Hak Sehat

0
329 views
Ilustrasi: layanan kesehatan by Government. (Ist)

KONSTITUSI WHO (1946) menegaskan bahwa sehat adalah hak asasi manusia. Dengan demikian, semua negara memiliki kewajiban hukum bagi warganya dengan memastikan akses terhadap layanan kesehatan tepat waktu, dapat diterima, dan terjangkau, dengan kualitas yang memadai. Selain itu, juga penyediaan faktor terkait sehat, seperti air bersih, sanitasi, makanan, perumahan, informasi dan pendidikan kesehatan.

Apa yang perlu disadari?

Kewajiban setiap negara untuk mendukung hak atas sehat, termasuk dengan melakukan alokasi sumber daya maksimum yang tersedia. Dalam banyak kasus, hak atas sehat telah diadopsi menjadi hukum nasional atau hukum konstitusional, sesuai dengan prinsip yang telah disuarakan dalam ‘Sustainable Development Goal’ (SGDs) 2030 dan Cakupan Kesehatan Semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC).

Tiga penyakit menular mematikan

Layanan kesehatan yang tidak adil dan memarjinalisasi akan menyingkirkan populasi tertentu di masyarakat, sehingga gagal menikmati derajad kesehatan yang baik. Tiga penyakit menular paling mematikan di dunia, yaitu malaria, HIV/AIDS dan TBC, secara tidak proporsional mempengaruhi populasi termiskin di dunia, dan dalam banyak kasus diperburuk oleh ketidaksetaraan lainnya, termasuk karena jenis kelamin, usia, orientasi seksual atau identitas gender dan status migrasi.

Sebaliknya, beban penyakit tidak menular, yang sering terjadi di negara berpenghasilan tinggi, meningkat secara tidak proporsional di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebagian besar dipengaruhi oleh faktor gaya hidup, perilaku, dan lingkungan, yang sebenarnya juga terkait erat dengan hak asasi manusia.

Dalam pendekatan berbasis hak, maka kebijakan, strategi dan program layanan kesehatan harus dirancang secara eksplisit untuk meningkatkan kemungkinan semua warga mewujudkan hak sehat, dengan fokus pada warga yang terbelakang terlebih dahulu. Negara dan pemangku kepentingan lainnya bertanggungjawab atas terpenuhinya hak asasi manusia.

Penjaminan harus ada, bahwa hak asasi manusia dilaksanakan tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun, misalnya berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, atau status lainnya. Selain itu, juga disabilitas atau kecacatan, usia, status perkawinan dan keluarga, orientasi seksual dan identitas gender, status kesehatan, tempat tinggal, situasi ekonomi dan sosial.

Bersifat universal

Hak asasi manusia bersifat universal dan tidak dapat dicabut. Hak tersebut berlaku sama untuk semua orang, dimana saja, dan tanpa perbedaan. Realisasi pemenuhan hak untuk sehat oleh negara, seharusnya dilakukan secara progresif, dengan menggunakan sumber daya maksimum yang tersedia.

Artinya bahwa tidak peduli dengan tingkat sumber daya yang dimiliki, semua pemerintah harus mengambil langkah segera untuk pemenuhan hak ini, misalnya penghapusan diskriminasi dan perbaikan dalam sistem hukum.

Hak atas kesehatan (Pasal 12) dalam ‘General Comment 14 of the Committee on Economic, Social and Cultural Rights’, sebuah komite ahli yang independen mencakup 4 komponen inti, yaitu:

  • ketersediaan (availability);
  • keterjangkauan (accessibility);
  • penerimaan (acceptability);
  • mutu (quality).

Ketersediaan (availability) mengacu pada adanya fasilitas, obat, alat dan layanan kesehatan yang memadai untuk semua warga. Ketersediaan dapat diukur melalui analisis data terpilah untuk berbagai kelompok masyarakat yang berbeda termasuk usia, jenis kelamin, lokasi tinggal dan status sosial ekonomi. Selain itu, juga survei kualitatif untuk menggambarkan cakupan kesenjangan dan cakupan penyebaran petugas kesehatan profesional.

Keterjangkauan (accessibility) adalah kemudahan saat memerlukan fasilitas, obat, alat dan layanan kesehatan untuk semua warga. Aksesibilitas memiliki empat dimensi yang saling tumpang tindih, yaitu tanpa diskriminasi, aksesibilitas fisik, ekonomis dan informasi.

Menilai aksesibilitas memerlukan analisis penghalang yang ada, baik keuangan, fisik atau lainnya, dan bagaimana dampaknya terhadap warga yang paling rentan. Selain itu, juga sistem informasi kesehatan yang baik dan  menjangkau semua populasi.

Penerimaan (acceptability) berkaitan dengan penghormatan petugas kesehatan terhadap etika kedokteran, budaya lokal, dan kepekaan terhadap kondisi pasien. Akseptabilitas mensyaratkan bahwa fasilitas kesehatan, barang, layanan dan program berpusat pada pasien dan memenuhi kebutuhan spesifik dari kelompok populasi yang beragam, sesuai dengan standar etika profesi, etika internasional untuk kerahasiaan, dan ‘informed consent.

Kualitas atau mutu adalah komponen kunci dari Cakupan Kesehatan Universal (UHC). Layanan kesehatan yang bermutu harus aman (menghindarkan bahaya pada pasien), efektif (layanan kesehatan berbasis bukti), dan berpusat pada pasien (merespons preferensi, kebutuhan dan nilai individual).

Selain itu, juga tepat waktu (mengurangi waktu tunggu dan penundaan), merata (tidak berbeda kualitas berdasarkan jenis kelamin, etnisitas, lokasi geografis, dan status sosial ekonomi), terintegrasi (menyediakan berbagai bentuk layanan kesehatan), dan efisien (memaksimalkan manfaat sumber daya yang ada dan menghindari pemborosan).

Sesuai Konstitusi WHO (1946) yang menyebutkan bahwa sehat adalah hak asasi manusia, maka mutu layanan kesehatan harus terus diperbaiki, guna meningkatkan kemungkinan semua warga mewujudkan haknya untuk sehat.

Sudahkah kita terlibat membantu?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here