Panen padi dan sayur di ladang, masak sayur rampai bukan sayur lodeh
Jangan lupa pulang kampung untuk begawai, kalau rindu ngaku aja deh…
RASA rindu akan kampung tak pernah akan hilang, tanpa diobati dengan pulang kampung. Pantun rasa rindu dan syukur di atas tentang peruntungan, kesuksesan, untuk terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup diungkapkan dengan beragam cara.
Dengan mengundang pihak-pihak terkait, orang penting Gereja dan masyarakat, kerabat atau orang terdekat, teman, sahabat dan kenalan. Semua diundang untuk turut meraskan kebahagiaan hati. Tak lepas dari peran Yang Kuasa yang menjadikannya nyata dalam hidup. Bagi masyarakat Dusun Lintang Pelaman, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat.
Hari gawai, hari penuh syukur atas rahmat panen selama satu tahun berjalan adalah ujud tradisi masyarakat Dayak secara turun-temurun. Syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rezeki. Kini, saatnya umat bersukacita karenanya. Juga karena Tuhan telah berkenan memberkati hidup umat; dalam hal ini masyarakat Dayak.
Tumenggung dan masyarakat dusun Lintang Pelaman mengajukan hari penetapan gawai kepada Uskup Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus. Kemudian disepakati uskup, maka akhirnya pesta Gawai Dayak Pompank Lintang Pelaman berhasil dilaksanakan tanggal 1-2 Juli 2024.
Jelajah alam: dari darat ke air dan ke darat
Lintang Pelaman adalah satu dusun di wilayah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Ada beberapa jalan untuk bisa sampai di Lintang Pelaman. Dari Sungai Batu. Atau dari arah Sekadau, dan juga bisa dari Kota Sanggau. Jaraknya tak bisa dihitung atau diperkirakan.
Mengukur jarak dan jarak tempuh dengan menyusuri aliran Sungai Kapuas rasanya belum pernah dilakukan. Yang bisa diukur waktu tempuh yang diperlukan. Dari tiga jalur itu waktu, carilah cara mana yang lebih cepat waktu tempuhnya dari Kota Sanggau.
Untuk pergi ke Lintang Pelaman, orang harus menyeberangi Sungai Kapuas. Ada beberapa dermaga di sepanjang Sungai Kapuas di Kota Sanggau. Ada dermaga ke Meliau dan dermaga ke Erna. Biasanya masyarakat menyebutnya dermaga ke Erna.
Beberapa speed terparkir di dermaga. Speed akan membawa penumpang menuju ke dermaga Erna. Disebut Erna karena dermaga tujuan Lintang Pelaman, dermaga perusahaan kayu. Perusahaan ini bernama PT Erna Djuliawati. Maka familiar dengan dermaga Erna, dari dulu hingga sekarang.
Sungai Kapuas dalam kesibukkannya, banyak pengguna perjalanan sungai ini. Sungai terpanjang di Indonesia ini, berkelok-kelok seperti ular, menjadi induk dari sungai-sungai di Kalimantan Barat. Di sungai ini hidup bermacam-macam jenis ikan.
- Dari yang ikan membahagiakan, bisa dimakan, ke jenis ikan yang membahayakan karena giginya yang tajam, seperti ikan buntal, berduri dan mampu menggigit daging kita, jari bisa putus digigitnya.
- Dari nenek buaya hingga ke cucu cicit buaya, dan jenis reptil lainnya. Airnya keruh berwarna kopi susu gula aren. Satwa yang hidup di dalamnya tidak tampak, tapi bila mau say hello, nyawa taruhannya.
Speed yang cukup laju dan bersuara berisik, menyusuri Sungai Kapuas. Beberapa speed bermuatan empat penumpang dan ada yang lebih. Sopirnya lihai dan berusaha memberi kenyamanan perjalanan. Lihai menghindari area tertentu yang ada di sungai. Paham bagaimana caranya mengendarai saat ada gelombang-gelombang dari perahu motor lain yang lebih laju atau melewati sampan yang ukurannya lebih kecil.
Duduk tenang menikmati alam disuguhi hutan rimba sebelah kanan kiri. Pohon-pohon berbatang besar, dua sampai tiga kali rentangan tangan orang dewasa, dengan akar-akarnya yang kuat mencengkeram tanah dan ada yang separo akarnya tergenang air, menjuntai seperti kain selendang, dan tinggi menjulang.
