MELODI pagi yang dingin dari suara burung-burung dan sayup-sayup lantunan suara masjid di desa tetangga menjadi alarm alam sambut hari baru. Desa yang selalu berkabut di awal pagi berada di tepian sungai. Jauh dari kebisingan lalu lintas.
Harmonisasi hidup
Desa berkabut berpenduduk sedikit, pendapatan ekonomi rata-rata sebagai petani. Fasilitas listrik yang berjadwal, namun cukup bisa mengakses informasi melalui internet. Meski sinyal rada timbul tenggelam.
Rutinitas desa lebih lambat dari situasi hidup di perkotaan. Sebagian besar masyarakat mengolah lahan pertanian. Lahan pertanian diolah menggunakan peralatan pertanian konvensional. Kalau pun ada yang berperalatan pertanian modern, bisa dihitung dengan jari. Beberapa penduduk bekerja sebagai nelayan.
Pengairan pertanian tergantung dengan pasang surutnya air sungai. Jarak antara sungai dengan lahan pertanian tidak begitu jauh. Dari pagi hingga siang air surut dan air mulai pasang lagi dari siang sampai malam.
Tidak menutup kemungkinan binatang dari sungai ada di petak-petak persawahan. Seperti belut sungai, ular-ular kecil, biawak, dan buaya.
Penduduk hidup rukun dan sederhana. Solidaritas tetap terjaga dan rasa kekeluargaan masih ada meski bukan sebagai saudara sekandung.
Bila masuk ke rumah-rumah mereka – terlihat sederhana dari luar- dapat dilihat tumpukan hasil panen dalam karung-karung yang disusun rapi. Hasil panen lama dengan baru dipisahkan.
Hasil pertanian berupa jagung, padi dan kacang-kacangan atau jenis bahan makanan yang tahan lama. Sedangkan sayur-mayur diletakkan ditempat yang lembab agar tahan bebeerapa jam sebelum dimasak.
Salah satu keluarga petani berhasil menyekolahkan kelima anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Satu orang puterinya bersekolah hingga keluar negeri beberapa tahun karena mengambil studi hingga jenjang Strata-2.
Sebut saja Dewi Namanya. Selesai kuliah, dia kembali ke kampung halamannya.
Keluarga inilah menjadi contoh bagi warga untuk sadar akan pentingnya menyekolahkan anak-anak mereka.
Tak sesuai harapan
Sepulang dari studi, sikap Dewi berubah. Yang dulunya makan nasi jagung, nasi pulut, nasi kacang, sekarang makan wortel, jagung dan keju. Sayur mayur yang dia makan selalu dicampur dengan keju dan mentega.
Semakin lama semakin sedih orangtua dan sanak saudara Dewi. Persediaan panen yang bisa untuk beberapa bulan –terkadang bisa satu tahun bila hasil panen bagus– semenjak Dewi pulang tidak bisa lagi bertahan.
Semua kemauan Dewi harus dipenuhi. Mau tak mau orangtuanya menjual hasil panen untuk memenuhi keinginan Dewi yang kebarat-baratan.
Dewi lupa dengan identitas dirinya. Dia menutupi identitas aslinya dengan tampilan yang serba mengaggumkan dan mewah.
Orangtua Dewi prihatin dengan sikap hasil studi Dewi. Bukan membuatnya lebih bermartabat bertingkah laku, tetapi justru membuatnya tinggi hati.
Harapan orangtuanya, Dewi pulang ke kampung membangun masyarakat dari sisi pendidikan dan pengetahuan masyarakat.
Lebih peka akan keperluan masyarakat kampung yang masih kurang fasilitas umum. Dan mengusahakannya dengan menggerakkan warga untuk membangun desa. Puji Tuhan bila bisa membawa peningkatan kesejehateraan masyarakat dengan membina masyarakat mengolah hasil panen yang siap dipasarkan.
Kenyataannya tidak.
Sangat perlu
Pendidikan diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup. Yang sebelumnya belum bisa berhitung menjadi bisa berhitung. Untuk membantu memperkirakan untung rugi, jumlah yang diperlukan dalam sebuah takaran –baik bidang boga, ekologis, ekonomi dan yang lainnya– agar sesuai dan tidak terjadi pemborosan.
Yang sebelumnya belum tahu mengolah hasil panen menjadi lebih kreatif mengolah bahan makanan.
Pendidikan diperoleh bukan untuk merendahkan orang lain. Memperoleh kesempatan studi bukan berarti lebih berharga atau lebih baik dari yang lain. Terkadang yang berpendidikan tinggi justru kurang peka dengan situasi sekitar. Justru yang berpendidikan rendah lebih paham tentang kepedulian dengan sesama.
Pendidikan dapat menjadikan seseorang berkualitas. Berkualitas yang bukan hanya penampilannya namun juga akhlak.
Studi di kota dalam propinsi, di propinsi dalam negara, di negara lain atau mungkin di benua lain –bahkan di samudera mana pun– namun bila ilmu hanya untuk mencari kemegahan tak akan bermakna. Juga, bila tanpa mengabdi dan atau melakukan pelayanan bagi sesama.
Sebuah anugerah
Segala sesuatu yang bisa dialami, dinikmati dalam hidup dan terjadi karena kuasa Tuhan adalah anugerah. Bagi saya, pendidikan termasuk salah satu anugerah Tuhan. Hanya karena kehendak-Nya, pendidikan bisa terlaksana.
Pastinya ada maksud tersendiri mengapa Tuhan memberi kesempatan untuk studi dengan bantuan pihak-pihak yang mampu mewujudkan proses pendidikan itu sendiri.
Pendidikan semakin bermakna bila digunakan untuk membantu sesama. Sebagaimana Tuhan memberikan anugerah kepada siapa pun dan cuma-cuma. Tak ada perhitungan warna kulit, bentuk hidung atau jenis rambut.
Patutlah bersikap terimakasih kepada pihak-pihak yang dengan rela hati mewujudkan pendidikan tersebut. Tidak hanya berhenti pada predikat dengan indeks prestasi yang tertinggi, namun mempertanggungjawabkan ilmu yang diperoleh.
Menjadi berkat bagi sesama
Semoga kita yang telah lulus TK, SD, SMP, SMA, S-1, S-2 dan S-3 tidak membuat “S”, stress, stroke dan stop bagi sesama.
Tetapi bisa menjadi “S” yang so sweet; sesama bagi sesama.