GUA Maria Marganingsih yang terletak di jalan raya Wedi-Bayat, tepatnya di Dukuh Ngaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, kembali menggelar Perayaan Ekaristi Novena Malam Selasa Kliwon pada tahun 2017 ini. Secara teritorial gerejawi, Gua Maria Marganingsih termasuk Paroki Administratif Santa Maria Ratu Bayat.
Tema umum yang diangkat pada Perayaan Ekaristi Novena Malam Selasa Kliwon kali ini adalah “Bersama Bunda Maria membangun Gereja yang inklusif, inovatif, dan transformatif agar terwujud kehidupan yang penuh kasih”.
Misa Novena ini digelar selama sembilan kali setiap Senin Wage pukul 19.00 WIB. Sebelum misa, diadakan doa rosario pada pukul 18.30 WIB.
Pembukaan Misa Novena malam Selasa Kliwon telah dilakukan pada Senin (9/1/2017) malam yang dipimpin oleh Pastor Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Rama Andrianus Maradiyo, Pr. Sedang penutupan Misa Novena malam Selasa Kliwon akan dilakukan pada Senin (16/10/2017) malam yang dipimpin oleh Administrator Diosesan Keuskupan Agung Semarang (KAS) Rama FX Sukendar Wignyosumarto Pr.
Sejarah Gua Maria Marganingsih
Dalam Buku “Perayaan Ekaristi Novena Malam Selasa Kliwon di Gua Maria Marganingsih” yang disusun oleh Tim Pengelola tempat ziarah tersebut disebutkan, sejarah keberadaan Gua Maria Marganingsih ini bermula pada tahun 1940-an, saat pasangan suami istri (pasutri) Max Somawihardjo dan Maria Margaretha Sukepi merasa gundah gelisah.
Mengapa? Karena sudah lima tahun menikah, namun mereka juga belum dikaruniai momongan atau bayi.
Maka muncullah niat hati untuk mengetuk pintu rahmat Tuhan. Jadilah keduanya mengadakan laku ziarah ke Gua Maria Sendangsono. Suami istri ini berjalan kaki dari Bayat ke Sendangsono yang jaraknya lebih dari 80 kilo meter.
Melalui Bunda Maria Sendangsono, pasutri yang merupakan cikal bakal umat Katolik di Bayat ini memohon ke hadirat Allah untuk mendapatkan momongan. Sampai-sampai, keduanya mengikat hasratnya itu dengan suatu janji suci kepada yang ilahi: Bila Tuhan bersedia menganugerahi seorang putra, maka putra itu nantinya akan dipersembahkan kembali untuk Tuhan.
Dalam perjalanan waktu, suami istri ini lalu mendapatkan momongan. Seorang putra lahir. Dan kemudian disusul dengan kelahiran demi kelahiran bayi. Total, suami istri ini dianugerahi enam anak laki-laki dan enam anak perempuan.
Kebahagiaan yang dirasakan pasutri ini semakin sempurna, ketika putra sulungnya yang bernama Martinus Soenarwidjaja masuk seminari dan akhirnya menjadi Pastor Jesuit (SJ). Romo Soenarwidjaja yang bernama Soenardi waktu keci sekarang sudah meninggal dunia.
Karena mengalami kasih Allah yang begitu besar ini, maka pada sekitar tahun 1950, Max Somawihardjo membangun Gua Maria di sepetak tanah perbukitan. Gua Maria berukuran mungil dan sederhana yang berada di antara perdu-perdu liar itu dia beri nama Gua Maria Marganingsih, yang dalam bahasa Jawa berarti jalan mengalirnya kasih.
Sejak awal, gua tersebut dimaksudkan agar bisa digunakan umat untuk berdoa. Itulah sebabnya, keluarga Max Somawihardjo selalu mengajak umat Katolik di wilayahnya untuk ikut berdoa.
Dikerangkeng
Sayangnya, ada saja pihak yang kurang berkenan atas keberadaan gua tersebut. Patung Bunda Maria ini pernah raib hingga dua kali karena diambil orang. Hal ini tak membuat umat setempat surut. Di dalam gua tersebut lalu diletakkan patung Bunda Maria yang baru. Hanya saja, gua itu lalu diberi jeruji besi dan dikunci atau di-kerangkeng (bahasa Jawa). Di hadapan Bunda Maria dalam kerangkeng, umat setempat tetap rajin berdoa dan mengungkapkan rasa hatinya.
Pembangunan Gua Maria Marganingsih yang diprakarsasi oleh almarhum Rama alm. Martinus Soenarwidjaja SJ (pernah menjadi Vikjen Keuskupan Agung Jakarta saat Mgr. Leo Soekoto SJ, pastor paroki di Gereja St. Theresia Menteng, Rektor Seminari Menengah Mertoyuda) dan saudara-saudaranya ini mendapat sambutan baik dari Keskupan Agung Semarang (KAS).
Akhirnya, tempat ziarah ini diserahkan ke KAS.
Gua Maria Marganingsih diberkati oleh Uskup KAS (waktu itu) Mgr. Ignatius Suharyo pada hari Minggu, 27 Oktober 2002. Sedang pemberkatan Tirta Marganingsih dilakukan pada hari Jumat, 1 Oktober 2004 juga oleh Mgr. Ignatius Suharyo.
Berkah Dalem,
Mohon info, apakah ada semacam aula untuk pertemuan/rekoleksi singkat? Dengan siapa dan di nomer berapa (paroki) yang bisa dihubungi untuk keperluan ziarah + rekoleksi kami? Apakah juga ada nomer katering/penjual nasi kotak?
Terimakasih
Ibu Julia, silakan hubungi kami untuk keterangan lebih lanjut
portal.sesawi@gmail.com