Tanaman-tanaman dengan bunga ungunya yang cantik. Mereka tumbuh padat dan liar. Ada beberapa daratan yang agak lapang, tidak ada rumput tumbuh atau sejenisnya, memanjang, tidak begitu luas, mungkin di jam-jam tertentu tempat kongkownya buaya. Hanya ekspektasi saja. Tak ada larangan. Juga bila ada yang mau memastikan jam berapa para buaya kongkow di tepi Kapuas, maka langsung ke TKP saja.
Menuju Dusun Lintang Pelaman
Perjalanan melewati sungai ini dibutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit sampai di Dermaga PT Erna. Lanjut lagi perjalanan darat dari dermaga ke Dusun Lintang Pelaman; dengan waktu kurang lebih dua puluh menit bila lancar. Lancar bila jalan yang dilalui tidak becek atau lumpur. Ada beberapa ruas jalan yang masih tanah kuning. Bila hujan jadi lumpur. Bila kemarau berdebu seperti bedak tabur.
Turun dari speed di Dermaga PT Erna. Perlu janjian pesan dengan jasa ojek, bila tidak punya kerabat atau kenalan di tempat ini, untuk mengantar ke Dusun Lintang Pelaman. Memasuki area parkir luas milik perusahaan menuju ke dusun.
Melewati portal pembatas antara perusahaan dan desa setempat. Ke luar area perusahaan tidak langsung di Dusun Lintang Pelaman. Melewati beberapa desa dan perkebunan sawit yang maha luas. Belakang kebun sawit, barisan perbukitan dengan hutan rimbanya.
Waktu tempuh dari Dermaga Erna ke Dusun Lintang Pelaman kurang lebih dua puluh menit. Tidak lama, menyenangkan melihat barisan bukit-bukit. Tak terasa meski jalan bikin bergetar seluruh badan, bukan karena demam tinggi, lapar atau pun jatuh cinta, tapi jalanan berbatu-batu kecil dan sedang.
Jalan boleh buruk, tetapi alam tidak. Suguhan alam nan elok tak bisa ditutupi oleh buruknya jalan. Liukan tubuh perbukitan hijau segar yang dihiasi pohon-pohon tinggi nan gagah pelindung air sekaligus penyedia air murni dan segar. Juga pemasok utama udara bersih yang bikin sehat.
Warna alam yang asri hijau kebiruan. Kanan kiri jalan berupa tebing tanah setinggi dua sampai tiga meter dan tebing rendah,berlembah menuju anak sungai yang berair jernih, kebun, dan sesekali ada rumah yang bisa dihitung.
Tanaman bunga dan tanaman obat. Bunga anggrek tanah dari yang berbunga kecil hingga berbunga ukuran sedang, warna-warni. Saking banyaknya, dibilang rumput. Tanaman kantong semar, model panjang dan model mangkok, warna hijau dan merah. Semuanya tumbuh alami. Tidak diganggu, tidak dicabut.
Sepertinya sudah menjadi rumus hidup. Bila melewati perjalanan yang sulit, berbahaya, dan lama akan memperoleh alam yang indah dan mengagumkan. Rasanya terbayar lunas kesulitan dan bahaya itu. Mendapat hiburan, kepuasan, kebahagiaan oleh alam yang mengagumkan.
Banyaknya persimpangan jalan, menuntut untuk hafal simpang mana yang menuju Dusun Lintang Pelaman. Tidak ada penanda arah jalan. Jadi memang sangat dibutuhkan pengendara yang hafal betul daerah ini.
Dusun Lintang Pelaman terletak di antara bukit-bukit dan hutan rimba. Berada di lembah yang sejuk, udara segar, bila hari mulai malam hingga menjelang pagi terasa dingin, berkabut, beragam jenis; tanaman dan pepohonan, binatang, dan jenis air sungainya. Suara burung yang beraneka jenis siulan dan nadanya. Dusun yang cantik.
Beriman dan berbudaya
Lintang Pelaman salah satu dusun dari tiga dusun Desa Lintang Pelaman. Sekaligus induk dari Desa Lintang Pelaman. Kantor kepala desa ada di dusun ini. Dua dusun lainnya adalah Dusun Engkalet dan Dusun Enkiting.
