Hati yang Lembut Tak Tinggalkan Bekas Sakit (1)

1
2,360 views

The more a man knows, the more he forgives.
(Catherine the Great)

Ada seorang murid bertanya kepada gurunya, “Guru, bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi orang yang tak mudah sakit hati?” Lalu sang guru yang terkenal bijaksana itu segera mengambil satu ember besar berisi air dan mengambil sebilah pisau yang sangat tajam.

Sang Guru dalam sekelebat, segera menusuk-nusuk air dalam ember besar itu dengan pisaunya, merobek-robek airnya dengan sekuat tenaga. Lalu Sang Guru bertanya kepada muridnya, “Apakah ada bekas sayatanku di atas air ini?” Murid itu menjawab, “Tidak ada guru.” Sang Guru mendekat dan berkata, “Jika kamu tidak ingin mudah sakit hati, jadikanlah hatimu seperti air.”

Banyak orang sakit hati karena memiliki hati yang keras, sehingga ketika terbentur dengan sesuatu yang keras, maka akan patah atau retak. Jika hati kita penuh kelembutan, maka apapun yang membentur hati kita, ia tak akan pernah berbekas pada kita.

Apa yang membentur kita, dia akan menjadi bagian dari diri kita, seperti benturan gelombang yang dijadikan penggerak bagi seorang peselancar, atau benturan angin yang dijadikan pendorong bagi seorang nelayan.
Pencerahan hidup adalah ketika hati kita tak merasa sakit dan kecewa, setajam apapun buluh kehidupan yang mengupas kulit kesabaran kita.

Sebatang bambu
Ada kisah sebatang pohon bambu yang menjadi kesukaan sang raja. Setiap kali raja bersedih, pohon ini segera meliuk-liukan batangnya laiknya tarian dan menciptakan irama syahdu yang keluar dari gesekan-gesekan yang dibuatnya.

Raja sangat senang dengan hal itu. Hingga suatu kali, sang raja dengan muka murung berdiri di depan pohon bambu dan berkata, “Bambu kesayanganku, aku hendak meminta bantuanmu, tetapi kali ini permintaanku teramat menyakitkan bagimu.”

Lalu, sang bambu memandang wajah Sang Raja dan dengan penuh pengabdian menjawab, “Tuanku Raja, apapun yang Baginda perbuat, hamba percaya itulah yang terbaik bagi semuanya.” Maka Sang Raja itu segera mengambil golok, ia menebang pohon bambu kesayangannya.

Dengan lengkingan kesakitan yang tertahan, pohon bambu itu rubuh ke tanah, dan itulah tarian terakhirnya di depan sang raja. Ibarat manusia tanpa kaki, bambu itu terkulai lemah tanpa akar. Tak berhenti di situ, sang raja itupun segera membersihkan semua daun-daun yang menempel di pohon bambu itu. Rasa dingin segera menyeruak ke tulang-tulang, bambu itu menggigil kedinginan.

Tak berhenti di situ, sang raja segera membelah bambu itu menjadi dua bagian dan membersihkan ruas-ruas di dalamnya. Dengan penuh kepasrahan, bambu itu membiarkan sang raja itu menorehkan goloknya, membentuknya.

Begitulah, setelah semua kesakitan itu dialami, bambu yang sudah terbelah itu kini dipakai sang raja mengalirkan air ke sebuah taman yang indah dengan bunga-bunga penuh aroma dan warna. Semua orang mengagumi taman itu dan menghormati pengorbanan dan rasa sakit sang bambu.

 (bersambung)

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here