Sabtu, 11 Desember 2021
- Sir. 48:1-4.9-11.
- Mzm. 80:2ac.3b.15-16.18-19 Mat. 17:10-13
PERUBAHAN sering kali membuat orang hidup tidak nyaman.
Perubahan berarti keluar dari zona nyaman. Reaksi otomatis orang terhadap “ancaman” hilangnya rasa nyaman karena perubahan adalah menghindar.
Kita sering berusaha menahan arus perubahan. Bahkan kita menolak adanya hal-hal baru yang disodorkan oleh zaman di hadapan kita.
“Rasanya hidup sekarang ini lebih ribet daripada dulu,” kata seorang bapak dengan menggerutu.
“Mau bepergian saja, harus swab, harus sudah divaksin. Selama ini saya anti smartphone dan gara-gara aturan itu saya terpaksa beli dan menggunakannya,” lanjutnya.
“Kebiasan menggunakan masker sungguh tidak mudah, namun harus diikuti,” lanjutnya.
“Bukankah itu semua demi menjaga diri sendiri dan sesama dari virus covid 19,” kata teman bapak itu.
“Situasi baru saat ini menuntut kita semua taat dan disiplin serta tanggap dengan situasi dan kondisi yang ada,” lanjut teman bapak itu.
“Kita harus berubah dan berani belajar lagi bahkan dari orang yang muda yang dipercaya membagikan informasi,” ujarnya lagi.
“Jangan hanya karena alasan kenyamanan kita menolak dan tidak taat dengan atauran protokol kesehatan,” ujarnya.
Dalam bacaan Injil, kita dengar demikian:
Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?”
Jawab Yesus: “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu.”
Seruan kenabian Elia dan Yohanes pembaptis membuat gusar para pendengarnya.
Kenyamanan lama diubah menjadi hidup baru sesuai firman Allah.
Yesus datang ke dunia menyempurnakan pembaruan kedua nabi itu.
Kita pun bisa menjadi nabi zaman modern dengan terus membarui diri.
Kita harus mengubah mental, cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak kita.
Bagiamana dengan diriku? Apakah aku mau berubah menjadi lebih baik?