Renungan Harian
Senin, 1 November 2021
HR. Semua Orang Kudus
Bacaan I: Why. 7: 2-4. 9-14
Bacaan II: 1Yoh. 3: 1-3
Injil: Mat. 5: 1-12a.
SORE itu, saya mengunjungi sebuah keluarga.
Keluarga ini adalah keluarga perantau meski sudah cukup lama tinggal di kota di mana saya menjalani pengutusan. Keluarga ini mengontrak sebuah rumah petak kecil, dengan satu kamar tidur kecil dan ruang tamu sempit dan sebuah dapur.
Saya diterima di ruang tamunya yang hanya beralaskan karpet plastik. Isterinya menjadi buruh pabrik, sedang suaminya menjadi buruh serabutan.
Mereka dikaruniai dua orang. Anak pertama perempuan sekarang duduk di bangku kelas 2 SMP, sedang adiknya laki-laki duduk di kelas 4 SD.
Saat kami sedang berbincang, anak laki-laki datang dan berkata: “Pak, sepatu adik sudah sobek dan sekarang semakin besar.”
“Iya, adik berdoa ya, supaya besok bapak dapat kerjaan dan dapat uang yang cukup untuk membeli sepatu,” jawab bapak itu.
“Maaf Romo. Ya beginilah kehidupan kami, kami tidak bisa menabung, satu-satunya yang bisa diharapkan setiap bulan adalah gaji isteri saya sebagai buruh.
Meski tidak seberapa, tetapi selalu ada yang bisa diharapkan tidap bulannya. Sedangkan saya ini buruh serabutan, kadang dapat uang lumayan kadang sedikit, tidak menentu. Meski tidak menentu Puji Tuhan setiap hari selalu ada rezeki untuk makan.
Saya bersyukur isteri saya, orangnya nrimo dan ngerti sehingga tidak pernah menutut. Ada sedikit dia mengatur yang sedikit, kalau ada lebih dia gunakan untuk menutup utang.
Saya juga amat bersyukur dengan anak-anak saya, mereka semua ngerti dan nrimo. Ya seperti itu tadi Romo, kalau mereka minta sesuatu, saya selalu ajak mereka untuk berdoa.
Saya mau mengajarkan pada mereka pengalaman hidup kami. Kami ini selalu hidup dalam pengharapan. Setiap hari kami selalu berdoa agar hari ini kami diberi rezeki yang cukup.
Dengan berdoa menguatkan harapan kami.
Dan puji Tuhan romo, pengharapan kami tidak pernah meleset, selalu ada saja cara Tuhan mencukupi kebutuhan hidup kami; meskipun pendapat kami hari ini hanya cukup untuk hari ini,” bapak itu mengakhiri kisahnya.
Pengalaman iman yang luar biasa.
Pengalaman iman yang bersumber dari pengalaman hidup. Kesederhanaan hidup, tetapi dilandasi iman yang luar biasa. Hidup yang sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan, hidup yang sungguh-sungguh menggantungkan pada harapan.
Kiranya orang-orang seperti ini yang disebut sebagai orang yang bahagia sebagaimana diwartakan dalam Injil Matius hari ini.
“Bersukacita dan bergembiralah, karena besarlah ganjaranmu di surga.”
Bagaimana dengan aku? Apakah aku selalu mengandalkan harapan pada Allah?