Guru

0
199 views
Guru

Bacaan 1: 1Tes 1:2b-5. 8b-10

Injil: Mat 23:13-22

Dalam Bahasa Jawa ada pemahaman arti guru, yaitu “digugu lan ditiru” (dipercaya dan diikuti atau dilakukan ajarannya). Namun ada juga “plesetan” kata untuk guru, “wagu tur kuru” (‘false’, bentuk tidak ideal dan kurus) suatu pemaknaan yang buruk.

Guru adalah pekerjaan sangat mulia, mendidik tanpa kenal menyerah meski kadang berat untuk dijalani. Guru tidak hanya mendidik dalam hal akademi saja namun juga tentang sikap, etika atau perilaku baik.

Dengan segala alasan itu, maka guru pantas mendapatkan penghormatan dari para muridnya. Sebuah bangsa tidak akan maju tanpa guru.

Bagi jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus adalah guru yang baik.

Rasul Paulus selalu mengingat dan senantiasa mendoakan agar iman mereka tetap kuat meski menghadapi berbagai penganiayaan karena menjadi Kristen. Rasul Paulus terus mendorong jemaat bertumbuh dalam iman dan cinta serta mengikuti teladannya.

Injil yang diwartakan dengan kekuatan Roh Kudus telah bergema ke seluruh provinsi Makedonia dan Akhaya. Sehingga menuai pujian dari Rasul Paulus kepada jemaat Tesalonika:

“Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar, dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari surga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.”

Namun perilaku guru “wagu tur kuru” malah diperagakan oleh para ahli Taurat dan orang-oang Farisi, kelompok religius dan memiliki pemahaman teologi mumpuni namun berlaku munafik. Mereka telah menduduki kursi Musa, sebagai istilah jabatan “seorang guru iman”.

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.”

Demikian sindir Tuhan Yesus dalam sabda-Nya.

Mereka mengajarkan hal baik (dan memaksa murid untuk melaksanakannya) namun perilakunya sendiri jauh dari apa yang mereka ajarkan.

Pesan hari ini

Guru itu memang seharusnya “digugu lan ditiru” dan bukan “wagu tur kuru”.

“Guru yang baik itu ibarat lilin, membakar dirinya sendiri demi menerangi orang lain.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here