Kakekku petani miskin yang sederhana dan cermat.
Ia pandai berhemat uang, kata-kata, serta air mata.
“Ketika kesedihan mendesak, tabahkanlah hatimu
tabunglah air matamu agar kelak berbunga pelangi”
Begitu pesan singkatnya.
Maka sejak kecil aku terpaksa belajar tabah
menahan semuanya, menahan air agar tidak tumpah
untuk kusimpan di kantong mataku yang cukup dalam.
Sekarang tabungan air mataku sudah lumayan.
Kini, di saat-saat tertentu, air mata akan mengalir
dengan sendirinya, dengan derasnya, karena engkau
siapakah yang tahu hangatnya selain pipiku sendiri?
Aih lihatlah, air mataku sedang mengalir dengan bahagia
terlihatkah warna-warna pelangi pada tiap tetesnya?
Jika iya, mendiang kakekku tentulah sangat bahagia.