Hadiah Natal untuk Joni

4
26 views
Ilustrasi: Semir sepatu. (Ist)

DI sebuah desa kecil di pinggir persawahan, Joni, seorang anak kelas VI SD, tinggal bersama ibunya di rumah sederhana beralaskan tanah dan berdinding kayu lapuk. Meski hidup dalam kesederhanaan, Joni tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya. Setiap pagi, ia berjalan kaki ke sekolah dengan sepatu usang penuh tambalan, tetapi ia tak pernah mengeluh.

Menjelang Natal di awal bulan Desember, sekolah Joni mengadakan kegiatan penggalangan dana untuk memberi hadiah kepada anak-anak kurang beruntung. Bersama teman-temannya, Nita, Anton, Rina, dan Aleks, Joni berinisiatif mengumpulkan koran bekas dan pakaian layak pakai dari para donatur. Barang-barang tersebut oleh mereka dijual di pasar desa, dan hasil penjualannya akan digunakan membeli hadiah baru.

“Ini Natal terakhir kita di SD. Ayo kita buat kenangan indah,” kata Nita penuh semangat saat mereka berkumpul di halaman sekolah.

“Setuju,” jawab Anton sambil mengepalkan tangannya. “Kita harus membantu mereka yang lebih membutuhkan.”

Selama dua pekan, kelompok kecil itu bekerja keras. Setiap sore sepulang sekolah, mereka mengetuk pintu rumah warga untuk mengumpulkan barang-barang donasi. Joni tak pernah absen, meski ia tahu sepatunya semakin tipis dan dingin saat dipakai berjalan di pagi hari yang berembun. Mereka berempat saling menyemangati satu sama lain.

Hasil penjualan akhirnya terkumpul cukup banyak. Dengan bantuan Bu Maria, guru mereka, Joni dan teman-temannya membeli berbagai hadiah berupa buku tulis, mainan, dan pakaian baru. Semua hadiah dibungkus dengan kertas kado berwarna-warni dan dihias pita cantik. Hadiah-hadiah itu akan dibagikan kepada anak-anak di panti asuhan pada malam Natal.

Namun demikian, pada malam enam hari sebelum Natal, Joni merasa sangat lelah setelah seharian membantu membungkus hadiah. Ia tertidur pulas di kamar sederhananya, tanpa firasat apa pun, hanya rasa puas karena telah ikut berbuat baik.

Pagi-pagi sekali pada hari Jumat, tanggal 20 Desember, Joni terbangun oleh suara ibunya yang memanggil dari luar kamar.

“Joni, bangun nak. Lihat ini, ada sesuatu untukmu,” kata ibunya sambil tersenyum.

Dengan mata mengantuk, Joni beranjak keluar. Di depan kamarnya, di atas lantai tanah, tergeletak sebuah kotak kado terbungkus rapi dengan kertas biru dan pita merah.

“Apa ini, Bu?” tanyanya heran.

“Entahlah, Nak. Katanya, ini dari teman-temanmu,” jawab ibunya.

Joni memandangi kotak itu dengan perasaan campur aduk. Ia membuka kertas kado tersebut perlahan, hingga muncul sebuah kotak sepatu baru. Sepatu itu tampak kokoh dan berwarna hitam mengilap, pas untuk digunakan ke sekolah.

Ia terdiam sejenak, menatap sepatu itu, lalu menunduk melihat kakinya dan sepatu lamanya di sudut ruangan, penuh tambalan di sana-sini.

“Jadi mereka tahu…,” gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

Airmata mulai mengalir di pipinya. Ia mencoba menahannya, tapi rasa haru itu begitu besar. Joni teringat betapa ia dan teman-temannya berjuang keras untuk memberi hadiah kepada orang lain. Namun, tanpa ia duga, mereka juga memikirkan dirinya.

Ibunya mendekatinya dan memeluknya erat. “Bersyukurlah, Joni. Tuhan bekerja melalui teman-temanmu. Mereka tahu betapa baik hatimu.”

Hari itu, Joni memakai sepatu barunya untuk pertama kali. Ia melangkah ke sekolah dengan rasa bangga dan bahagia yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Di sekolah, ia menemui Nita, Anton, Rina, dan Aleks.

“Terima kasih, teman-teman,” katanya sambil tersenyum, matanya masih sedikit merah. “Aku tak menyangka kalian memikirkan aku.”

“Kami tahu kamu butuh, Joni,” kata Nita sambil menepuk bahunya. “Kamu sudah banyak membantu orang lain. Kini saatnya kami membantu kamu.”

Anton menambahkan, “Kita ini satu tim. Kalau di antara kita butuh bantuan, kita harus saling mendukung.”

Siang hari di tanggal 24 Desember, kelompok kecil mereka membagikan hadiah ke panti asuhan. Anak-anak di sana menyambut mereka dengan tawa dan sorak-sorai. Joni merasa bahagia melihat senyum di wajah mereka. Dalam hati, ia berdoa dan bersyukur karena Tuhan telah memberkati mereka semua dengan cinta yang begitu besar.

Sepatu baru itu menjadi simbol harapan bagi Joni. Ia belajar bahwa kebaikan yang diberikan kepada orang lain akan selalu kembali kepada kita, sering kali dengan cara yang tak terduga. Di malam Natal itu, Joni menyadari bahwa hadiah terbaik bukanlah benda, melainkan kasih sayang dan perhatian dari orang-orang di sekitarnya.

Dan dalam doa malam, Joni berkata, “Terimakasih, Tuhan. Terimakasih atas teman-teman luar biasa dan cinta-Mu yang selalu hadir. Semoga aku bisa terus berbagi kebaikan, seperti yang telah mereka ajarkan padaku.”

4 COMMENTS

  1. Sangat terinspirasi dengan kisah ini. Terus berbuat baik & membantu sesama tanpa pamrih. Tuhan sendiri yang akan mencukupi apa yang kita butuhkan. Tanpa kita duga dari mana. Trimakasih Romo BEI..

  2. Sedih, terharu, beda tipis. Betapa anak-anak kecil teman-teman Joni mengetuk hati kita untuk sejenak menyadari orang-orang dekat yang perlu kita sentuh di tengah hiruk pikuk. Bantuan apapun, tidak selalu barang/benda. Mantaps Romo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here