Hafal (3)

0
151 views
Tiga pastor Jesuit bersama umat Katolik di wilayah pedalaman Keuskupan Ketapang, Kalbar. Tepatnya di Paroki Botong yang diampu oleh dua imam Jesuit. (Romo Baskara T. Wardaya SJ)

SEKALI lagi, meskipun di atas permukaan semuanya tampak baik-baik, di bawah permukaan ternyata ada banyak masalah. Atas masalah-masalah tersebut, tentu tidak ada satu “obat mujarab” yang bisa mengatasi atau membereskan semuanya.

Pendidikan, kunci untuk maju

Perlu dicari berbagai kemungkinan untuk mengatasi atau membereskannya. Salah satu kemungkinan itu adalah mengatasinya melalui pendidikan. Artinya, perlu kemauan untuk mendorong dan membuka peluang sebanyak mungkin bagi anak-anak muda di paroki ini yang tertarik untuk membekali diri dengan pendidikan yang memadai.

Selain akan mampu membantu mereka membuka wawasan lebih luas, pendidikan yang memadai akan turut membantu anak-anak muda tersebut untuk lebih mudah mendapatkan lapangan pekerjaan.

Dengan begitu penghasilan keluarga yang selama ini bergantung pada hasil berladang bisa dilengkapi dengan penghasilan dari bidang-bidang lain. Sekaligus akan membuka kemungkinan bagi orang-orang Dayak untuk lebih leluasa berpartisipasi dalam dinamika sosial, politik dan ekonomi di tingkat nasional.

Para remaja Katolik dari Paroki Botong, sebuah wilayah pedalaman Keuskupan Ketapang yang reksa pastoralnya diampu oleh imam Jesuit. (Romo Baskara T. Wardaya SJ)

Potensial tapi tak mampu dan tak punya akses

Harus diakui, sebenarnya ada banyak sekali anak muda Dayak yang secara akademis potensial namun belum mendapat kesempatan. Si Bonnie yang baru tingkat SMP itu misalnya.

Dengan baik, ia bisa menerangkan praktik-praktik penambangan bauksit yang sangat merugikan penduduk. Dengan piawai pula ,dia membuat perbandingan dengan prinsip “minus malum” antara perusahaan bauksit dan perusahaan sawit. Penjelasannya sangat masuk akal.

Atau Si Yudin yang cukup berprestasi, ketika sempat setahun kuliah di Universitas Bung Karno, Jakarta. Sayang sekali, orang-orang yang potensial seperti Bonnie dan Yudin ini harus berhenti menempuh pendidikan, “hanya” karena tiadanya cukup biaya.

Gisel

Pada suatu hari di siang bolong yang terik, ketika sedang berada sebuah tempat di mana tersedia signal HP (handphone) di Dusun Botong, penulis bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Gisel. Dia baru kelas 4 SD, tetapi sudah dikenal sebagai anak yang pandai. Ketika dia penulis tanya apakah hafal doa Bapa Kami dalam bahasa Inggris, dia mengatakan hafal. Dengan lancar, ia lalu mendaraskan doa Our Father.

Dua imam Jesuit dari Jakarta merayakan pesta Tahun Baru bersama OMK Paroki Botong, Keuskupan Ketapang, Kalbar. (Romo FX Baskara T. Wardaya SJ)

Setelahnya, ketika penulis tanya apakah hafal doa Salam Maria dalam bahasa Inggris, ia juga menyatakan hafal. Ia pun dengan lancar mengucapkan doa Hail Mary dari awal sampai akhir. Gisel juga hafal ketika ditanya rumusan Visi dan Misi Keuskupan Ketapang.

Menurut Romo Paroki Botong, Gisel itu pandai pula di bidang matematika, sehingga Romo tersebut pernah menghadiahinya untuk bertamasya ke kota Solo, Jawa Tengah, secara cuma-cuma.

Tentu akan sayang sekali, jika anak dari Paroki Botong yang potensial seperti Gisel ini sekolahnya berhenti di tingkat SD atau SMP, hanya gara-gara tiadanya kesempatan dan biaya.