Dusun Lintang Pelaman terdiri dari 3 RT 3 kring. Jumlah penduduknya 636 jiwa tidak termasuk warga yang merantau keluar daerah. Bila hari gawai tiba, jumlah jiwa akan bertambah. Mereka yang merantau akan berkumpul keluarga, pulang kampung untuk gawai.
Seluruh warga beriman Katolik dengan satu Gereja Katolik Stasi St. Fransiskus Xaverius, Lintang Pelaman. Induk paroki, Paroki Lintang Kapuas Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus memiliki dua gembala: Pastor Severyanus Ferry dan Pastor Hendrikus Budi. Kedua pastor ini bergantian memimpin perayaan ekaristi di gereja ini.
Pemimpin umat Bapak Sebastianus Widi juga akan turut serta melayani umat. Ia memimpin ibadat, bila pastor dari paroki harus memimpin misa di gereja stasi lain.
Gereja Stasi Santo Fransiskus Xaverius Lintang Pelaman diresmikan tanggal 2 Juli 2016 oleh Uskup Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus dan Bupati Sanggau Paolus Hadi. Gereja stasi ini menjadi jantung kehidupan umat di Dusun Lintang Pelaman yang seluruh warganya beragama Katolik. Berdiri kuat dan cantik di bukit, samping kanan rumah betang, rumah adat.
Sudah delapan tahun dibangun, namun bangunannya memberi kesan kuat tetap bersih; tampak seperti masih baru.“Bukti umat merawat iman dan merawat bangunan gereja,” begitu kesaksian iman Pastor Sabinus Lohin CP dalam homilinya pada ekaristi puncak gawai tanggal 2 Juli 2024 lalu.
Gereja Stasi Santo Fransiscus Xaverius Lintang Pelaman
Kolaborasi iman dan budaya: Minggu, 30 Juni 2024, ibadat hari minggu dipimpin oleh pemimpin umat. Ini mengingatkan umat bahwa iman mampu memberi jawaban atas hidup. Melalui iman pulalah, segala hal terjadi di luar nalar akal manusia. Dari dua hal tersebut, Pak Widi mengingatkan agar umat senantiasa mengandalkan Tuhan dalam hidup.
Petugas dalam ibadat ini melibatkan anak-anak dan remaja. Mereka begitu fasih mengetahui kapan mereka maju bertugas dan apa yang mereka lakukan dalam ibadat.
Senin, 1 Juli 2024 hari persiapan gawai dusun, umat melakukan sembahyang kubur terlebih dahulu. Umat berbondong-bondong pergi ke kuburan. Ada yang berkendaraan motor, ada berjalan kaki menuju ke makam dusun. Berusaha segera tiba di makam, sebelum pastor tiba di tempat.
Beberapa umat berjalan kaki segera berlari, saat tahu pastor berkendara di belakang mereka. Motornya bersuara nyaring, mengingatkan pastor untuk tidak memulai misa, sebelum mereka tiba di makam.
Sungai Darah
Masuk ke area makam melewati jembatan di Sungai Darah. Sungai yang airnya berwarna darah yang jernih. Berwarna seperti darah, karena akar-akar pohon. Makam dikelilingi hutan, sudut makam ditanam salib ber-chorpus berukuran besar yang diberi pelindung berbentuk joglo sekaligus altar simpel untuk misa dan tersedia tempat duduk umat dari kayu.
Misa arwah ini dipimpin oleh pastor paroki Pastor Severyanus Ferry dan dibantu oleh satu frater di pemakaman dusun. Pastor Ferry menggarisbawahi tentang kesempurnaan cinta kasih dalam persekutuan sebagai umat yang berimankan pada Kristus. Relasi cinta kasih kepada sesama dan kepada yang telah berpulang juga kepada Tuhan.
Betapa bangganya menjadi Katolik. Karena cinta kasih Kristus tidak bisa dikalahkan oleh apa pun. Bahkan maut pun tak bisa memisahkan. Mendoakan dan didoakan. Misa ini dimulai pukul 10.00 WIB hingga selesai. Misa berlangsung khidmat dan lancar. Setelah misa, umat memasang lilin-lilin yang telah diberkati di nisan orangtua dan kaum kerabat, dan kenalan.
