Home BERITA “Gusti Mboten Sare”

“Gusti Mboten Sare”

0
Ilustrasi: Lahan persawahan dengan bulir-bulir padi yang sudah tua menguning di wiayah permukiman penduduk di Paroki Nanga Mahap, Keuskupan Sanggau, Kalbar. (Sr. M. Ludovika OSA)

Puncta 27.01.23
Jumat Biasa III
Markus 4: 26-34

BULAN Desember sudah mulai banyak hujan. Orang Jawa bilang, “Desember itu gede-gedenya sumber.”

Maksudnya pada bulan ini banyak hujan datang sehingga sumber atau mata air mengeluarkan air dengan limpahnya.

Para petani mulai menggarap sawahnya. Mereka sibuk mengerjakan tugas untuk segera memasuki musim tanam padi.

Mereka menabur benih padi. Beberapa minggu kemudian benih itu tumbuh makin besar.

Para petani menyiapkan lahan sawahnya. Setelah benih cukup besar, kemudian ditanam di area persawahannya.

Sambil menanti tumbuhnya padi, mereka membersihkan sawah dari rumput-rumput yang tumbuh di sekitar tanaman padi.

Mereka juga membuang keong-keong emas yang bisa merusak tanaman padi. Mereka juga memberi pupuk agar padinya tumbuh dengan subur dan hasil panen melimpah.

Jika tidak ada hama; tikus, wereng atau keong emas, padi itu bisa tumbuh makin hari makin besar dan menguning. Pak Tani hanya bisa berharap dan pasrah.

Kemurahan Tuhan akan memberikan panenan yang baik dan berhasil. Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin.

Pertumbuhan dan hasil panen hanya Tuhan saja yang mahatahu.

Yesus memberi perumpamaan kepada orang banyak tentang Kerajaan Allah. Yesus mengambil contoh dari pengalaman kongkret sehari-hari.

Dunia tanam menanam tidaklah asing bagi mereka. Maka Yesus menggambarkan Kerajaan Allah itu dengan perkembangan sebuah benih.

Orang menabur benih di tanah. Benih itu tumbuh dengan sendirinya tanpa disadari si penabur.

Benih tumbuh menjadi tunas. Tunas berkembang menjadi pohon dan akhirnya menghasilkan buah.

Sesudah masak, mereka mencabut untuk memanen dan mengumpulkan berkas-berkasnya.

Yesus juga mengambil perumpamaan dari biji sesawi. Kendati biji itu yang paling kecil, tetapi ia akan tumbuh dan menjadi pohon besar, dimana burung-burung dapat bersarang diatasnya.

Kerajaan Allah itu bekerja dengan cara dan hukumnya sendiri. Ia terus bertumbuh dan berbuah tanpa kita menyadarinya.

Semua sudah diatur oleh Allah sendiri. Kita tidak tahu. Semua berjalan di luar jangkauan kita.

Dalam istilah orang Jawa, “Gusti mboten sare,” atau arti harafiahnya Tuhan tidak tidur. Tuhan selalu dan terus menerus bekerja.

Ungkapan “Gusti mboten sare” mau menegaskan agar kita terus berharap dan tidak putus asa. Dia akan bertindak dan menolong kita bagaimanapun caranya.

Ketika kita sedang sedih, gagal, jatuh terpuruk atau mengalami penderitaan, harapan kita satu-satunya adalah campur tangan Tuhan.

Gusti mboten sare” Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Dia terus bekerja dan akan menolong kita.

Dengan cara yang tidak kita sadari, Tuhan akan bertindak dan menunjukkan kuasa-Nya.

Dengan gambaran benih dan biji sesawi yang kecil, Kerajaan Allah hadir dan berkembang tanpa kita duga. Allah itu berkarya dan terus bekerja.

Ya, tetaplah percaya dan berharap, karena “Gusti mboten sare” Tuhan tidak berhenti menolong kita.

Hujan-hujan naik ke Tawangmangu,
Menikmati kopi di bawah cemara.
Hanya Tuhanlah pengharapanku,
Aku percaya akan kebaikan-Nya.

Cawas, Gusti mboten sare…

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version