GUA Maria “Manikam Damai” telah merayakan pesta peraknya pada 25 September 2012 lalu. Sekitar 500 orang umat Katolik dari berbagai paroki di Keuskupan Banjarmasin datang berduyun-duyun ke Gua Maria yang lebih dikenal dengan nama Gua Maria Mandam ini.
Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Bapak Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. Petrus Boddeng Timang didampingi oleh tujuh orang imam.
Menandai 25 tahun Gua Maria Mandam, Uskup Keuskupan Banjarmasin meresmikan aula dan stasi jalan salib di lokasi setempat.
Ditata rapi
Di usianya yang ke-25 tahun tersebut, Gua Maria Mandam telah ditata dengan begitu apik. Berbagai fasilitas pendukung seperti pelataran gua, sarana MCK dan fasilitas lainnya telah siap menyambut kehadiran para peziarah yang datang berkunjung dari segala penjuru bumi.
Bagi Gua Maria Mandam, tanggal 6 Oktober menjadi tanggal keramat sekaligus momentum bersejarah bagi Gua Maria ini.
Sebab pada tanggal tersebut, tepatnya 33 tahun silam, Gua Maria ini diresmikan dan diberkati oleh Uskup Emeritus Keuskupan Banjarmasin Mgr. FX Prajasuta MSF.
Peristiwa bersejarah itu pun dihadiri para undangan dari pejabat desa setempat, pun umat Katolik Stasi Simpang, umat dari Kotabaru dan rombongan umat dari Kota Banjarmasin.
Dulu bisa 2-3 hari perjalanan
Umat Katolik di seantero Keuskupan Banjarmasin yang pernah mengalami masa-masa penggembalaan Bapa Uskup Mgr. Prajasuta MSF tentu masih ingat, kala itu perjalanan Banjarmasin menuju Mandam harus menempuh waktu selama 14 jam non stop melalui jalan darat.
Dan nostalgia itu akan kembali mengisi kenangan umat, sebab durasi selama 14 jam itu hanya bisa dicapai saat musim kemarau tiba.
Tentu bisa dibayangkan, bagaimana situasinya manakala musim penghujan tengah menawan, maka sim salabim, perjalanan yang semula ditempuh setengah hari lebih itu akan menjadi 2-3 hari lamanya.
Pada masa itu, sebagian ruas jalan harus melewati jalanan berpasir tebal yang otomatis menuntut kepiawaian para sopir mobil yang bermaksud melintasi rute ini.
Namun sekarang kita bisa merasa lega, karena suka duka perjalanan Banjarmasin–Mandam tak lagi terasa seperti dulu.
Jarak ini kini dapat ditempuh hanya dalam rentang waktu 8 jam saja.
Gua Maria yang super unik
Jika kita tilik bersama, struktur Gua Maria Mandam terbilang unik dan istimewa, sebab dibangun sedemikian rupa dengan memanfaatkan “gua alam dari bukit kapur” di lokasi tersebut.
Kompleks di sekitar Gua Maria Mandam juga turut melengkapi keunikan satu-satunya Gua Maria alami di Keuskupan Banjarmasin. Itu karena dikelilingi hijaunya hutan bambu dan berbagai jenis pohon yang rindang di kaki Pegunungan Meratus.
Suasana itulah yang menjadikan situasi di sekitar Gua Maria Mandam sungguh hening, sepi, sunyi, dan senyap; sehingga sangat cocok sekali menjadi tempat untuk berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Selama di perjalanan maupun di sekitar lokasi, kedua mata kita akan dimanjakan oleh gugusan perbukitan kapur yang istimewa. Semua itu tersaji melalui pemandangan nan elok di sepanjang perjalanan kita mulai dari wilayah Cantung hingga tiba di Mandam sejauh ± 30 km.
Suasana hening dan damai dengan tiba-tiba akan menyergap perasaan kita, manakala untuk pertama kalinya kedua kaki ini mulai menginjak wilayah bukit batu seluas 72.900 meter persegi yang merupakan tanah hibah pemerintah dan masyarakat setempat.
Jika menilik sejarahnya, Gua Maria Mandam ini ditemukan sekaligus dirintis oleh Pastor Heinz Ströh,MSF saat beliau berkarya sebagai Pastor Paroki Santo Yusup Kotabaru, Pulau Laut.
Pada masa itu, Paroki Santo Vincentius a Paulo Batulicin, Tanah Bumbu masih merupakan salah satu stasi dari Paroki Kotabaru ini.
Dalam perjalanan selanjutnya, pembangunannya Gua Maria Mandam dilanjutkan oleh almarhum Pastor Martasetiaka MSF.
Kilas balik
Menurut kisah yang beredar, konon pada di masa lalu di daerah tersebut (tempat di mana Gua Maria Mandam sekarang berada-red.), sering terjadi pertikaian. Dan diantara mereka yang saling bertikai tersebut kemudian ada yang saling membunuh dengan jalan saling menikam satu sama lain.
Mayat dari orang-orang yang meninggal dalam pertikaian itu kemudian dikuburkan atau dibuang begitu saja di dalam ruangan gua. Rupanya sejarah masa lalu itulah yang memberikan inspirasi kepada Pastor Martasetiaka.
Beliaulah yang selanjutnya memberikan nama Gua Maria “Manikam Damai” yang di kemudian hari lebih populer dengan nama Gua Maria Mandam. Intensinya agar orang-orang yang telah meninggal karena pertikaian itu memperoleh pengampunan dan kedamaian jiwa yang abadi.
Upaya perintisan Gua Maria Mandam adalah dengan mendatangkan beberapa umat dari Stasi Sebamban bersama beberapa umat lokal untuk membuka dan membersihkan areal sekitar gua tersebut yang kala itu masih berupa hutan lebat.
Setelah Paroki St. Vinsensius a Paulo – Batulicin berdiri secara resmi pada tanggal 19 Oktober 1987, pengelolaan dan pengembangan Gua Maria Mandam pun terus berlanjut.
Pastor Christophorus Katijanarso CM melanjutkan pembangunan kompleks Gua Maria Mandam dengan membuat rute jalan salib melingkari bukit sejauh ± 1 kilometer sehingga menjadikan tempat ziarah tersebut semakin layak digunakan.
Pengembangan Gua Maria Mandam dilanjutkan oleh Pastor VF Mariyanto CM dan terus berlangsung manakala terjadi pergantian Pastor Paroki Batulicin.
Secara teritorial Gua Mandam terletak di Kampung Hambawang Hijau RT 04, Desa Cantung Kanan, Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.