Pemberkatan rumah umat dari siang sampai sore hari, dari ujung kampung, ke ujung kampung. Terjadi setelah sembahyang kubur, seusai pastor dan frater beristirahat melepas lelah sejenak.
Pukul 16.00 WIB prosesi penyambutan uskup Mgr. Agustinus Agus dan tamu oleh seluruh umat. Segala keperluan adat, dari musik, penari, peralatan penyambutan, sie dokumentasi, sie acara, ketua panitia, tumenggung, kepala desa, koordinator masing-masing bidang telah bersiap.
Semua di gapura masuk yang telah dihias dan dipasang buluh muda atau bambu muda. Rebung yang besar diletakkan di tengah antara gapura masuk dan parang panjang disiapkan oleh ketua panitia. Penari berdiri rapi di arah kampung, uskup dan rombongan tamu di depan gapura masuk menuju kampung.
Musik tradisional di sebelah kanan, samping gerja telah berbunyi, penari pun berlenggak-lenggok menyambut uskup beserta tamu. Rombongan tamu ini, para imam, suster, bruder, pejabat pemerintah daerah setempat, camat Kapuas, dan tamu yang lainnya berdiri di depan gapura masuk kampung.
Prosesi penyambutan ini ditandai dengan membelah rebung muda atau buluh muda yang dipasang dengan menggunakan parang panjang, dan bepomang dihilangkan diganti dengan Tanda Salib dan doa.
Bepomang adalah tradisi tabur beras kuning, demikian penjelasan Tumenggung Dusun Lintang Pelaman, Bapak Tadeus Ate. Kemudian uskup dan tamu dibawa ke rumah betang, rumah adat. Uskup dan tamu dijamu dengan makan dan minum yang dihidangkan oleh panitia. Setelah dijamu ini, acara bebas. Mereka akan kembali berkumpul malam hari; mulai pukul 20.00 WIB.
Pukul 20.00 WIB yang berisi tentang sambutan-sambutan dari ketua panitia gawai Bapak Yustinus Fendi selaku Kepala Desa Lintang Pelaman dan Tumenggung Dusun Lintang Pelaman; Camat Kapuas: Bapak Tadeus Ate; juga Mgr. Agustinus Agus selaku sesepuh Dusun Lintang Pelaman. Malam hari itu juga dirayakan ulang tahun tahbisan imamat ke-47 Mgr. Agustinus Agus.
Rumah adat dan aneka makanan Khas
Rumah Betang atau rumah adat dibangun pada tahun 2000; hasil swadaya masyarakat dan dibantu oleh perusahaan kayu PT Erna. Rumah panggung ini dibangun dengan berbahan kayu belian.
- Bagian bawah rumah, kolong dipakai untuk penyimpanan bahan bangunan lainnya, kayu bakar milik dusun, duduk-duduk, dan aktivitas ringan lainnya.
- Berada di bawah gereja, di awal masuk kampung, dengan lahan yang luas, sebelah kirinya dibangun gedung pertemuan milik pemerintah daerah dan PAUD. Digunakan untuk pertemuan adat, dan siapa pun boleh menggunakannya.
- Kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah setempat menggunakan gedung pertemuan milik pemerintah desa.
Tangga masuk rumah terbuat dari batang pohon kelapa. Pada jenang pintu masuk bertuliskan “Rumah Betang Suku Dayak Pompang Lintang Pelaman”.
Pada saat masuk, terasa adem dan cantik, karena warna khas menarik; merah, kuning, putih, hitam yang dilukis dalam motif khas, unik, dan tradisi lokal yang melekat.
Di depan kita berdiri dari pintu masuk, dibuat gang jalan cukup untuk dua orang berdiri hingga ujung mentok rumah, sebelah kanan ruang utama yang luas, lebih tinggi dari gang jalan, berbatas pintu-pintu lanjut ke teras rumah.
Sebelah kiri dari pintu masuk ada empat pintu masuk ke ruang-ruang berikutnya. Di jenang-jenang pintu masuk tertulis nama-nama: Arel Rimu, Anor Ger, M. Bayong Aek, Muti Rimu, dan Deek Pelimau. Mereka inilah kepala-kepala keluarga yang menjadi pionir berdirinya Dusun Lintang Pelaman.
