Puncta 17.02.23
Jum’at Biasa VI
Markus 8: 34-9:1
VONIS terhadap Barada Richard Eliezer diketuk oleh hakim kemarin di pengadilan Jakarta Selatan. Icad, panggilan Richard Eliezer dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara, jauh dari tuntutan jaksa 12 tahun.
Icad berani menjadi Justice Colaborator (JC). Kejujuran seorang Icad membuka tabir pembunuhan berencana seorang jenderal polisi bintang dua.
Icad yang tidak menyayangkan nyawanya dan berani jujur dihargai oleh hakim dengan hukuman ringan. Berbeda dengan terdakwa lainnya yang dijatuhi vonis lebih berat.
Icad berani melawan skenario atasannya. Kendati dia ikut menembak, tetapi dia hanyalah menaati perintah atasan.
Dia menolak untuk diajak berbohong bahwa kejadian itu adalah polisi menembak polisi. Karena seorang Icad, kasus ini menjadi terbuka terang-benderang.
Ia tidak menyayangkan dirinya. Ia mau jujur demi kebenaran. Kendati untuk itu dia menghadapi lawan berat yakni seorang jenderal dan kroni-kroninya.
Mungkin saja dia kalah. Bisa jadi masa depannya hancur. Ia berani mengurbankan segalanya demi tegaknya kebenaran dan keadilan.
Perjuangan Icad mendapatkan hasil. Ia dihargai dengan kejujuran dan permintaan maafnya kepada keluarga Yosua.
Banyak orang bersimpati kepada Icad. Mereka menyambut vonis hakim dengan gegap gempita, banjir tangis airmata.
Doa-doa mereka dikabulkan. Icad menjadi simbol perlawanan kaum kecil, lemah dan tak berdaya.
Yesus berkata kepada orang banyak, “Setiap orang yang mau mengikui Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya, dan mengikut Aku.
Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku dan Injil, ia akan menyelamatkan nyawanya.”
Tak henti-hentinya kedua orangtua Icad mengucapkan puji syukur kepada Tuhan karena perjuangan dan doa mereka terkabul. Orang yang mau mengikut Yesus memang harus berani memikul salib.
Persyaratan menjadi murid Yesus adalah menyangkal diri. Mereka harus berani jujur dan menolak kebohongan, kejahatan dan kesewenang-wenangan.
Perjuangan seperti ini sungguh sulit, laksana memikul salib berat.
Tetapi Yesus berjanji, “barang siapa kehilangan nyawanya demi Aku dan Injil, ia akan menyelamatkan nyawanya. Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?”
Kejahatan pada akhirnya akan kalah, kebenaran walau harus diperjuangkan sampai berdarah-darah, akhirnya akan menang.
Semoga Icad tetap bisa menjadi polisi. Saya yakin ini adalah pengalaman yang akan menggembleng dia menjadi polisi yang baik.
Mari kita berani memperjuangkan kebenaran kendati harus memanggul salib, karena dengan itu kita dibimbing menjadi murid Yesus yang sejati.
Sakit hati tidak bisa diobati tabib,
akan sembuh jika mengampuni.
Mengikuti Yesus memanggul salib,
Syarat jadi murid-Nya yang sejati.
Cawas, salut untuk Pak Hakim…