Sabtu, 23 Juli 2022
- Yer. 7:1-11.
- Mzm 84:3.4.5-6a.8a.11.
- Mat. 13:24-30.
NILAI positif dari hidup sederhana adalah kita seakan dipacu untuk selalu bekerja keras, berkomitmen dan tidak mudah menyerah.
Dalam pelayanan di sebuah stasi yang cukup sulit karena besarnya pengaruh dari pihak lain, seoang bapak menceritakan perjuangannya.
“Berjuang menghidupi iman katolik merupakan sifat yang menjadi bagian dari umat yang tinggal di wilayah ini,” syering bapak itu.
“Di stasi ini, saat ini tinggal beberapa keluarga. Ada beberapa keluarga muda yang pindah ke tempat lain. Ada pula yang karena pernikahan mereka meninggalkan Gereja dan tidak pernah masuk Gereja lagi, meski mereka masih tinggal di sini,” katanya
“Sedangkan yang masih setia sampai saat ini adalah kami yang sudah tua-tua,”ujarnya
“Beberapa dari antara kami adalah generasi pertama yang memeluk agama katolik di wilayah ini,” ujarnya lagi.
“Kami sudah puas makan asam garam dalam ujian menjadi pengikut Kristus,” kenangnya.
“Sejak zaman Orde Lama sampai sekarang ini, sudah berapa kali ganti pimpinan di pemerintahan, namun tantangan pada kami selalu sama, mereka menghambat dan menyingkirkan kami,” sambungnya
“Perlakuan yang kurang baik dan membeda-bedakan sering kali kami alami dan rasakan,” paparnya
“Namun kami tidak membalas perlakuan mereka, kami tetap fokus pada Tuhan Yesus dan melakukan kebaikan seperti yang dikehndaki-Nya,” katanya.
“Tantangan dan rintangan yang ada tidak menyurutkan kami untuk tetap setia pada Tuhan,” tegasnya.
“Justru perlakuan mereka meneguhkan dan menguatkan iman kami,” lanjutnya
“Kami jadi lebih sadar dan cinta pada Tuhan, karena jika kami salah melangkah, bukan kami saja yang jelek namanya tetapi juga orang akan menyangkutkan perilaku kami dengan agama yang saya yakini,” ujarnya lagi.
“Kami akhirnya mengucap syukur tinggal dengan mereka yang berbeda dengan kami, karena kehadiran mereka ikut mendidik kami dalam iman kepercayaan kepada Tuhan Yesus,” lanjutnya
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu?
Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu?
Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu.”
Kita adalah benih baik yang ditaburkan oleh Tuhan.
Kalau kita mengalami himpitan dalam kehidupan, jangan pernah menyerah tetaplah berjuang dan bersyukur, karena himpitan adalah jalan Tuhan untuk menguatkan akar iman di hati kita.
Kita berasal dari benih baik dan ditaburkan di tanah yang masih perlu diolah, dibersihkan dan dirawat maka saat sedang dihimpit oleh lalang, tetaplah berjuang karena jika kita menyerah lalang akan mengambil semua kehidupan kita dan akan membunuh kita.
Kita tidak akan bisa berjuang sendirian, hanya dengan berpaut pada tangan si penabur kita akan didukung untuk tetap bertumbuh meski harus hidup berhimpitan bersama lalang di sekitar kita.
Bagaimana dengan diriku?
Seberapa kuatkah aku dapat bertahan menjadi tumbuhan yang menghasilkan buah yang baik?
Ataukah aku mati terhimpit atau justru memilih menjadi serupa dengan lalang yang tidak mengeluarkan buah?