Sebelum pintu yang bertuliskan nama Deek Pelimau, tergantung foto beberapa warga, yang beberapa di antaranya telah meninggal dunia dan beberapa masih ada hingga tulisan ini dibuat.
Selain ruang utama; untuk pertemuan, ruang teras, ruang istirahat, ruang makan, ruang dapur umum. Rumah betang ini memanjang dan sangat luas, dapat menampung sekitar 300 orang; bahkan bisa lebih dari itu.
Kayu-kayu yang menjadi bahan rumah betang ini halus dan mudah dibersihkan. Pada dinding-dinding di ruang utama terdapat tulisan berbahasa Dayak Bekido, bahasa Dayak Pompank, motif-motif Dayak dengan burung enggangnya. Pada tiang-tiang rumah ruang utama digantung aksesoris dari binatang seperti tanduk rusa dan sipu yang berukuran besar dan bubu.
Bubu itu alat tradisional untuk menangkap ikan di sungai, terbuat dari kayu, memanjang, mengerucut. Semuanya berbahan kayu yang tahan zaman, ngengat dan tikus tak mampu gigitnya. Rontok giginya, kalau tikus ini nekad menggigit kayu ini.
Di ruang utama telah disusun rapi, piring gelas dan air minum, nasi, lauk dan sayur khas kampung lengkap.
Tim penyambung nyawa orang, sie konsumsi dan warga bergotong-royong menyediakan makan minum untuk semua orang yang hadir, tanpa kecuali.Mengumpulkan beras nasi dan beras ketan bersama. Satu KK satu kilogram.
Ada tim pencari daun pembungkus beras yang sudah jadi nasi dan pencari buluh bambu, bambu muda untuk beras ketan yang diolah menjadi lemang. Untuk air, tersedia berlimpah dari bukit yang ditampung di bak air besar. Air bukit ini juga dialirkan ke semua rumah penduduk. Sejuk… seger… khas air bukit.
Beras yang terkumpul dimasak bersama di dapur umum, belakang rumah adat. Setelah menjadi nasi dibungkus menggunakan daun khusus. Namanya daun touch me, eh bukan daun Rabu ukuran besar dan kuat. Nasi menjadi enak rasanya dibungkus dengan daun ini.
Sedangkan beras ketan diolah, dimasukkan ke dalam buluh bambu, dan dibakar untuk dijadikan lemang. Daun Rabu dipetik di hutan. Buluh bambu muda dari hutan. Nasi yang dibungkus dengan daun rabu
Puncak hari H: Perayaan Ekaristi
Hari H gawai di tanggal 2 Juli 2024. Puncaknya pada Perayaan Ekaristi, di mana semua peralatan pertanian dan benih diletakkan di samping altar untuk didoakan dan diberkati. Peralatan pertanian ini diikat pada salib yang terbuat dari kayu belian yang tahan zaman, tahan air, tahan cuaca, tahan ngengat dan tak bisa lapuk. Masing-masing petani memiliki satu salib yang terikat dengan peralatan pertanian mereka.
Perayaan ekaristi dimulai pukul 09.00. Diawali dengan perarakan para petani memanggul salib-salib mereka yang sudah dihias dan diikat perlatan pertanian dan pembawa benih-benih untuk ditabur di ladang. Disusul para misdinar dan para imam. Yang terakhir Uskup Keuskupan Agung Pontianak: Mgr. Agustinus Agung.
Ada salah satu salib yang tertulis “Salib Padi”, ada juga salib yang dihias dengan bunga dan daun Sabang Merah. Benih-benih yang akan ditabur dimasukkan dalam “ragak”. Ini adalah tempat berbentuk seperti baskom, berukuran sedang, kecil; terbuat dari anyaman berbahan batang Bomban yang tahan air dan cuaca; juga tidak akan pernah lapuk.
Jadi di samping altar, depan patung Bunda Maria, penuh dengan peralatan pertanian dan benih-benih yang akan ditanam di ladang. Salib-salib para petani ini akan ditanam di ladang mereka masing-masing. Dengan intensi untuk menjaga tanah pertanian dan segala yang tumbuh di ladang agar selalu diberkati Tuhan sehingga hasil pertanian berlimpah ruah.
Salib-salib untuk di ladang ini akan ditanam satu minggu setelah pelaksanaan gawai, sekaligus musim berladang dimulai.
