PENYAKIT kusta atau lepra oleh kebanyakan masyarakat dianggap sebagai penyakit kotor yang menceritakan masa kelam penderitanya.
Penilaian negatif makin melekat, kala para penderita Kusta tidak lagi memiliki semangat untuk hidup, sahabat bahkan keluarga penderita seringkali merasa terbebani dengan kehidupan mereka.
Tak jarang, para penderita kusta harus menghabiskan sisa hidup mereka sebagai gelandangan atau tunawisma sampai ajal menjemput mereka.
Beruntunglah, Kabupaten Blora yang memiliki rumah penampungan dan pemulihan untuk para penderita kusta.
Rumah mulia itu bernama Wireskat (Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik).
Wireskat terletak di Dukuh Polaman, Desa Sendangharjo, Kecamatan Blora. Berlokasi tepat di tepi jalan menuju arah kota Rembang.
Akronim dari empat kata
Wireskat sendiri merupakan akronim dari empat kata: Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik.
Dalam bahasa lain, Wireskat juga merupakan kata kerja dalam bahasa Latin: virescat yang berarti menghijaukan kembali. Pilihan kata ini seolah menunjukkan semangat Wireskat, yaitu menjadikan penghuninya sehat lagi sembuh.
Diharapkan, melalui proses di Wireskat para penderita kusta dapat merasa hidup kembali, diterima dan dicintai sebagai saudara.
Memiliki kemampuan kekaryaan yang memungkinkan para mantan penderita kusta dapat bekerja; setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. R
entan terjadi, setelah mengalami masa sulit sepanjang penyembuhan kusta, para mantan penderita kusta kehilangan semangat hidup, merasa tersingkir dari kehidupan sosial, dan memilih mengasingkan diri.
Prakarsa para imam Kongregasi Misi (CM)
Gagasan pendirian Wireskat sendiri bermula dari para Konggregasi Misi (CM) yaitu Romo Siveri CM, Romo Ernesto Fervari CM, serta Romo Fornasari CM pada tahun 1970.
Mereka bertiga secara bergantian menjadi Pastor Paroki Santo Pius X Blora.
Secara resmi Wireskat berdiri pada 21 Agustus 1971. Dalam perkembangannya, Romo Ernesto Fervari CM mendapatkan bantuan lahan dari Pemerintah Kabupaten Blora seluas 6 Hektar.
Tanah bantuan dari pemerintah ini berupa perbukitan kapur dan lahan persawahan.
Pada tahun 1972, di Wireskat dibangun tiga rumah dengan dua kamar tidur, dapur dan kamar mandi untuk para penghuninya.
Pada tahun yang sama, Wireskat dihuni oleh delapan penderita kusta. Semakin lama, penghuni Wireskat semakin bertambah hingga mencapai 90 penderita kusta pada tahun–tahun pertama.
Seiring berjalannya waktu, para penderita kusta yang menghuni Wireskat kembali ke kehidupan sosial di masyarakat, saat ini tinggal 28 penghuni Wireskat.
Di Wireskat, para penghuninya tidak berpangku tangan, mereka bekerja dalam beberapa kelompok yang dibentuk oleh pengelolanya.
- Kelompok pertama mengurusi dan mengerjakan lahan pertanian.
- Kelompok kedua, menangani peternakan sebagai aktivitas harian mereka. Beberapa hewan ternak yang dibiakkan di Wireskat antara lain sapi, babi, domba, dan ayam.
- Kelompok ketiga, menangani kebersihan dan keamanan lingkungan.
Untuk memaksimalkan pengelolaan pertanian, BPK LB Murdani membantu Wireskat dengan memberikan mesin penggiling padi yang berada 3km dari lokasi Wireskat.
Pada tahun 1980, Wireskat memperoleh hibah tanah dari Bupati Blora yang terletak di desa Keser Kecamatan Tunjungan.
Tanah tersebut, saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bertani dengan sepertiga dari laba pertanian diberikan kepada warga Wireskat.
“Selain sebagai tempat penampungan dan pemulihan para penderita kusta, Wireskat juga memiliki fasilitas untuk para peziarah. Fasilitas tersebut dijaga kebersihan dan kerapiannya oleh warga Wireskat sesuai dengan tugas dan kelompoknya. Beberapa fasilitas yang tersedia di Wireskat antara lain, aula dan tempat berziarah Goa Maria Sendangharjo, serta kapel untuk beribadah. Selain itu, tersedia juga bengkel pertukangan kayu, budidaya tanaman hias, bengkel elektronika, pembuatan benda-benda rohani (salib, dan rosario) serta pembuatan paving, dan pot tanaman,” tegas Hendro.
Pak Hendro, Ketua RT setempat yang juga pengurus Wireskat menuturkan bahwa pengembangan di wilayah wirausaha dibutuhkan agar para penghuni Wireskat dapat memiliki kemampuan pengembangan ekonomi keluarga pasca di tempat itu.
Selain itu, kemampuan wirausaha dibutuhkan dalam beradaptasi terhadap lingkungan kedepan.
“Jangan sampai, cacat jasmani mereka menghalangi untuk berkarya. Bukan untuk mereka sendiri, tetapi juga untuk lingkungan di sekitar mereka,“ ujar pria asal Tulungagung yang berkarya di Wireskat sejak 2010 ini.
Di Wireskat terdapat tempat utama untuk melakukan kegiatan rohani dan berdoa. Tempat itu bernama Goa Maria Sendangharjo.
Fasilitas yang terdapat di Goa Maria Sendangharjo adalah Jalan Salib dan Pendopo yang biasa dipakai untuk berdoa.
Di samping itu, bagi peziarah yang memiliki devosi khusus kepada Bunda Maria dapat mengikuti upacara Ekaristi yang diadakan setiap malam Jumat Kliwon pukul tujuh malam.
Bagi para peziarah yang ingin menginap disediakan penginapan yang dapat memuat sampai 30 orang.
Di Wireskat terdapat tempat utama untuk melakukan kegiatan rohani dan berdoa, tempat itu bernama Goa Maria Sendangharjo.
Fasilitas yang terdapat di Goa Maria Sendangharjo adalah Jalan Salib, dan Pendopo yang biasa dipakai untuk berdoa.
Dis amping itu, bagi peziarah yang memiliki devosi khusus kepada Bunda Maria dapat mengikuti perayaan Ekaristi yang diadakan setiap malam Jum’at Kliwon pukul 19.00 WIB.
Melakukan perjalanan rohani di Wireskat atau sekedar melakukan penyegaran, maka tempat ini memberi kita lebih dari sekedar mengunjungi tempat rekreasi. Juga mengajai kita bersyukur dan berbagi dalam kasih Tuhan.
Kasih yang melampaui status sosial dan penilaian manusia.
Sumber: https://www.bloranews.com/wireskat-sendangharjo-damai-kasih-di-rumah-kusta/
Kredit foto: BloraNews.com