Tiga imam Jesuit di Paroki Botong, Keuskupan Ketapang, Kalbar. Ki-ka: Pastor Kepala Paroki Botong Romo Mardi Santosa SJ, Romo Dr. FX Baskara T. Wardaya SJ, dan Romo Chris Purba SJ dari Paroki Mangga Besar, Jakarta Barat. (Romo Baskara T. Wardaya SJ)
Melayani pastoral umat Katolik di wilayah pedalaman Keuskupan Ketapang, Kalbar. Sekaligus juga mencari kemungkinan bisa mendapatkan akses biaya sekolah dan kuliah bagi remaja dari kawasan pedalaman. Inilah yang dilakukan dua imam Jesuit yang berkarya di Paroki Botong, Kabupaten Ketapang, Kalbar.

Terbuka

Mengingat itu semua, alangkah indahnya jika suatu saat ada dermawan-dermawan dari luar yang tergerak hatinya untuk membantu anak-anak muda seperti Bonnie, Yudin dan Gisel ini. Agar mereka bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalnya dengan mengusahakan beasiswa untuk mereka. Atau dengan ikut menanggung sebagian biaya sekolah mereka.

Bisa juga dengan menyediakan buku-buku untuk perpustakaan paroki supaya banyak anak muda setempat yang membina kebiasaan membaca buku. Atau bisa juga merelakan komputer atau laptop-laptop bekas yang masih berfungsi, agar bisa mereka gunakan untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Demi kemajuan pendidikan kaum muda, kiranya sarana-sarana komunikasi khususnya komunikasi melalui internet, juga penting. Untuk itu perlu diusahakan, dikembangkan dan dirawat dengan baik.

Sarana-sarana itu akan memungkinkan anak-anak usia sekolah di sini bisa mendapatkan tidak hanya informasi, tetapi juga materi-materi pendidikan yang mereka butuhkan. Tentu saja dalam penggunaannya perlu ada pendampingan dari pihak-pihak tertentu sehingga tidak disalahgunakan.

Kita bersyukur pada Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) yang selama ini sudah mengirimkan para mahasiswanya untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di berbagai wilayah di Keuskupan Ketapang; termasuk di Paroki Botong. Bahkan Rektor UAJY, Dr. G. Sri Nurhartanto, sudah sering terjun langsung dan mengunjungi hampir semua paroki yang ada di Keuskupan Ketapang.

Kiprah para mahasiswa dan Rektor UAJY di daerah ini tentu akan membantu memotivasi kaum mudanya untuk bisa menempuh pendidikan tinggi. Apalagi Rektor UAJY tersebut telah menandatangani MoU alias Memorandum of Understanding dengan Keuskupan Ketapang.

Berdasarkan MoU tersebut, setiap tahun tersedia kesempatan bagi dua orang mahasiswa dari Keuskupan Ketapang untuk belajar di UAJY dengan dukungan beasiswa penuh.

Imam Jesuit bersama kaum muda Katolik dari Paroki Botong, Kabupaten Ketapang, Kalbar. Terjadi ketika dua imam Jesuit dari Jakarta melakukan asistensi pastoral Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 di Botong. (Romo Baskara T. Wardaya SJ)
Romo Chris Purba SJ dari Paroki Mangga Besar melakukan asistensi pastoral Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 di Paroki Botong, Keuskupan Ketapang, Kalbar. (Romo FX Baskara T. Wardaya SJ)

Tetes Perhatian

Anda tentu sering mendengar tentang kota Pontianak, Ibukota Provinsi serta kota terbesar di Kalimantan Barat itu. Namun tentang kota Balai Berkuak mungkin Anda belum banyak mendengarnya. Apalagi tentang Paroki Santa Maria Botong yang letaknya lebih jauh di pedalaman.

Tetapi sekarang Anda tahu tentangnya. Anda juga tahu bahwa di Botong ada banyak tantangan, tetapi juga ada banyak peluang—khususnya peluang untuk membantu pendidikan kaum mudanya. Peluang itu terbuka untuk semua orang.

Siapa tahu Anda tertarik untuk menyambut peluang itu. Keterangan lebih lanjut bisa ditanyakan kepada dua orang pastor Jesuit yang kini sedang bertugas di paroki tersebut. Pastor Albertus Mardi Santosa SJ alias Romo Mardi. Juga, Pastor Philipus Bagus Widyawan SJ alias Romo Wawan.

Harap sabar, mereka ini tidak selalu punya akses sinyal HP. Sangat mungkin bahwa mereka akan lamban dalam merespon pesan-pesan WA dari Anda. Yang jelas setiap tetes perhatian dan bantuan bagi umat Tuhan di sana akan mereka apresiasi setinggi-tingginya. (Selesai)

Baca juga: Ateng (2)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here