Ekaristi ini dipimpin oleh Uskup Mgr. Agustinus Agus. Ia adalah putera daerah Lintang Pelaman sekaligus sesepuh Dusun Lintang Pelaman. Delapan imam menjadi konselebran; termasuk pastor Paroki Lintang Pelaman.
Pastor Sabinus Lohin CP dalam homilinya menegaskan dan mengingatkan umat untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan. Tidak hanya saat gawai, saat kaya, saat sukses, melainkan setiap hari.
“Kalau Tuhan beri dia jadi dokter, kalau hanya untuk dia, untuk apa? Kalau Tuhan beri kekayaan, kalau hanya untuk dia, untuk apa? Tidak menjadikan kekayaan untuk Tuhan, tetapi untuk dirinya sendiri untuk apa? Apa yang Tuhan beri, hendaknya untuk sesama juga. Kita berbagi. Apa pun keadaan kita, ada kesempatan, berterimakasihlah kepada Tuhan, karena itu berasal dari Tuhan. Ungkapkan rasa syukur itu. Memelihara Gereja, memelihara iman, juga bentuk rasa syukur ungkapan iman”.
Harapan dan wejangan Pastor Sabinus: juga minta umat menghidupi tulisan pada dinding gereja bagian dalam; belakang dekat pintu, “Mari kita diutus”; tulisan ini hendaknya dibaca saat keluar dari gereja, sehingga menjadi Katolik tidak hanya di dalam gereja, tetapi juga di luar gereja; dalam hidup sehari-hari.
Pada akhir misa, sebelum berkat penutup, Uskup Mgr. Agustinus Agus kembali menegaskan dan berpesan untuk tetap hormat kepada orangtua, memelihara tradisi luhur, mendoakan mereka. Hal ini sangat membantu dan melindungi Mgr Agus.
Monsinyur berkisah akan anugerah kesehatan dan perlindungan dari doa-doa para orangtua yang menjaganya. Hingga saat ini, ia tetap sehat dan menikmati ulang tahun tahbisan ke-47; Semua ini berkat doa para orangtua. Usai berkat penutup, misa pun ditutup dengan potong kue ulang tahun dan foto bersama.
Para petani bergegas mengambil salib, peralatan pertanian dan benih. Wajah penuh sukacita akan berkat Tuhan dalam misa. Menyala untuk hidup bertani, untuk ladang dan hasil panen yang diberkati Tuhan.
Atas pengumuman dan pesan tumenggung di sesi pengumuman, semua yang hadir untuk menuju ke Rumah Betang dan makan berami, makan bersama, menyanyi dan berjoget sebagai ungkapan syukur.
Alur hidup: menghidupi dan dihidupi
Budaya ada dalam hidup, hidup ada dalam budaya. Budaya menjadi hidup karena iman, iman akan Kristus Yesus menghidupi budaya agar manusia berbudaya; tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur dari para pendahulu dan bermartabat. Iman yang hidup dan menghidupi umat yang bersekutu yang bersumber pada cinta kasih Kristus menuju kepada Kristus.
Alur hidup yang disutradai Tuhan tak pernah gagal. Dari hari mengikuti ibadat hari Minggu hingga hari Selasa, puncak gawai, pesan para pemimpin ibadat dan misa saling berkaitan dan menguatkan akan pesan-pesan yang disampaikan.
Sama persis yang disampaikan pemimpin umat, bahwa tantangan hidup beriman adalah sikap mementingkan kepentingan pribadi. Begitu juga pelaksanaan hidup yang beradat istiadat, nilai-nilai luhur tidak akan bertahan bila kita mementingkan kepentingan pribadi.
Menghidupi tulisan di dinding gereja bagian belakang, dalam gereja “Mari pergi kita diutus”. Mari kita menjadi Katolik di dalam gereja dan di luar gereja. Demikian seperti pesan Pastor Sabinus Lohin CP.
Pantun
Daun Rabu di tengah hutan, pembungkus nasi untuk makan beram
Jangan ragu atau pun takut, diutus pergi untuk menjadi saksi iman Kristiani
Buluh muda di potong tiga, untuk masak pulut menjadi lemang
Aku bukan Lintang Kapuas bukan Lintang Pelaman, tapi lintang pukang tak alang-alang