah merupakan alat untuk berfokus pada kebaikan orang lain. Kita harus menjadi pribadi yang berfokus pada kebaikan sesama daripada bertindak sebagai wasit yang menghakimi keburukannya.

Niscaya, hidup bersama kita dengan orang lain pun akan berlangsung rukun dan damai. Orang yang sudah jatuh pada dosa pun perlahan-lahan akan pulih dan siap berjuang lagi untuk mengukir kehidupan yang baik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here