Harapan

0
285 views
Ilustrasi: Masker anti covid-19. (Ist)

Renungan Harian
Senin, 4 Maret 2022
Bacaan I: T. Dan. 13: 1-9. 15-17. 19-30. 33-62
Injil: Yoh. 8: 1-11
 
“ROMO, dalam beberapa waktu ini, saya merasa sungguh-sungguh down, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan. Semua ini bersumber dari kebodohan dan keteledoran saya. Saya merasa bahwa covid ini tidak berbahaya dan kami pasti bisa melewati dengan tenang.

Itulah kebodohan saya menganggap Covid-19 tidak berbahaya, sehingga saya harus kehilangan isteri saya dan bahkan nyawa saya sendiri.
 
Romo, saat gelombang pertama pandemi virus Covid-19 yang sering disebut dengan varian alpha saya pernah terpapar. Saya tidak merasakan apa-apa dan dalam waktu yang singkat saya bisa sembuh.

Maka dalam situasi itu saya tidak pernah takut untuk berkegiatan dan bekerja. Sebagai seorang wiraswasta dengan berbagai proyek di luar kota bahkan luar pulau, maka ada tuntutan untuk pergi kesana kemari.

Saya pergi ke proyek-proyek di mana saya harus bekerja. Saya bertemu dengan banyak klien, banyak pekerja dan banyak orang yang entah dan saya tidak pernah terpapar dan sehat-sehat saja.
 
Nah ketika gelombang kedua pandemi virus Covid-19 yang disebut dengan varian delta melanda, saya merasa sama saja dengan sebelumnya.

Saya tidak takut dan akibatnya saya juga tidak waspada. Saya tetap saja pergi kesana kemari dan bertemu banyak orang. Saya yang selalu pergi dan merasa yakin tetap sehat, namun ternyata isteri saya yang selalu di rumah justru terpapar Covid-19.

Sekali lagi karena kebodohan saya, saya tetap menganggap itu biasa saja dan akan segera sembuh.

Bahkan di saat isteri saya sakit, saya tetap pergi ke proyek di luar kota. Sebagaimana biasa yang menjadi komitmen kami sejak awal perkawinan, kami selalu menyediakan waktu untuk berbicara, maka saya memantau isteri saya lewat pembicaraan itu.

Tetapi hari itu, saya melihat isteri saya semakin malas untuk berbicara karena sakitnya. Maka saya minta anak-anak saya untuk selalu mengawasi mamanya. Dan terjadilah, sore itu isteri saya meninggalkan kami selama-lamanya,
 
Romo, saat itu saya sungguh drop rasanya tidak bertenaga, ada perasaan pengin ikut isteri saya. Di saat seperti itu saya nekat untuk mencium istri saya, dan sebagai akibatnya saya terpapar hingga selama dua pekan lamanya saya tidak bisa apa-apa.

Di saat seperti itu kami tidak punya uang, bukan karena tidak ada uang, tetapi semua ada di bank dengan nama almarhum isteri dan saya juga tidak tahu PIN dan lain-lainnya.

Itulah saat paling rendah dalam hidup saya.

Saya sungguh-sungguh sudah kehilangan harapan. Anak-anak saya selalu mendorong dan menyemangati saya. Mereka selalu mengingatkan saat-saat kami ziarah yang selalu kami lakukan setiap tahun.

Mereka selalu mengingatkan betapa rajinnya mama mereka ke gereja untuk mendoakan kami sekeluarga.

Mereka mengingatkan bahwa selama ini kami selalu menggantungkan hidup kami pada Tuhan lewat-lewat doa kami.

Itulah Romo yang membuat saya bangkit, keyakinan bahwa pada Tuhan selalu ada harapan dan pengalaman hidup kami selama ini hanya mengandalkan Tuhan.

Dan sekarang saya yakin bahwa kalau saya berpegang pada Tuhan dalam situasi apa pun tidak pernah kehilangan harapan.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Daniel, pengalaman Susana yang nampaknya sudah tidak ada harapan lolos dari hukuman mati, karena imannya maka Tuhan melepaskan dia.

“Allah yang kekal, yang mengetahui apa yang tersembunyi, dan mengenal sesuatu sebelum terjadi, Engkau pun tahu bahwa mereka itu memberikan kesaksian palsu terhadap aku. Sungguh, aku mati, meskipun aku tidak melakukan sesuatu pun dari yang mereka dustakan tentang aku.”
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here