Rabu, 13 November 2024
Tit 3:1-7.
Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6.
Luk 17:11-19.
BANYAK orang sering kali terjebak dalam pemikiran bahwa kebahagiaan hidup itu terletak pada memiliki hal-hal yang diinginkan, seperti harta, jabatan, atau kenyamanan material lainnya.
Namun sebenarnya, kebahagiaan sejati berasal dari rasa syukur atas apa yang kita miliki saat ini. Dengan bersyukur, kita belajar untuk menghargai setiap momen dan pencapaian yang kita raih, sehingga dapat merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.
Bersyukur bukan hanya soal berterimakasih, ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan.
Bersyukur adalah sikap hati yang melihat segala hal dari sudut pandang positif, bahkan saat keadaan tidak berjalan sesuai harapan.
Saat kita memilih untuk bersyukur, kita belajar menghargai apa yang ada dan menerima bahwa semua yang terjadi dalam hidup memiliki makna.
Tuhan tidak pernah berhenti berkarya untuk mendatangkan kasih dan kebaikan bagi hidup kita. Kekuatan bersyukur adalah kita akan mampu menjalani hidup ini meski berat.
“Saya hanya berusaha selalu mensyukuri anugerah Tuhan,” kata seorang ibu penjual ramesan.
“Sedikit banyak rezeki yang saya terima, selalu saya syukuri. Karena Tuhan tidak pernah salah menaruh berkat-Nya.
Dua puluh lima tahun, saya bekerja ini, dan dengan usaha seperti ini, saya bisa menghidupi anak-anak dan membiayai sekolah anak hingga semua selesai sarjana.
Semuanya berkat kasih karunia Tuhan,” ujar ibu itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.”
Dari sepuluh orang yang disembuhkan dari penyakit kusta, hanya satu yang memilih untuk kembali dan memuliakan Allah dengan penuh penghormatan.
Yang istimewa, orang itu seorang Samaria, seseorang yang mungkin secara sosial dianggap “asing” oleh sebagian orang pada masa itu.
Orang asing itu, bersyukur bukan sekadar perasaan lega atau bahagia, tetapi sebuah tindakan yang lahir dari kerendahan hatinya.
Ia tahu bahwa kesembuhannya bukan karena kehebatannya, tetapi karena anugerah Tuhan. Dan ia menyadari, mengucap syukur adalah satu-satunya jawaban hati yang layak untuk rahmat sebesar itu.
Sikap orang Samaria ini, mengingatkan bahwa setiap berkat yang kita terima, baik besar maupun kecil, sejatinya merupakan undangan untuk kembali kepada Tuhan, tersungkur di hadapan-Nya, dan mengakui kuasa serta kasih-Nya.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku bersyukur kepada Tuhan atas rahmat dalam hidupku ini?