Renungan Harian
10 Februari 2021
PW. St. Skolastika, Perawan
Bacaan I: Kej. 2: 4b-9. 15-17
Injil: Mrk. 7: 14-23
DULU waktu saya masih tinggal di rumah, sebelum masuk seminari menengah, saya selalu menjadi masalah di rumah berkaitan dengan makan.
Sejak kecil saya dikenal sebagai orang yang susah makan. Apa yang disediakan ibu atau simbah di rumah, seringkali saya tidak mau, karena saya tidak suka sayur dan masakan yang berkuah.
Suatu ketika, saat saya sudah SMP, bapak memanggil saya dan menasehati saya:
“Kamu harus belajar untuk menerima apa yang ada, apa yang disediakan ibu atau simbah. Memang itu kemampuan kita, kemampuan bapak dan ibu menyediakan makan untuk kamu.
Meski demikan apa yang disediakan ibu atau simbah itu luar biasa, tidak semua orang bisa menikmati apa yang kita punya. Kamu harus bersyukur dengan apa yang telah ada. Kamu harus belajar bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan; kamu jangan melihat ke atas.
Hati-hati kalau kamu selalu melihat ke atas dan tidak bisa menerima dan mensyukuri yang ada, kamu jadi orang yang “grangsang” orang yang selalu tidak pernah puas.
Kalau kamu tidak pernah puas dengan yang ada, ujungnya kamu nanti akan “nerak angger-angger lan paugeran” (menabrak aturan dan peraturan).
Ingat, di mana pun kita hidup, kita pasti akan dibatasi dengan banyak hal. Dibatasi oleh aturan dan peraturan; dibatasi oleh kemampuan dan lain-lain. Apa yang penting, menyadari keterbatasan dan bersyukur atas yang ada.”
Nasihat bapak itu saya ingat betul dan saya merasakan betul kebenarannya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Kejadian, manusia diberi segala yang ada, namun demikian ada satu hal yang membatasi yaitu pohon pengetahuan yang baik dan buruk.
“Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati.”
Bagaimana dengan aku? Bagaimana aku menyikapi keterbatasanku?
PS: Grangsang adalah kata kasar dalam bahasa Jawa: rakus, loba dan selalu tidak puas.